Modusnya Beragam, Pencurian hingga Perampokan Rawan di Kota Bandung
Kasus pencurian dengan kekerasan meningkat di Bandung. Penjahatnya menargetkan perempuan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
Dalam sebulan terakhir, pencurian dan perampokan marak terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Modusnya beragam. Ujungnya menyasar harta korban, yang sebagian besar perempuan. Hidup yang semakin sulit hingga maraknya budaya kekerasan lagi-lagi diduga menjadi beberapa dari beragam penyebabnya.
Jarum jam nyaris menunjukkan pukul 21.00 WIB saat Sapila Dwi Anjani (21) masih berada di depan sebuah kantor bank di Jalan Sukaluyu, Kelurahan Pasirbiru, Kamis (15/2/2024). Tidak ada kekhawatiran. Jalanan masih terbilang ramai.
Saat itu, Sapila hendak pulang ke rumah. Namun, ia berhenti sejenak menghubungi kawannya melalui telepon genggam.
Akan tetapi, momen tak terduga itu datang mengancamnya. Tiga pemuda datang menggunakan satu sepeda motor. Berhenti di depan Sapila, salah satunya menyapa ramah.
Pemuda itu meminta bantuan Sapila. Dia ingin menggunakan layanan hot spot wifi atau layanan berbagi data internet di telepon seluler Sapila. Seperti terbius, Sapila tidak curiga. Dia menyerahkan ponselnya.
Akan tetapi, setelah sadar ada yang tidak beres, Sapila cepat meminta kembali ponselnya. Bukannya mengembalikan, pemuda itu malah mengacungkan kapak.
Sontak, tubuh Sapila gemetar. Hal itu membuat para pelaku leluasa meninggalkan Sapila yang tidak berdaya.
Beruntung, Sapila tidak memendam takut itu lebih lama. Beberapa jam kemudian, ia mendatangi Polsek Panyileukan ditemani kerabatnya. Lima hari setelah kejadian, polisi menangkap semua pelaku.
Pada Rabu (21/2), semua pelaku dihadirkan dalam gelar perkara di Markas Polrestabes Bandung. Mereka adalah YS (27), DM (28), dan GL (21). Kali ini, mereka yang tidak berdaya.
Kepala Polrestabes Bandung Komisaris Besar Budi Sartono mengatakan, para pelaku sudah beberapa kali melakukan modus serupa. Sasarannya selalu perempuan. Dari pengakuan pelaku, barang curian digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
YS mengatakan, mereka selalu mencari tempat sepi sebelum beraksi. Bermodal senjata tajam, ia hanya mengincar perempuan. ”Biasanya perempuan tidak pernah memberikan perlawanan,” ucap Yatna.
Modus beragam
Dalam sebulan terakhir, beberapa kasus pencurian hingga perampokan terjadi di Kota Bandung. Korbannya juga perempuan.
Sehari setelah Sapila dirampok atau pada Jumat (16/2/2024) malam, kali ini korbannya adalah Neisa Verlianti. Dua pelaku menggunakan sepeda motor memepetnya saat melintas di Jalan Sukaluyu, Kecamatan Cibiru.
Akibatnya, Neisa terjatuh. Tanpa kasihan, pelaku lalu mengambil ponsel korban dan meninggalkannya begitu saja.
Polisi berhasil menangkap pelaku sehari kemudian. Pelaku, IW (31) dan JA (21), ditangkap di sebuah pangkalan ojek sepeda motor di wilayah Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Jaraknya sekitar 5 kilometer dari lokasi kejadian.
Ironisnya, kedua pelaku baru saja bebas dari penjara. Mereka residivis kasus serupa yang sebelumnya ditahan selama 1,5 tahun di Lembaga Permasyarakatan Kebon Waru Bandung.
Budaya kekerasan di tengah masyarakat yang semakin mengkhawatirkan memicu beragam kasus perampokan dan pencurian.
Kasus perampokan lain yang menjadi pembicaraan adalah penyekapan tiga orang di sebuah rumah di Perumahan Bandung Timur Regency, Cinambo, pada 7 Februari 2024. Dua korban adalah perempuan dan anak-anak. Bukan menggunakan kapak yang mengancam Sapila, empat pelaku mengancam korban dengan senjata airsoft gun.
Mereka juga mengaku sebagai anggota Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menggasak laptop, telepon seluler, dan mobil. Tiga hari kemudian, tiga pelaku ditangkap di Garut. Namun, seorang lagi masih buron.
Budaya kekerasan
Kriminolog dari Universitas Padjadjaran, Yesmil Anwar, berpendapat, maraknya pencurian dan perampokan masih tidak lepas dari kondisi ekonomi yang sulit di awal tahun ini. Demi uang, pelaku nekat mengancam nyawa korban.
Faktor lainnya, menurut Yesmil, adalah budaya kekerasan di tengah masyarakat yang kini semakin mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari maraknya kasus tawuran serta perundungan. Keberadaan media sosial membuat konten-konten kriminalitas lebih mudah dilihat banyak orang.
”Upaya mencegah tindakan kekerasan tak hanya tanggung jawab pihak kepolisian. Tokoh masyarakat di lingkungan dan tokoh agama diharapkan turut berperan meminimalkan budaya kekerasan di tengah warga,” papar Yesmil.