”Darah Segar” Lutung Jawa untuk Variasi Genetika di Semeru
Dua ekor lutung Jawa dilepasliarkan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru untuk menambah keturunan baru.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
Begitu pintu kandang habituasi terbuka, Tingting langsung menerobos kanopi hutan di kawasan RPTN Wilayah Senduro, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Lumajang, Jawa Timur, Jumat (23/2/2024). Lutung betina berumur 2 tahun itu meninggalkan temannya, Lifa, yang masih berumur 1 tahun, yang masih kebingungan di dalam kandang.
Memekik cat-cit berulang-ulang seolah enggan ditinggal, beberapa menit kemudian, Lifa akhirnya berhasil keluar kandang dan segera menyusul Tingting merayapi sulur pepohonan. Keduanya pun terlihat bergelantungan di dahan pepohonan hutan, sambil sesekali mendekati kandang habituasi yang telah mereka tempati dalam tiga hari terakhir.
Kedua primata dilindungi itu bakal benar-benar menuju belantara. Selama beradaptasi di sekitar kandang, lutung jawa (Trachypithecus auratus) itu akan terus dipantau oleh tim dari Javan Langur Center (JLC)-The Aspinall Foundation Indonesia.
Tingting merupakan lutung hasil serahan masyarakat di Lumajang pada 26 Januari 2023. Sementara Lifa berasal dari sitaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur dan Kepolisian Daerah Jawa Timur pada 8 Juni 2023.
Lifa disebut-sebut merupakan salah satu dari belasan ekor lutung yang ditemukan ketika jajaran Polda Jatim menangani kasus barang-barang ilegal.
Sebelum dilepasliarkan, baik Tingting maupun Lifa telah menjalani proses rehabilitasi di JLC di Coban Talun, Kota Batu. Selama masa rehabilitasi, beberapa tahapan telah mereka jalani, mulai dari karantina, sosialisasi dengan sesama lutung, hingga belajar memanjat dan mengenali pangan. Mereka juga dipastikan bebas dari penyakit.
”Pelepasliaran paling aman dilakukan setelah mereka berumur satu tahun. Di bawah satu tahun masih riskan,” ujar Iwan Kurniawan, Manajer JLC-The Aspinall Foundation Indonesia yang selama ini merehabilitasi lutung jawa.
Darah baru
Dilepasliarkannya Tingting dan Lifa bukan sekadar upaya menambah jumlah individu secara kuantitas, melainkan juga punya manfaat jangka panjang dari sisi kualitas. Dalam jangka panjang, keberadaan lutung dari luar kelompok itu bakal menjadi darah segar (fresh blood) sehingga keturunan mereka terhindar dari penurunan kualitas genetika.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) C Hendro Widjanarko mengatakan, pelepasliaran lutung pertama kali di kawasan TNBTS itu menjadi suplemen atau menambah darah segar bagi populasi lutung jawa yang sudah ada.
Populasi lutung jawa di sekitar Gunung Semeru itu dinilai masih terjaga. Saat ini ada 12 kelompok yang teridentifikasi dengan jumlah 5-20 ekor per kelompok. Sebagian dari mereka ada di wilayah Gucialit, Ireng-ireng (Senduro) di Kabupaten Lumajang, dan Coban Trisula di Poncokusumo, Kabupaten Malang.
Hendro menyebut terjaganya populasi lutung jawa tak terlepas dari kondisi hutan alam di wilayahnya yang masih terjaga. Hutan alam di TNBTS menjadi salah satu hutan yang masih tersisa di Jawa.
”Habitatnya masih terjaga. Jumlah makanan lutung juga masih melimpah. Kita selalu amati terus populasinya setiap tahun, termasuk menggunakan kamera trap,” ujarnya.
Perihal masuknya darah segar, Iwan mengatakan variasi genetika menjadi salah satu masalah yang memengaruhi pelestarian lutung jawa selain perburuan liar serta degradasi dan kebakaran hutan. Ketika habitat rusak, yang diikuti rusaknya sumber pakan, kualitas genetika juga memengaruhi dalam jangka panjang.
Jika lutung hanya melakukan perkawinan dalam satu kelompok saja (dengan saudara sendiri), mau tidak mau kualitas reproduksinya bakal rendah. Mereka tetap bisa beranak, tetapi kualitas spermatozoid menjadi kurang bagus jika dibandingkan perkawinan dengan keturunan dari luar kelompok.
”Efeknya, jika perkawinan dengan saudara sendiri, keturunan bisa cacat. Fisiknya bagus, tetapi dia steril. Itu semua karena masalah genetika yang tidak terlihat. Kalau hanya cacat fisik, tetapi mereka masih bisa beranak pinak, tidak begitu bermasalah. Kalau sudah steril lantas tidak ada keturunan, kan jadi bermasalah dalam jangka panjang,” papar Iwan.
Dia mencontohkan kondisi lutung di Cagar Alam Pulau Sempu. Lokasinya yang terisolisasi di seberang pantai membuat jumlah kelompok mereka tidak terlalu banyak. Jika anggota kelompok biasanya terdiri atas belasan ekor, di Sempu hanya 6-7 ekor. Ukuran fisik lutung di Pulau Sempu juga lebih kecil dari rata-rata.
Adapun Semeru sisi timur laut yang jumlah individu dalam satu kelompok masih di bawah 10 ekor menjadi titik-titik yang berpotensi untuk diberikan fresh blood. Pasalnya, melepasliarkan lutung tidak mudah jika dalam satu kelompok itu sudah ada pejantan dominan yang berpotensi menolak keberadaan pendatang. Upaya pelepasliaran pun lebih banyak dilakukan terhadap lutung betina.
The Aspinall Foundation Indonesia telah beberapa kali melepasliarkan lutung dengan fungsi sebagai fresh blood atau suplementasi. Bulan Januari lalu mereka melepasliarkan dua ekor lutung di Cagar Alam Pulau Sempu, Kabupaten Malang. Sebelumnya, mereka juga telah melepasliarkan di Pulau Nusa Barung, Jember.
Efeknya, jika perkawinan dengan saudara sendiri, keturunan bisa cacat.
Selama 2024 sudah empat ekor lutung dikembalikan ke alam. Sisanya ada 11 ekor masih kecil dan masih menjalani proses rehabilitasi. Selain fresh blood, pelepasliaran juga dalam rangka reintroduksi (memasukkan individu baru untuk menggantikan populasi yang telah berkurang) dan introduksi (pelepasliaran satwa ke bukan habitat alami).
Pihak TNBTS berupaya melestarikan satwa yang ada. Lutung menjadi salah satu dari tiga satwa prioritas di tempat itu. Dua hewan lainnya adalah macan tutul dan elang jawa. Untuk macan tutul saat ini populasi yang teridentifikasi sebanyak 24 ekor, sedangkan elang jawa 36 ekor.
Hendro pun mengaku satu-dua kegiatan perburuan masih ditemukan, tetapi bisa ditangani. Untuk meminimalkan kegiatan ilegal itu, pihak TNBTS membangun wisata minat khusus dengan mengajak masyarakat sekitar sebagai pengelola sehingga bisa bersama-sama menjaga hutan.
Mereka diberdayakan melalui kegiatan wisata konservasi, seperti di Darungan, Pronojiwo, Lumajang, yang menjadi lokasi taman anggrek pegunungan Tengger dan Semeru, serta wahana pengamatan burung. Semoga dengan berbagai langkah ini eksistensi Lutung di habitatnya terus terjaga….