Di tengah kenaikan harga beras, pelaku usaha warung makan tetap berusaha tidak menaikkan harga nasi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sejumlah pelaku usaha warung makan di Kota dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, terpaksa menyiasati kenaikan harga beras dengan membatasi porsi nasi yang mereka jual. Sebisa mungkin mereka tidak menaikkan harga agar tidak kehilangan pelanggan.
Satimin (46), pemilik warung makan di Kelurahan Panjang, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, Kamis (22/2/2024), menuturkan, jika sebelumnya dia membebaskan porsi nasi yang diminta pelanggan, sejak harga beras mencapai Rp 15.000 per kilogram (kg), porsi nasi pun diperhatikannya dengan lebih saksama.
”Jika pelanggan meminta lebih banyak dari takaran yang saya tetapkan, harga porsi makanan yang dibelinya saya tetapkan naik Rp 500 dibandingkan porsi biasa,” ujar pelaku usaha yang sudah 17 tahun membuka usaha warung makan ini.
Namun, hal itu pun tidak bisa diberlakukannya sama untuk semua pelanggan. Jika pembeli yang datang terlihat tidak mampu secara finansial, atau hanya membeli nasi dengan lauk sederhana, kenaikan harga itu tidak diberlakukannya.
Setiap hari, untuk kebutuhan berjualan di warung, Satimin biasa berbelanja 6-7 kg beras. Dengan kenaikan harga beras dan sejumlah bahan lainnya, saat ini biaya belanja harian untuk kebutuhan warung pun naik Rp 30.000-50.000 per hari, menjadi Rp 200.000-Rp 250.000.
Kenaikan harga beras saat ini juga makin diperparah oleh kenaikan berbagai bahan pangan lainnya, seperti telur, minyak goreng, dan cabai. Namun, kenaikan harga tiga komoditas tersebut tidak membuatnya menaikkan harga atau membatasi penjualan sambal, masakan berbahan telur, ataupun aneka gorengan.
Keputusan untuk tidak menetapkan kenaikan harga sebagai dampak kenaikan harga tiga komoditas tersebut sengaja dilakukan karena harga bahan-bahan tersebut memang cenderung fluktuatif.
”Kalau semua makanan di warung dinaikkan harganya, saya malah berisiko kehilangan banyak pelanggan,” ujarnya.
Suratmin (60), pelaku usaha warung makan di Desa Banyuurip, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, mengatakan, dirinya juga belum berani menaikkan harga makanan yang dijualnya.
Namun, ia membatasi porsi nasi yang diberikan untuk pelanggan. Kendati mengurangi sedikit porsi nasi yang diberikan, dia memastikan bahwa porsi tersebut disetujui pelanggan.
”Porsi nasi tergantung pada kesepakatan bersama dan tidak boleh ada yang merasa dirugikan. Namun, saya juga tetap membatasi karena sekarang harga beras mahal,” ujarnya.
Kalau semua makanan di warung naikkan harganya, saya malah berisiko kehilangan banyak pelanggan.
Untuk kebutuhan warung, Suratmin biasa berbelanja 5-6 kg beras per hari. Beras tersebut biasa dibelinya dari penggilingan padi dengan harga Rp 15.000 per kg.
Suratmin menuturkan, kenaikan harga memang menjadi dilema yang biasa ditemui pelaku usaha warung makan. Di tengah situasi terpukul oleh kenaikan harga bahan pangan, yang di satu sisi juga khawatir kehilangan pelanggan, pemilik warung makan biasa harus menelan risiko memperkecil keuntungan dan berharap harga bahan pangan bisa segera turun.
Tidak hanya pelaku usaha warung makan, warga dari kalangan rumah tangga juga mencari akal mencukupi kebutuhan pangannya. Nana (44), warga Kelurahan Wates, Kecamatan Magelang Tengah, mengatakan, dirinya saat ini juga terpukul dengan harga beras yang mencapai Rp 15.000 per kg.
Namun, untuk sementara ini, dia merasa cukup lega karena bisa memenuhi kebutuhan beras keluarganya dengan membagi beras dari bantuan sosial yang diterima ibunya.
”Ibu saya sekarang hanya tinggal sendirian. Oleh karena itu, bantuan beras 10 kg tersebut masih bisa dibagi untuk kebutuhan keluarga saya di rumah,” ujarnya. Di rumah, Nana tinggal bertiga bersama suami dan anak tunggalnya.
Beras murah
Kepala Kantor Bulog Cabang Kedu Ihsan Suraadilaga menuturkan, di tengah situasi kenaikan harga beras saat ini, Bulog Cabang Kedu menggelontorkan beras murah yang dijual dengan harga Rp 10.900 per kg. Volume beras murah yang didistribusikan ke enam kota/kabupaten di wilayah Kedu tersebut 30-50 ton per hari.
Beras murah tersebut dikirim untuk mengisi stok di pasar-pasar tradisional dan ritel. Sekalipun volume pembelian konsumen dibatasi maksimal dua kantong per orang, dia berharap beras murah tersebut bisa mencukupi kebutuhan bagi banyak warga.
Miyati (65), salah seorang pedagang beras di Pasar Rejowinangun, Kota Magelang, mengatakan, dirinya mendapatkan pasokan beras murah sebanyak 1 ton. Beras tersebut sangat diminati dan habis terjual dalam waktu kurang dari dua hari.
”Pembelian saya batasi hanya dua kantong per pelanggan. Namun, banyak pelanggan kemudian mengeluh dan mengatakan mereka sebenarnya berharap bisa membeli lima kantong beras,” ujarnya.
Di kios-kios di Pasar Rejowinangun, beras tersebut juga banyak diserbu para pedagang pengecer lainnya di luar pasar.
”Di luar pasar, para pengecer itu mungkin mengambil keuntungan dengan menjual beras murah tersebut dengan harga di atas Rp 10.900 per kg,” ujar Miyati.