Terkait Insiden Cicalengka, PT KAI Evaluasi Pengaturan Operasional Kereta Api
Tabrakan kereta api di Cicalengka, Bandung, disebabkan oleh anomali sinyal yang perlu diperhatikan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — PT Kereta Api Indonesia menerima dengan tangan terbuka rekomendasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi terkait insiden kecelakaan kereta api di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Perawatan, perbaikan sarana jalur rel, dan pengaturan operasional kereta api akan dievaluasi demi keselamatan semua pihak.
Sebelumnya, KA Turangga 65A dan KA Commuterline Bandung Raya 350 bertabrakan di Cicalengka, Jumat (5/1/2024) pagi. Empat petugas tewas dan puluhan penumpang terluka.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menggelar investigasi untuk menyelidiki penyebab kecelakaan. Pada Jumat (16/2/2024), KNKT memaparkan hasil investigasi itu kepada publik. Selain kemunculan anomali sinyal (uncommoned signal), faktor manusia ikut memengaruhinya.
Saat kecelakaan terjadi, Stasiun Cicalengka mengirim sinyal mekanik melalui sistem interface (penerjemah sinyal mekanik ke elektrik dan sebaliknya) tanpa perintah ke sistem persinyalan elektrik Stasiun Haurpugur. Sinyal itu mengindikasikan seolah-oleh telah diberi tanda ”blok aman” oleh Stasiun Cicalengka.
Akibatnya, petugas Stasiun Haurpugur pun memberangkatkan KRL Bandung Raya menuju Stasiun Cicalengka. Keputusan ini berujung kecelakaan.
Usia peralatan persinyalan di Stasiun Cicalengka yang tergolong tua juga berkontribusi terhadap kecelakaan yang terjadi. Sistem persinyalan mekanik di Stasiun Cicalengka berbeda dengan Stasiun Haurpugur yang sudah elektrik. Anomali terjadi pada penerjemahan sinyal di antara keduanya.
Sebelumnya, anomali sinyal tak diperintahkankan sudah terjadi empat kali sejak Agustus 2023. Namun, petugas menganggap hal itu biasa. Saat itu terjadi, biasanya dinormalkan kembali dengan mengatur ulang sistem.
Hasil investigasi ini jadi titik fokus yang harus diperhatikan, terutama di jalur yang ramai, apalagi di jalur Cicalengka ini melintas kereta jarak jauh dan commuterline. Ada pelajaran penting yang harus diambil dari kecelakaan ini (Djoko Setijowarno)
Vice President Public Relations PT KAI Joni Martinus akan mengevaluasi prosedur operasional standar yang berkaitan dengan perawatan rel dan perbaikan prasarana jalur rel. Dia berharap publik tetap menggunakan kereta api sebagai alat transportasi aman dan nyaman di tengah perbaikan kualitas.
”KAI menerima dengan terbuka rekomendasi KNKT. Kami akan kembali mengevaluasi prosedur perawatan dan perbaikan prasana jalur rel, serta teknik pengaturan operasional KA ketika terjadi gangguan,” kata Joni, Minggu (18/2/2024).
Berdasarkan Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) per Juni 2023, perjalanan KAI Commuter di Wilayah 2 Bandung mencapai 58 rangkaian. Sebanyak 46 rangkaian melintasi jalur Cicalengka. Perjalanan ini terdiri dari 40 Commuterline Bandung Raya relasi Padalarang-Cicalengka dan enam Commuterline relasi Garut/Cibatu-Padalarang/Purwakarta.
Adapun total kapasitas daya angkut penumpang KAI Commuter Wilayah 2 Bandung lebih kurang 64.000 orang. Merujuk data Desember 2023, volume penumpang di hari biasa 38.680 orang dan akhir pekan mencapai 51.598 orang.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno menyatakan, infrastruktur sinyal menjadi hal vital. Jika diabaikan, komunikasi yang terkendala dapat menyebabkan kecelakaan.
”Hasil investigasi ini jadi titik fokus yang harus diperhatikan, terutama di jalur yang ramai, apalagi di jalur Cicalengka ini melintas kereta jarak jauh dan commuterline. Ada pelajaran penting yang harus diambil dari kecelakaan ini,” ujarnya.
Djoko sepakat dengan rekomendasi KNKT kepada Kementerian Perhubungan dan PT KAI untuk mengganti sinyal mekanik menjadi elektrik agar problem serupa tidak terjadi lagi. Namun, saat ini, hanya jalur ganda (double track) yang menggunakan sistem sinyal elektrik, sedangkan jalur tunggal masih menggunakan sinyal mekanik.
Di samping itu, prosedur operasional standar para petugas juga perlu dibenahi karena dalam investigasi ditemukan petugas stasiun yang abai terhadap anomali sinyal. Menurut Djoko, perbedaan antara sinyal mekanik dan elektrik ini membuat petugas di lapangan harus paham kedua hal tersebut untuk memastikan keselamatan perjalanan.
”Di Pulau Jawa, masih ada 20 persen jalur tunggal yang masih menggunakan sinyal mekanik. Menurut saya, tidak perlu menunggu jalur ganda, semua langsung diganti dengan elektrik demi keselamatan. Petugas yang ditempatkan juga harus memiliki kemampuan mengoperasikannya,” ujarnya.