Hari raya Galungan dan Kuningan ini menjadi istimewa. Setelah dikotak-kotakkan saat pilpres, maka Galungan menyatukan.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
Rabu (28/2/2024) ini, umat Hindu merayakan Galungan. Hari besar keagamaan itu dirayakan setiap 210 hari atau enam bulan dalam hitungan kalender Bali. Namun, perayaan Galungan pada Rabu ini menjadi istimewa.
Perayaan Galungan, yang dilanjutkan dengan Kuningan pada 9 Maret 2024, kemudian hari raya Nyepi Tahun Baru Saka 1946 pada 11 Maret 2024, berlangsung dalam suasana pesta demokrasi Pemilu 2024. Sejumlah 3,26 juta warga Bali yang terdaftar pada daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 turut menyumbangkan suara bersama 200 juta lebih warga Indonesia yang menjadi pemilih dalam pemilu presiden dan wakil presiden, pemilu DPD, dan pemilu legislatif.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Penghitungan suara untuk Pemilu 2024 itu masih berlangsung. Saat ini, rekapitulasi suara itu berjalan di tingkat kecamatan hingga 2 Maret 2024. Namun, melihat hasil sementara perolehan suara Pilpres 2024 di tingkat nasional ataupun di Provinsi Bali, calon pemimpin bangsa Indonesia untuk lima tahun ke depan sudah mengarah pada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, yaitu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Setelah beberapa bulan dikotak-kotakkan dengan pilihan politik dan capres yang berbeda-beda saat pemilu, menurut guru besar sosiologi agama di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana, I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, masyarakat Indonesia, khususnya warga Bali, sudah sepantasnya berkumpul lagi. Masyarakat bersama-sama merayakan kemenangan setelah pencoblosan Pemilu 2024. ”Galungan adalah kemenangan,” kata Suka Arjawa, Senin (26/2/2024).
Galungan adalah upacara yang dipercaya memberikan kekuatan spiritual dan kemampuan membedakan darma (kebenaran) dan adarma (kejahatan). Rangkaian menuju Galungan, menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali I Nyoman Kenak, Senin, sudah dimulai sedari perayaan Hari Suci Saraswati, yakni perayaan setiap Saniscara (Sabtu) Umanis Wuku Watugunungatas turunnya ilmu pengetahuan kepada umat manusia.
”Perayaan Galungan, yakni kemenangan darma atas adarma, dimulai dengan pembersihan rohani dan diturunkannya pengetahuan kepada umat,” kata Kenak. Setelah perayaan Saraswati, umat Hindu merayakan Pagerwesi setiap Buda (Rabu) Kliwon Wuku Sinta, lalu Tumpek Landep setiap Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Landep.
Hari-hari suci tersebut, lanjutnya, menjadi benteng rohani atau spiritual bagi umat dalam menjalani kesehariannya sampai menyambut Galungan pada Buda (Rabu) Kliwon Wuku Dungulan.
Berselang 10 hari setelah Galungan, umat Hindu merayakan Kuningan, yang jatuh pada Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Kuningan. Pada perayaan Kuningan, umat Hindu memuja para dewa, batara, dan pitara atau leluhur serta memohon keselamatan dan tuntunan secara lahir dan batin serta umur panjang.
Penjor
Persiapan masyarakat di Bali menyambut Galungan dan Kuningan disemarakkan dengan pemasangan penjor, yakni bambu panjang yang dihiasi janur, daun, dan buah serta umbi. Penjor menyimbolkan naga Basuki, yang dipercaya menjadi pemberi kesejahteraan. Penjor umumnya ditancapkan di luar area rumah di sebelah kanan pamedal, yakni pintu utama atau gerbang rumah.
Dikutip dari laman stahnmpukuturan.ac.id, penjor untuk Galungan, menurut akademisi Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan, Singaraja, I Made Gami Sandi Untara, menjadi simbol penting dalam menunjang pelaksanaan upacara.
Dalam artikel yang diunggah pada laman stahnmpukuturan.ac.id tanggal 8 November 2021, Sandi Untara menyebutkan, antara lain, penjor bermakna persembahan kepada Ida Sanghyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Bhatara Mahadewa yang berkedudukan di Gunung Agung. Semua perhiasan penjor merupakan anugerahnya yang berupa kemakmuran kepada umat manusia.
Lebih lanjut Suka Arjawa menambahkan, penjor merupakan simbol sosial untuk merayakan kegembiraan menyambut hari raya. Penjor, menurut dia, merupakan hiasan tradisional yang luar biasa indah karena terlihat menari-nari saat ditiup angin.
”Masyarakat Indonesia sudah sepantasnya merayakan kemenangan setelah pemilu ini,” kata Suka Arjawa. ”Kemenangan karena stabilitas sosial terjadi dan tidak ada konflik seperti yang pernah dikhawatirkan. Kemenangan karena saat pemilu berlangsung, interaksi sosial berlangsung gembira dan dinikmati masyarakat,” tambahnya.
Nyoman Kenak mengatakan, Galungan dimaknai sebagai perayaan kemenangan darma (kebenaran) dari adarma (kejahatan), utamanya kemenangan kebenaran pada bhuwana alit atau mikrokosmos, yaitu manusia, dalam menghadapi godaan Sang Kala Tiga dalam dirinya.
Masyarakat Indonesia sudah sepantasnya merayakan kemenangan setelah pemilu ini.
Perayaan Galungan yang dilanjutkan Kuningan pada awal 2024 ini, ujar Kenak, menjadi momen kemenangan bagi masyarakat Indonesia seusai mengikuti Pilpres dan Pileg 2024. ”Dengan segala hiruk-pikuk selama pemilu yang lalu, masyarakat Indonesia mampu memilih calon pemimpin bangsa di Pemilu 2024,” katanya.
Partisipasi masyarakat dalam pemilu, menurut Kenak, menjadi pelaksanaan darmanegara dari umat sebagai warga negara, khususnya dalam memilih guru wisesa, yakni pemimpin atau pemerintah. Adapun perayaan Galungan dan Kuningan merupakan implementasi darmaagama atau bakti umat kepada Tuhan Yang Maha Esa.