Tiga Siswa SD di Indramayu Tewas Tenggelam, Dugaan Kelalaian Diselidiki
Kasus tewasnya tiga siswa SDN 1 Lajer di Indramayu diselidiki. Saat itu, korban mengikuti kegiatan sekolah.
INDRAMAYU, KOMPAS — Dugaan kelalaian pada kasus tewasnya tiga siswa Sekolah Dasar Negeri 1 Lajer di Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, diselidiki polisi. Korban meninggal karena tenggelam saat mengikuti kegiatan sekolah yang diduga terkait pramuka.
”Untuk membuat terang suatu peristiwa, kami lakukan penyelidikan dengan meminta keterangan saksi-saksi yang terkait,” ujar Kepala Kepolisian Sektor Tukdana Ajun Komisaris Iwa Mashadi, Minggu (18/2/2024). Penyelidikan dilakukan untuk menelusuri dugaan kelalaian dalam kasus tersebut.
Peristiwa itu bermula ketika sejumlah siswa SDN 1 Lajer melakukan kegiatan yang diduga sebagai syarat kecakapan umum untuk anggota pramuka, Sabtu (17/2/2024). Dalam acara itu, menurut Iwa, para siswa berjalan jauh melewati sawah dan menyusuri tanggul Sungai Panarikan di Tukdana.
Baca juga: Ikut Kegiatan Sekolah, Tiga Siswa SD di Indramayu Tewas Tenggelam
Para siswa yang mengenakan baju olahraga sekolah ini lalu berhenti dan turun ke sungai. ”(Badan) Anak-anak ini pada kotor, kemudian cuci kaki, cuci sepatu di situ (sungai). Ternyata, sungainya itu ada yang agak dalam sehingga arusnya deras (dan tiga siswa) kebawa hanyut,” ungkap Iwa.
Pihaknya masih mendalami apakah para siswa ke sungai untuk membersihkan seragam atau sekaligus bermain. ”Kami belum bisa pastikan (penyebab siswa tenggelam) karena kami belum dapat keterangan dari pihak sekolah. Apalagi, pembimbingnya juga masih dalam keadaan belum sadar (sepenuhnya),” katanya.
Pembimbing pramuka di SDN 1 Lajer itu, kata Iwa, sedang menjalani perawatan di rumah sakit setelah berupaya menyelamatkan korban yang hanyut. Saat kejadian, para siswa tidak mengenakan alat keselamatan, seperti pelampung atau menggunakan tali pegangan. Padahal, kedalaman sungai bisa 2-3 meter.
Pendamping siswa dan sejumlah warga berupaya menyelamatkan tiga korban yang terseret arus. Mereka menemukan salah satu korban berinisial S. Siswa kelas V yang tidak sadarkan diri itu lalu dibawa ke puskesmas setempat. Namun, nyawanya tak tertolong.
Tim SAR gabungan juga berupaya mencari dua korban lainnya. Tim terdiri dari petugas Pos SAR Cirebon, polisi, TNI, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Indramayu, aparat Kecamatan Tukdana, hingga Kwartir Cabang Pramuka Indramayu. Pencarian dilakukan di area sungai.
Pada Sabtu pukul 19.50, tim menemukan korban lainnya berinisial M yang tersangkut di jembatan bambu area Sungai Panarikan. Jarak lokasi temuan korban kedua berkisar 50 meter dari tempat kejadian. Kedua korban telah disemayamkan di desa.
Pada Minggu, tim melanjutkan pencarian seorang korban lainnya berinisial R. Pencarian dibagi menjadi tiga tim dengan menyisir tiga lokasi. Pertama, area menuju jembatan Mekarsari yang berjarak sekitar 3 kilometer dari tempat kejadian. Kedua, area menuju jembatan Tugu sejauh 2,3 km.
Tim menggunakan perahu karet untuk menyisir sungai. Tim yang lain melakukan pencarian dengan observasi visual dari sisi sungai dari lokasi kejadian menuju jembatan Mekarsari.
”Pada Minggu pukul 09.15, tim akhirnya menemukan jenazah R,” kata Komandan Tim Rescue Pos SAR Cirebon Eddy Sukamto.
Korban ditemukan sekitar 500 meter dari lokasi kejadian awal. Selanjutnya, korban dievakuasi ke rumah duka untuk disemayamkan oleh pihak keluarga korban. ”Dengan telah ditemukannya korban, maka operasi SAR ditutup dan seluruh unsur SAR kembali ke satuannya masing-masing,” ungkapnya.
Wakil Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten Indramayu Baman menyampaikan dukacita dan simpati atas meninggalnya korban. Namun, dia belum bisa memastikan apakah korban meninggal saat mengikuti kegiatan kepramukaan atau bukan.
Menurut dia, korban menjalani kegiatan pembiasaan atau ekstrakurikuler sekolah yang biasanya berlangsung hari Sabtu. ”Namun, kalau itu kegiatan pramuka, bukan. Karena tidak ada yang mengenakan atribut pramuka, seperti seragam, tanda pandu, atau kacu Merah Putih,” katanya.
Pihaknya juga telah mengonfirmasi ke kwartir ranting dan cabang terkait kegiatan kepramukaan di SD tersebut. ”Kami cek ternyata tidak ada pemberitahuan. Bahkan, kepala sekolah juga tidak tahu. Kalau kegiatan pramuka, pasti ada surat pemberitahuan dan standar prosedurnya,” ujar Baman.
Evaluasi
Camat Tukdana Roehaenah mengatakan, kegiatan yang dilakukan di SDN 1 Lajer di Sungai Panarikan itu baru pertama kali digelar. Ia mengklaim tidak mendapatkan pemberitahuan terkait itu. Selain tidak adanya koordinasi dengan pemerintah setempat, ia juga menilai, minimnya persiapan dalam acara tersebut.
”Setiap pelaksanaan yang melibatkan banyak orang, terutama di sekolah, harus juga berhitung terhadap pengamanan. Jangan anak-anaknya berapa, pembinanya cuma satu,” ujarnya.
Dalam peristiwa itu, menurut Roehaenah, terdapat 21 siswa yang mengikuti jalan jauh. Namun, hanya ada satu pendamping.
”Evaluasi kami selanjutnya, dengan cuaca yang tidak menentu, seperti hujan, sebisa mungkin menghindari area-area perairan. Selanjutnya, kami akan terus menguatkan sarana-prasarana kebencanaan. Kami juga sudah membentuk tim satuan tugas kebencanaan tingkat kecamatan,” ujarnya.
Setiap pelaksanaan yang melibatkan banyak orang, terutama di sekolah, harus juga berhitung terhadap pengamanan. (Roehaenah)
Peristiwa tragis ini menambah panjang petaka kegiatan sekolah yang membuat nyawa siswa melayang. Pada Oktober 2021, misalnya, 11 siswa Madrasah Tsanawiyah Harapan Baru, Kabupaten Ciamis, tewas. Kala itu, mereka tengah menyusuri Sungai Cileueur dalam kegiatan kepanduan.
Dalam kasus itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Ciamis menjatuhkan vonis 2 tahun 6 bulan penjara terhadap Rofiah, pembina kepanduan. Rofiah terbukti lalai dalam kegiatan susur sungai.
Sebelumnya, insiden serupa juga terjadi di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (21/2/2020). Kegiatan ekstrakurikuler pramuka berupa susur Sungai Sempor yang diselenggarakan SMP Negeri 1 Turi, Sleman, menewaskan 10 siswi. Akibatnya, tiga guru di sekolah tersebut divonis pidana penjara 1,5 tahun oleh PN Sleman karena terbukti lalai.
Baca juga: Susur Sungai Ciamis Tewaskan 11 Anak, Terdakwa Divonis 2 Tahun 6 Bulan