Selama Pandemi, 38 Ekor Lutung Jawa Kembali ke Alam
Pandemi tidak memengaruhi kegiatan rehabilitasi lutung jawa. Dalam dua tahun terakhir, 38 ekor lutung jawa dikembalikan ke alam.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BATU, KOMPAS — Pandemi Covid-19 tidak memengaruhi kegiatan rehabilitasi lutung jawa. Pusat rehabilitasi lutung jawa, Javan Langur Center-The Aspinall Foundation Indonesia Program, di Kota Batu bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur telah melepasliarkan 38 ekor lutung jawa ke alam.
Lutung jawa (Trachyputhecus auratus) yang dilepasliarkan dalam dua tahun terakhir terbagi ke dalam delapan kelompok dengan jenis kelamin dan umur berbeda. Pelepasliaran terakhir dilakukan 31 Maret 2022 di seputar hutan lindung Coban Talun yang berbatasan dengan Taman Hutan Rakyat Raden Soerjo di Kota Batu.
Manajer Proyek Javan Langur Center-The Aspinall Foundation Indonesia Program (JLC-TAFIP) Iwan Kurniawan, Minggu (10/4/2022), mengatakan, proses rehabilitasi primata tetap berlangsung, tidak terkendala oleh pandemi.
Setiap tahun, pihaknya melakukan 3-4 kali proses pelepasliaran bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur. Yang membedakan hanya dari sisi jumlah petugas yang terlibat. Mereka dibatasi, tidak sebanyak saat kondisi normal. ”Selain itu, mereka juga harus sehat, swab, dan telah divaksin,” ujarnya.
Selain itu, kata Iwan, proses pemeriksaan kesehatan terhadap satwa juga ditambah. Sejak ada berita hewan di kebun binatang tertular Covid-19, maka lutung yang menjalani rehabilitasi juga mendapatkan pemeriksaan tambahan. Ini sesuai arahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Selain lutung yang dilepasliarkan, JLC-TAFIP juga tetap menerima lutung dari BBKSDA dan lembaga terkait untuk direhabilitasi. Selama pandemi, ada 37 ekor lutung masuk. Dari jumlah tersebut, 31 ekor dari BKSDA Jawa Timur dan enam ekor translokasi dari Pusat Rehabilitasi Primata Jawa-The Aspinall Foundation Jawa Barat.
Bahkan, pada 5 April lalu, JLC-TAFIP juga menerima titipan dua ekor kukang jawa (Nycticebus javanicus) dari BBKSDA Jawa Timur. Dua satwa yang terdiri atas induk dan anak tersebut berasal dari penyerahan oleh masyarakat di Sidoarjo. Sementara itu, dalam pelepasliaran terakhir, ada tiga individu yang dikembalikan ke alam, terdiri atas seekor lutung jantan berumur 7 tahun dengan nama Bagong dan dua ekor betina, masing-masing Yanti (2) dan Yosinta (8).
Perawat Satwa JLC-TAFIP, Heri Kiswoyo, mengatakan, ketiga lutung yang dikembalikan ke alam ini sebelumnya berasal dari penyerahan warga. Yanti sendiri hasil penyitaan dari Kepolisian Resor Pasuruan, sedangkan Bagong dari Jawa Barat.
”Mereka awalnya adalah satwa peliharaan dan alhamdulillah akhirnya bisa juga dirilis ke alam. Semuanya penyerahan dari warga dan penyitaan,” ujarnya. Dengan pelepasliaran ini, maka saat ini masih ada 23 ekor lutung yang masih menjalani proses rehabilitasi.
Hutan lindung di kawasan Coban Talun sendiri merupakan salah satu lokasi pelepasliaran lutung. Selain daerah itu, JLC-TAFIP biasanya melepasliarkan lutung di kawasan hutan lindung Malang selatan yang kondisi makanannya melimpah, seperti ara jejawi(Ficus retusa)danbengkinang (Elaeocarpusgraber).
Pemilihan Coban Talun, menurut Iwan, karena kawasan ini dinilai aman dari kompetitor dan minim aktivitas perburuan. Di kawasan itu terdapat satwa endemik lain, seperti kera ekor panjang, kukang jawa, elang jawa, dan macan tutul jawa. Namun, mereka memiliki teritorial perburuan mangsa berbeda.
Selain itu, populasi lutung di kawasan Malang selatan yang sudah cukup stabil juga menjadi alasan Coban Talun menjadi lokasi alternatif pelepasliaran. Dari pengamatan JLC-TAFIP, jumlah lutung di kawasan Malang selatan sedikitnya ada 153 ekor, sedangkan di Coban Talun (2015) tidak lebih dari 80 ekor.