Dahulukan Pengembangan Kendaraan Listrik untuk Publik
Pengembangan kendaraan listrik harus mampu memenuhi kebutuhan publik lebih dahulu, Kendaraan pribadi sasaran setelahnya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Pengembangan kendaraan di Indonesia harus terlebih dahulu dilakukan pada kendaraan publik. Ketika volume produksinya telah memadai, pengembangan selanjutnya barulah dilakukan untuk kendaraan listrik pribadi.
”Seturut dengan konsep kebijakan pemerintah, pembangunan, pengembangan kendaraan listrik di Indonesia, harus dimulai dari kendaraan komersial. Harus dimulai dari bus, truk, atau taksi,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam paparannya dalam acara groundbreaking fasilitas kendaraan listrik komersial berbasis complete knock down (CKD) pertama di Indonesia di Desa Tempurejo, Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa (27/2/2024).
Kebijakan inilah yang diharapkan bisa dipahami oleh pihak swasta untuk terus mengembangkan kendaraan listrik komersial yang bisa dimanfaatkan publik. Tidak terburu-buru menggarap produksi kendaraan listrik pribadi.
Sejalan dengan garis kebijakan tersebut, lanjut Budi, kendaraan komersial di kota-kota besar yang masih bertenaga BBM dapat segera beralih ke tenaga listrik. Kebijakan ini pun diharapkan ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah yang kemampuan finansialnya baik dengan mengonversi kendaraan komersial yang dimiliki berenergi listrik. Khusus untuk di Jakarta, semua bus bertenaga BBM saat ini ditargetkan beralih 100 persen menjadi bus listrik tahun 2028.
Tidak hanya berhenti menjadi industri dan memproduksi kendaraan listrik untuk kebutuhan dalam negeri, dia pun berharap agar pihak swasta, produsen kendaraan listrik, juga mampu mengembangkan produksi untuk kebutuhan pasar luar negeri.
”Kami berharap industri kendaraan listrik ini juga bisa menjadi salah satu sektor yang mampu mendatangkan devisa,” ujarnya.
Produksi kendaraan komersial bertenaga listrik ini diyakini akan menarik perhatian dari sejumlah negara, terutama di lingkup Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Thailand, dan bahkan negara lainnya, seperti Vietnam.
Kepala Balai Pengelola Sarana dan Prasarana Perhubungan (BPSPP) Wilayah IV Dinas Perhubungan Jawa Tengah Bekora Seputranto menuturkan, hingga Desember 2023, jumlah kendaraan listrik di Jawa Tengah terdata mencapai 4.503 unit. Jumlah tersebut terdiri dari 643 kendaraan roda empat dan 3.860 kendaraan roda dua. Kebanyakan kendaraan listrik tersebut terdapat di Kota Semarang.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berupaya mendukung kebijakan pemerintah terkait dengan penggunaan kendaraan listrik. Itu seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Dukungan dilakukan dengan penempatan kendaraan listrik untuk kendaraan operasional di sejumlah dinas dan Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Akan ditambah pula sarana prasarana, seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Hingga saat ini, di Jawa Tengah telah tersebar 424 SPKLU, di mana salah satunya berada di kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Tengah.
Komisaris Utama PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR) Anindya N Bakrie mengatakan, VKTR nantinya direncanakan akan mampu memproduksi 3.000 bus listrik per tahun. Industri ini akan terus dikembangkan dengan memproduksi truk, dengan target total produksi bus dan truk, mampu mencapai sekitar 10.000-20.000 unit kendaraan per tahun.
Bus listrik, menurut dia, sebelumnya telah dijalankan dan menjadi sebagian dari armada bus Transjakarta. Saat ini, total bus listrik yang telah beroperasi mencapai 53 unit dan telah menempuh rute sepanjang 5 juta kilometer.
Selain ramah lingkungan dan mampu mengurangi emisi karbon, menurut dia, bus-bus listrik ini lebih disukai pelaju dari rumah ke kantor. ”Karena sama sekali tidak mengeluarkan suara berisik, seperti bus bertenaga BBM, para penumpang bus listrik pun mengaku lebih senang, merasa lebih tenang dan segar saat tiba di kantor,” ujarnya.