Kasus Demam Berdarah Melonjak, Pengendalian Diperkuat
Jumlah kasus demam berdarah selama Februari 2024 melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan Januari 2024.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Kasus demam berdarah di Sidoarjo, Jawa Timur, melonjak lebih dari dua kali lipat dalam kurun dua bulan belakangan. Menyikapi hal itu, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo berupaya keras mempercepat penanganan, memperkuat kewaspadaan, dan mengendalikan sebaran virus.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sidoarjo, jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) sampai dengan 28 Febuari 2024 mencapai 32 kasus, mayoritas anak-anak. Dari jumlah tersebut, sembilan kasus terjadi pada Januari 2024 dan 23 kasus terjadi pada Februari 2024. Hingga kini belum ada laporan kasus meninggal.
Artinya, jumlah kasus DBD selama Februari 2024 melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan Januari 2024. Tidak hanya itu, sebaran kasus penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti ini juga semakin meluas.
Pada Januari 2024, misalnya, kasus DBD hanya ditemukan di enam kecamatan, yakni Krembung, Wonoayu, Krian, Sidoarjo, Candi, dan Waru. Namun, pada Februari ini kasusnya telah merebak di 12 kecamatan, yakni Waru, Tulangan, Sidoarjo, Krian, Buduran, Tarik, Taman, dan Porong. Selain itu, Gedangan, Tanggulangin, Wonoayu, serta Sukodono.
Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo Fenny Apridawati menyikapi peningkatan kasus DBD yang sangat signifikan tersebut dengan terus berupaya memperkuat kewaspadaan dan pengendalian penyakit, serta mempercepat penanganan terhadap pasien.
“Upaya yang sudah dilakukan, antara lain, melakukan penyelidikan epidemiologi jika ada laporan kasus DBD, baik dari masyarakat maupun yang disampaikan oleh rumah sakit melalui sistem KDRS (kewaspadaan dini rumah sakit),” ujar Fenny, Rabu (28/1/2024).
Selanjutnya, melakukan fogging atau pengasapan di lingkungan sekitar tempat tinggal pasien jika hasil penyelidikan epidemiologinya dinyatakan positif. Adapun untuk mengendalikan sebaran virus dengue ditempuh dengan cara mendistribusikan larvasida atau abate kepada semua puskesmas.
Nyamuk Aedes aegypti ini menyukai air bersih untuk berkembang biak. Oleh karena itu, harus rajin menguras tempat penampungan air, seperti bak mandi, dan tempat-tempat lain, seperti pot bunga.
Selain itu, memantau perkembangan jentik nyamuk secara berkala di permukiman warga. Pemantauan ini dilakukan oleh petugas puskesmas, kader kesehatan, dan juru pemantau jentik atau jumantik di masing-masing desa.
Fenny menambahkan, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Bupati Sidoarjo tentang kewaspadaan dan pengendalian DBD. Surat ini ditujukan kepada semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD), kecamatan, dan desa di wilayah Sidoarjo.
Subkoordinator Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Dinkes Sidoarjo Yanto Lipu menambahkan, salah satu upaya mengendalikan peningkatan kasus demam berdarah adalah dengan menggiatkan kembali gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Gerakan PSN ini bisa dilakukan dengan strategis 3M plus, yakni menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, dan memanfaatkan limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur ulang). Salah satunya, rajin menguras tempat penampungan air di kamar mandi.
“Nyamuk Aedes aegypti ini menyukai air bersih untuk berkembang biak. Oleh karena itu, harus rajin menguras tempat penampungan air, seperti bak mandi, dan tempat-tempat lain, seperti pot bunga,” ucap Yanto Lipu.
Menurut Yanto, kasus demam berdarah berpotensi meningkat pada musim hujan karena ada genangan air bersih yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak. Contohnya air di hujan yang tertampung di talang rumah atau di dalam pot bunga.
Walakin, masyarakat harus rajin memeriksa lingkungan sekitar tempat tinggalnya dan membersihkannya secara rutin agar tidak menjadi sarang perkembangbiakan nyamuk pembawa virus dengue tersebut. Kerja bakti membersihkan lingkungan juga harus digalakkan.
Sementara itu, salah satu warga Sidoarjo, Yudha, berusia sekitar 40 tahun, mengatakan, anaknya yang masih berusia 4 tahun baru saja pulang dari rumah sakit. Anaknya itu dirawat selama empat hari karena menderita DBD.
“Saat itu anak saya panas selama tiga hari dan tidak kunjung turun meski sudah diberi obat penurun panas. Lantas diperiksa di laboratorium kesehatan dan hasilnya positif DBD,” ujar Yudha, warga Kecamatan Sukodono tersebut.
Yudha bersyukur kondisi kesehatan anaknya cepat membaik. Hal itu, antara lain, karena dia cepat memeriksakan anaknya ke fasilitas kesehatan terdekat sehingga penyakitnya terdeteksi sejak dini. Menurut karyawan swasta tersebut, penanganan yang cepat dan tepat pada penyakit demam berdarah sangat penting untuk mencegah kondisi pasien memburuk.