Komitmen Bali Net Zero Emission 2045 Diawali di Nusa Penida
Nusa Penida jadi basis pembangunan EBT menuju Bali Net Zero Emission 2045. Pengembangan EBT mendukung pariwisata Bali.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Strategi mengejar target Bali menuju emisi nol bersih atau net zero emission/NZE 2045 dimulai dari Nusa Penida di Kabupaten Klungkung. Nusa Penida direncanakan menjadi kepulauan berbasis energi baru terbarukan atau EBT.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam diskusi serangkaian temu media terkait inisiatif Bali Net Zero Emission 2045 di Kota Denpasar, Bali, Rabu (21/2/2024). Diskusi juga menghadirkan narasumber I Nyoman Satya Kumara, Sekretaris Center of Excellence Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana, Bali.
Menurut Fabby, terdapat tiga alasan utama menjadikan Nusa Penida, kecamatan di Kabupaten Klungkung, itu sebagai pulau dengan 100 persen energi baru terbarukan. Pertama, ketersediaan potensi energi terbarukan yang melimpah. Berikutnya, letak Nusa Penida yang terpisah dari Pulau Bali. Terakhir, potensi ekonomi dari pengembangan pariwisata hijau (green tourism) di Nusa Penida.
Nusa Penida, kecamatan di Kabupaten Klungkung, memiliki potensi untuk pengembangan energi baru terbarukan. Spot ikonik di Nusa Penida, yakni Jembatan Kuning Lembongan, yang didokumentasikan awal Juli 2022.
”IESR melihat potensi provinsi dan pulau dalam mendukung upaya net zero emission,” katanya.
IESR bersama Koalisi Bali Emisi Nol Bersih menyusun peta jalan dan mengadakan kampanye publik mendukung keberlanjutan target Bali menuju emisi nol bersih. IESR kemudian membuat kajian analisis dengan berbasis di Nusa Penida bersama CORE Universitas Udayana.
Hasil kajian di Nusa Penida dipaparkan Marlistya Citraningrum dan Alvin Putra Sisdwinugraha dari IESR, sebelum sesi diskusi. Disebutkan, wilayah kepulauan Nusa Penida memiliki potensi EBT mencapai 3.219 megawatt, di antaranya diperoleh dari pemasangan pembangkit listrik tenaga surya, biomassa, dan biodiesel. Analisis IESR juga memasukkan potensi penyimpanan daya hidro terpompa (PHES) hingga 22,7 megawatt (MW) dan kebutuhan sistem penyimpanan energi dalam baterai (BESS).
Dari pemodelan IESR, sumber energi dominan adalah PLTS karena teknologinya semakin murah dan sumber energinya melimpah. Saat ini PLTS sudah dipasang di Desa Suana, Nusa Penida, dengan kapasitas 3,5 MW.
Dukung pariwisata
Lebih lanjut Fabby mengatakan, pengembangan pemanfaatan EBT di Nusa Penida menjadi penting bagi Bali karena akan mendukung dan memberikan nilai tambah bagi pariwisata Bali, selain mendukung komitmen Bali dan Indonesia menuju target emisi nol bersih. Ia mengakui, pembangunan pembangkit dan pengembangan EBT itu membutuhkan investasi.
Namun, investasi di pengembangan EBT dan pembangunan pembangkit EBT itu akan menguntungkan dan biaya produksinya akan menjadi lebih murah dibandingkan dengan membangun pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil.
Marlistya Citraningrum dari IESR memaparkan hasil kajian pengembangan EBT dalam diskusi terkait inisiatif Bali Net Zero Emission 2045 di Kota Denpasar, Rabu (21/2/2024).
Sekretaris CORE Universitas Udayana Satya Kumara mengatakan, Bali dan Nusa Penida kerap dijadikan percontohan proyek pengembangan EBT. Namun, pengembangan EBT di masa lalu kerap terkendala dan tidak berlanjut karena tidak disesuaikan kapasitas dan kondisi wilayah ataupun kondisi sosial di daerah.
Pengembangan EBT di Nusa Penida menjadi potensial dan akan berdampak ke pengembangan daerah. ”Kebutuhan listrik ke depannya akan terus bertambah dan semakin banyak. Kami dari akademisi dan CORE Udayana sangat mendukung upaya transisi energi dari berbasis fosil ke energi bersih,” kata Satya.
Putra Sisdwinugraha dari IESR memaparkan hasil kajian pengembangan EBT dalam diskusi terkait inisiatif Bali Net Zero Emission 2045 di Kota Denpasar, Rabu (21/2/2024).
Sejauh ini, Pemprov Bali memiliki komitmen meningkatkan pemanfaatan EBT dan mendorong pengembangan EBT demi mencapai dekarbonisasi pada 2030. Salah satunya melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Pergub Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih.
Kebutuhan listrik ke depannya akan terus bertambah dan semakin banyak. Kami dari akademisi dan CORE Udayana sangat mendukung upaya transisi energi dari berbasis fosil ke energi bersih.
Selain itu, Pemprov Bali pada Agustus 2023, bersama mitra nonpemerintah dalam Koalisi Bali Emisi Nol Bersih, yakni IESR, World Resources Institute (WRI) Indonesia, New Energy Nexus Indonesia, dan CAST Foundation, mendeklarasikan komitmen Bali menuju emisi nol bersih (NZE) 2045.