Komnas HAM: Kesimpulan Polisi Terkait Keracunan Gas PLTP Sorik Marapi Terlalu Dini
Komnas HAM ingatkan penyelidikan gas beracun di PLTP Sorik Marapi menyangkut keselamatan warga.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
PANYABUNGAN, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta kepolisian tidak mengambil kesimpulan dini terkait penyelidikan kebocoran gas beracun dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau PLTP Sorik Marapi di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Meskipun 105 warga dirawat di rumah sakit, polisi menyebut tidak ada kebocoran gas beracun di PLTP Sorik Marapi.
”Seharusnya kepolisian tidak boleh secara dini menyimpulkan kebocoran gas beracun bukan dari uji coba sumur PLTP Sorik Marapi. Semua pihak harus menunggu hasil investigasi yang menyeluruh karena ini menyangkut keselamatan warga,” kata Komisioner Pemantau dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing, Selasa (27/2/2024).
Uli menyebut, Komnas HAM telah memulai penyelidikan kasus kebocoran gas beracun di PLTP milik PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) itu. Mereka telah mengirim surat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meminta kronologi dan hasil investigasi. Dalam waktu dekat, Komnas HAM akan mengunjungi warga terdampak.
Sebanyak 105 warga Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga, sebelumnya disebut 101, dilarikan ke rumah sakit. Mereka mual, muntah, dan tidak sadarkan diri.
Hal itu terjadi setelah mereka menghirup gas beracun yang diduga bocor dari uji sumur baru PLTP Sorik Marapi, Kamis (22/2/2024) malam. Keracunan terjadi saat uji sumur baru dilakukan SGMP.
Keracunan gas setidaknya sudah enam kali sejak perusahaan beroperasi pada 2020. Tercatat lima korban jiwa pada 2021.
Uli mengatakan, mereka juga telah meminta Kementerian ESDM menghentikan operasional di Wellpad V, kawasan sumur baru yang diduga tempat kebocoran gas beracun H2S (hidrogen sulfida).
Uli menyebut, mereka juga meminta Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelidiki dugaan pelanggaran lingkungan hidup.
”Gakkum KLHK yang seharusnya punya kompetensi dan kewenangan untuk menyelidiki kasus itu,” katanya.
Kepala Polres Mandailing Natal Ajun Komisaris Besar Arie Sofandi Paloh mengatakan, hasil penyelidikan sementara dalam tiga hari terakhir, tidak ada kebocoran gas beracun H2S dari sumur panas bumi PLTP Sorik Marapi.
Penyelidikan dilakukan dengan reka ulang aktivasi sumur oleh PT SMGP, Polres Mandailing, serta Tim Gegana Kimia, Biologi, dan Radioaktif Polda Sumut. Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM juga ikut menyaksikan reka ulang.
”Hasil pemeriksaan melalui alat pendeteksi gas beracun tidak menemukan kebocoran gas, baik di lokasi sumur maupun desa,” kata Arie.
Arie menyebut, mereka juga sedang memeriksa lokasi pemandian air panas di hamparan belerang yang juga berada di sekitar desa. Pemeriksaan untuk melihat kemungkinan gas beracun berasal dari hamparan belerang seluas setengah hektar itu.
Kepala Teknik PT SMGP Ali Sahid menyebut, ada dua kali reka ulang serta berlangsung aman dan selamat. Hasil pemeriksaan data, prosedur, peralatan, serta fasilitas aktivasi sumur berlangsung dengan baik. Seluruh alat deteksi H2S menunjukkan nilai nol ppm (bagian per juta).
”Ini mengindikasikan tidak ada paparan gas H2S yang terdeteksi, baik di lokasi sumur Wellpad V, perimeter aman 300 meter, dan wilayah Desa Sibanggor Julu,” kata Ali.
Kariamin Lubis (37), warga Sibanggor Julu, menyebut, warga heran sudah beberapa kali keracunan gas terjadi, tetapi pihak perusahaan, kepolisian, dan Kementerian ESDM menyebut gas beracun tidak terkait aktivitas uji sumur PLTP Sorik Marapi.
”Sudah enam kali keracunan gas secara massal. Semua keracunan terjadi saat dilakukan uji sumur baru. Uji sumur diawali peringatan dan sosialisasi bahaya gas beracun melalui pengeras suara. Lalu, mengapa ketika kami keracunan, gas beracun disebut bukan dari PLTP Sorik Marapi,” kata Kariamin.
Kariamin menyebut, gas beracun itu baunya sangat menyengat, tetapi tidak berwarna apa pun. Baunya mirip telur busuk atau ban terbakar.
Bedanya, bau busuk itu terasa sangat pekat. Anak Kariamin yang masih kelas 2 SD mual, muntah, hingga lemas saat pulang salat dari masjid.
Anaknya yang lain berumur empat bulan juga sesak dan muntah meski berada di rumah. Seorang ibu di samping rumahnya pingsan setelah beberapa detik menghirup gas beracun.
Akibatnya, warga langsung mengungsi. Mereka yang terdampak parah dilarikan ke rumah sakit.
”Sebelum ada PLTP Sorik Marapi, kami hidup damai dari padi, aren, dan hasil bumi lainnya. Saat ini, kami setiap hari hidup dalam ketakutan,” kata Kariamin.