Keuntungan UMKM Kuliner Tergerus Kenaikan Harga Beras
Kenaikan harga beras dan sejumlah bahan pokok menjadi pukulan bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah bidang kuliner.
BANJARMASIN, KOMPAS — Kenaikan harga beras dan sejumlah bahan pokok menjadi pukulan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, terutama yang bergerak di bidang kuliner. Kenaikan biaya produksi yang belum bisa serta-merta diikuti kenaikan harga jual makanan membuat keuntungan mereka tergerus sekitar 20 persen.
Ketua Koperasi Pemasaran Dangsanak Kriya Katupat Kalimantan Selatan Elisa R Suryana menuturkan, para penjual ketupat dan lontong di Banjarmasin harus bersiasat dengan kenaikan harga beras, yang merupakan bahan baku ketupat dan lontong. Beras yang digunakan kini harganya sudah Rp 15.000 per kilogram dari sebelumnya Rp 12.000 per kg.
”Ketika harga beras naik, kami tidak bisa serta-merta menaikkan harga jual ketupat dan lontong. Kalau harga langsung dinaikkan, kami akan kehilangan pelanggan,” katanya di Banjarmasin, Kamis (29/2/2024).
Koperasi Pemasaran Dangsanak Kriya Katupat Kalsel merupakan wadah bagi pelaku UMKM yang bergerak dalam usaha produksi serta penjualan ketupat dan lontong. Usaha kuliner ini terpusat di Kampung Ketupat, Kelurahan Sungai Baru, Kota Banjarmasin.
Menurut Elisa, harga lontong masih tetap Rp 3.000 per buah dan ketupat Rp 4.000 per buah. Pelanggan lontong umumnya adalah tukang sate dan warung makan, sedangkan pelanggan ketupat kebanyakan adalah warung makan yang menyediakan soto banjar.
”Karena tidak bisa menaikkan harga, kami terpaksa bersiasat dalam proses produksi, misalnya dengan memperkecil ukuran ketupat dan lontong,” ujarnya.
Meskipun cara itu sudah dilakukan, Elisa mengungkapkan, tetap saja keuntungan mereka berkurang. Hal itu karena harga bahan pokok yang lain juga naik. Belum lagi, mereka juga kerap kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kg.
”Jika dihitung-hitung, keuntungan penjualan kami berkurang 20 persen dari biasanya karena kenaikan harga bahan pokok saat ini,” katanya.
Baca juga: Harga Beras Mencekik, Pangan Lokal dan Operasi Pasar Belum Optimal
Elisa mengkhawatirkan, kenaikan harga bahan pokok yang terjadi sebelum bulan Ramadhan ini akan berlanjut saat bulan puasa hingga Lebaran nanti. Tak menutup kemungkinan, kenaikan harganya bisa lebih tinggi dari sekarang.
”Jika harga bahan pokok terus naik, kami berharap ada bantuan dari pemerintah untuk UMKM seperti di masa pandemi Covid-19. Kalau tidak ada perhatian dari pemerintah, UMKM akan sulit berkembang,” katanya.
Berdasarkan pantauan di Pasar Sungai Lulut, harga beras masih stabil tinggi, mulai dari Rp 12.000 sampai dengan Rp 22.500 per kg. Beras dengan harga di atas Rp 17.000 per kg adalah beras lokal Banjar dengan tekstur nasi pera.
Harga beras yang lebih terjangkau bisa didapatkan warga dalam operasi pasar murah, seperti terpantau di Kelurahan Sungai Lulut, Kamis (29/2/2024). Dalam operasi pasar itu, Perum Bulog menjual tiga komoditas, yaitu beras, gula pasir, dan minyak goreng. Beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) dijual Rp 54.000 per zak atau Rp 10.800 per kg, gula pasir Rp 17.000 per kg, dan minyak goreng Rp 17.000 per liter.
Ketika harga beras naik, kami tidak bisa serta-merta menaikkan harga jual ketupat dan lontong. Kalau harga langsung dinaikkan, kami akan kehilangan pelanggan.
Kepala Bidang Penguatan dan Pengembangan Perdagangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Banjarmasin Faisal Akly mengatakan, operasi pasar murah yang digelar di setiap kelurahan menjadi salah satu upaya pemerintah kota untuk menekan lonjakan harga bahan pokok, terutama beras di pasaran.
”Operasi pasar ini kami gelar terus hingga Ramadhan dan Lebaran nanti, hingga menjangkau 52 kelurahan yang ada di Kota Banjarmasin,” katanya.
Menaikkan harga
Di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pelaku UMKM terpaksa menaikkan harga jual untuk menyesuaikan kenaikan harga beras dan sejumlah barang pokok lain. Upaya itu dilakukan karena tak ada lagi siasat yang bisa dilakukan.
Nindita Nareswari, pemilik usaha Dapur S’Best di Kota Palangkaraya, mengungkapkan, kenaikan harga beras dan sejumlah barang pokok begitu memengaruhi produksi usaha miliknya. Hal itu membuat dirinya menaikkan harga barang jualannya. Hal yang tak pernah ia lakukan selama tiga tahun menjalankan bisnis tersebut.
Baca juga: Kenaikan Harga Beras dan Bahan Pokok di Kota Padang Pusingkan Warga
Nindita menjual berbagai jenis makanan dan kudapan. Kenaikan harga sejumlah barang pokok membuatnya menaikkan semua harga jual barangnya Rp 1.000 tiap produk. Produk paket pempek lenjer yang biasa dijual Rp 55.000 menjadi Rp 56.000, keripik ikan gabus yang dijual Rp 21.000 kini menjadi Rp 22.000 per kemasan.
Paket campuran dengan berbagai macam isi daging dan pempek di dalamnya yang biasa Nindita jual dengan harga Rp 110.000 per paket kini menjadi Rp 112.000. ”Yang naik bukan hanya beras, melainkan tepung tapioka, gula merah, gula pasir, cabai merah, dan banyak lagi. Itu kan bahan baku dasar UMKM,” ungkapnya.
Upaya menaikkan harga barang jualan, kata Nindita, juga dilakukan beberapa pelaku usaha lain di kelompok UMKM yang ia bentuk, yakni Kelompok Huma Gawei Ikei (HGI) Kota Palangkaraya. Nindita, yang menjadi ketua kelompok itu, mengungkapkan, menaikkan harga jadi satu-satunya cara yang digunakan untuk menghindari kebangkrutan. ”Padahal, pandemi kemarin belum pulih total buat UMKM,” katanya.
Sebelum pandemi, kata Nindita, banyak anggota kelompoknya memiliki jenis usaha kerajinan tangan dan kriya rotan. Ketika pandemi menyerang, bisnis tersebut berantakan ada yang tutup lapak, menunda beroperasi, hingga kehabisan modal.
”Bahkan, beberapa teman yang berjualan di sektor kerajinan tangan beralih ke bidang kuliner. Mereka (pelaku UMKM) yang bertahan adalah yang memiliki produk yang dibutuhkan oleh masyarakat, seperti frozen food, pedagang kaki lima, hingga kafe-kafe,” tutur Nindita.
Pascapandemi, kata Nindita, kenaikan harga barang jadi tantangan hingga saat ini. ”Kami berharap situasinya bisa cepat berubah,” ujarnya.
Menaikkan harga jual makanan juga terpaksa dilakukan pelaku UMKM kuliner di Kota Bandung, Jawa Barat. Indra Priyana (36), pengelola Rumah Makan Sunda 22 di Kecamatan Antapani, Kota Bandung, menuturkan, pihaknya membeli beras seharga Rp 18.000 per kg sejak awal tahun. Sebelumnya beras yang dibeli Andri hanyalah Rp 16.000 per kg.
Indra mengaku, pihaknya terpaksa menaikkan harga setiap menu makanan prasmanan minimal Rp 1.000 untuk setiap menu. Upaya ini agar tetap Rumah Makan Sunda 22 tetap meraih sedikit keuntungan untuk membayar gaji 10 karyawan dan biaya operasional.
Baca juga: Beras Langka di Pasar dan Ritel Bandung
Diketahui penghasilan kotor Rumah Makan Sunda 22 per bulan mencapai sekitar Rp 200 juta. Keuntungan tempat usaha ini sebelum kenaikan harga beras bisa mencapai Rp 80 hingga Rp 100 juta.
”Saat ini keuntungan bersih tempat kami turun drastis hingga Rp 60 juta per bulan. Hal ini diakibatkan kenaikan biaya operasional tidak sebanding dengan kenaikan harga makanan yang hanya Rp 1.000 untuk setiap menu,” ujar Indra.
Kondisi yang sama juga dialami Diana (40), salah seorang pemilik warung makan di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kecamatan Sumur Bandung. Ibu dua anak ini terpaksa mengeluarkan biaya pembelian bahan baku hingga Rp 300.000 per minggu.
”Sebelum kenaikan harga beras, saya hanya mengeluarkan biaya operasional Rp 100.000 per minggu. Kondisi saat ini sangat menyulitkan usaha saya,” ungkap Diana.
Penjual beras di Pasar Kosambi Bandung, Andri Thahir, memaparkan, harga beras yang dijualnya belum mengalami penurunan hingga kini. Harga beras premium naik dari Rp 13.000 hingga Rp 15.000 per kg, sedangkan beras premium melonjak dari Rp 16.000 menjadi Rp 18.000 per kg.
”Banyak pelanggan saya, khususnya pelaku usaha kuliner, mengurangi pembelian beras yang biasanya 10 kg setiap minggu turun hingga 5 kg,” ujar Andri.