Harga beras yang masih tinggi di Kalimantan Tengah menyiratkan ironi terjadi di lumbung pangan nasional.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Harga sejumlah barang kebutuhan pokok masih tinggi di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Beras dan daging ayam potong yang paling dikeluhkan ibu rumah tangga karena harganya meroket. Pemerintah pun berupaya kontrol harga dengan membuat pasar penyeimbang.
Noviyanti (34), aparatur sipil negara yang tinggal di Jekan Raya, Kota Palangkaraya, mengatakan, harga beras dan daging ayam sudah naik sejak sebelum Pemilu 2024. Kenaikan itu membuatnya menghemat uang belanja.
”Kalau beras, saya pasti beli yang 15 kilogram. Namun, karena semuanya sekarang harganya mahal, saya kurangi beli ayam atau ikan,” ungkap Noviyanti di Palangkaraya, Senin (19/2/2024).
Kalau biasanya ia membeli 1 kg ayam, kini dikurangi menjadi setengahnya. Begitu pula dengan ikan.
Siti Arianti (40), pedagang barang kebutuhan pokok di Pasar Besar Kota Palangkaraya, menjelaskan, harga beras terus naik sejak tahun lalu. Kenaikan harga itu, menurut dia, terjadi karena banyak faktor, seperti gagal panen, banjir, hingga permintaan yang naik saat Natal dan Tahun Baru.
Biasanya ia memesan beras dari Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng. Namun, sejak November 2023, ia terpaksa memesan ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan, karena selalu kehabisan stok saat belanja di Pulang Pisau.
”Mau enggak mau beli di Banjarmasin karena jauh harganya pasti beda, biaya ngirim ke sini, dan macam-macam lagi,” kata Siti.
Harga beras dengan jenama Lahap, kata Siti, harga normalnya hanya Rp 120.000 per 10 kg pada September 2023. Harganya naik sejak ia belanja di Banjarmasin menjadi Rp 145.000 per 10 kg. Saat ini, harganya naik lagi menjadi Rp 160.000 per 10 kg.
Sementara harga beras dengan jenama Pangkoh yang biasa dijual Rp 190.000 per 15 kg kini menjadi Rp 205.000. ”Kalau beras, harganya enggak pernah turun,” ujarnya.
Selain beras, harga daging ayam potong juga naik sejak sebelum Pemilu 2024. Ashanti (30), pedagang ayam potong di Pasar Kahayan, Kota Palangkaraya, mengungkapkan, harga ayam potong normalnya berkisar di Rp 32.000 sampai Rp 35.000 per kg. Harganya kini menjadi Rp 40.000 sampai Rp 42.000 per kg.
”Harganya naik sudah dari sebelum pemilu. Mungkin nanti turun tetapi enggak tahu kapan. Saya kan ngambil (beli) dari pedagang ayam di Pasar Besar, dari sana harganya sudah naik,” ungkap Ashanti.
Tak hanya beras dan daging ayam, harga cabai rawit merah yang pada awal tahun hanya Rp 40.000 per kg kini naik hingga Rp 50.000 per kg. Lalu harga telur ayam yang semula Rp 26.500 kini menjadi Rp 27.700 per kg.
Melihat kondisi itu, sejak awal Februari, Pemerintah Provinsi Kalteng membuka kembali pasar penyeimbang dengan harapan bisa mengontrol harga. Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Edy Pratowo mengungkapkan, pasar penyeimbang merupakan bentuk intervensi pemerintah terhadap kenaikan harga.
Kehadiran pasar penyeimbang bisa membantu masyarakat, khususnya yang kurang mampu. Apalagi, di sini semuanya terjangkau karena disubsidi.
Pasar ini dibuka setiap pagi pukul 08.00 WIB sampai pukul 12.00. Di dalamnya pemerintah menjual berbagai kebutuhan pokok, mulai dari beras hingga minyak goreng, juga daging ayam potong, dengan harga normal karena langsung dari distributor. Pemerintah menyubsidi biaya distribusi sehingga masyarakat bisa membeli dengan harga lebih murah dari harga di pasar.
”Dengan adanya intervensi pemerintah, maka diberikan subsidi kepada masyarakat. Kami berharap semoga dengan adanya kegiatan pasar penyeimbang ini, stabilitas harga bisa terjaga dengan baik,” kata Edy.
Namun, sampai saat ini pasar penyeimbang belum berhasil menurunkan harga meskipun barang pokok yang dijual ludes dibeli masyarakat. Namun, pasar penyeimbang bukan pasar utama yang mampu memenuhi permintaan, selalu terjadi kekurangan.
”Memang tidak bisa langsung, tetapi paling tidak kehadiran pasar penyeimbang bisa membantu masyarakat, khususnya yang kurang mampu. Apalagi, di sini semuanya terjangkau karena disubsidi,” ujar Edy.
Ironi
Kenaikan harga beras dilihat sebagai bentuk ironi karena Kalteng didapuk sebagai lumbung pangan nasional sejak kehadiran Program Strategis Nasional (PSN) yang dikenal dengan sebutan food estate.
Terdapat dua komoditas utama dalam program tersebut, yakni padi dan singkong. Program singkong kini ditanami jagung di lahan seluas lebih kurang 600 hektar, sedangkan komoditas padi dibagi menjadi dua bagian.
Seharusnya dengan luas produksi ditambah, produksi beras di Kalteng menjadi berlimpah. Namun, kenyataan justru sebaliknya.
Pertama, program intensifikasi atau mengintensifkan kembali sawah petani yang sudah ada luasnya di Kalteng mencapai lebih kurang 31.000 hektar di dua kabupaten, yakni Kapuas dan Pulang Pisau. Program kedua disebut ekstensifikasi atau pembuatan sawah di lahan baru yang luasnya, sampai saat ini, mencapai 16.644 hektar (Kompas.id, 9 Oktober 2022).
Direktur Save Our Borneo Muhammad Habibi mengungkapkan, seharusnya dengan luas produksi ditambah, produksi beras di Kalteng menjadi berlimpah. Namun, kenyataan justru sebaliknya.
”Ada kegagalan dalam proyek ini, terutama yang singkong. Ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam mengurus pangan,” kata Habibi.