Dua Arca dan Satu Prasasti di Museum Kailasa Dieng Direkomendasikan Jadi Cagar Budaya
Arca Siwa Trisirah (berkepala tiga), arca Ganesha, dan Prasasti Mangulihi Dieng dikaji untuk jadi benda cagar budaya.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS — Arca Siwa Trisirah, arca Ganesha, dan Prasasti Mangulihi yang berada di Museum Kailasa, Dieng, mulai dikaji oleh Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Banjarnegara. Tim melakukan kajian lapangan dengan melihat kondisi benda-benda tersebut untuk direkomendasikan menjadi benda cagar budaya.
Dengan menjadi cagar budaya, diharapkan benda-benda itu bisa lebih bernilai historis dan kian terjaga kelestariannya. Di satu sisi pemda punya kepedulian untuk melindungi dan juga untuk mengantisipasi jangan sampai benda-benda ini dicuri orang tidak bertanggung jawab.
”Harapannya, kalau dipayungi dengan payung hukum cagar budaya bisa lebih terlindungi dan masyarakat bisa lebih peduli,” kata Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Banjarnegara Heni Purwono, saat dihubungi dari Banyumas, Minggu (18/2/2024) sore.
Heni menyampaikan, selama ini ada kecenderungan dari masyarakat menutupi penemuan arca ataupun prasasti-prasasti yang ada di lahan masing-masing. Ada kekhawatiran jika tanahnya tidak bisa dibangun atau dipakai dan ada ketakutan benda-benda itu disita. Padahal, benda-benda itu tetap bisa berada di kawasan mereka, asalkan dijaga dan dilestarikan.
”Ketika itu ada di tanah masyarakat, kalau memang perlu diambil dan diamankan di Museum Kailasa, ya, diambil. Namun, kalau tetap di situ dan masyarakat bisa menjaga, itu tidak apa-apa,” paparnya.
Heni mengatakan, dengan penetapan cagar budaya, benda-benda bersejarah itu bisa terdokumentasi, terdaftar, serta memperkaya nilai historis kawasan Dataran Tinggi Dieng sehingga bisa meningkatkan pariwisata Dieng. ”Di Museum Kailasa ada ratusan benda, tiga benda ini jadi yang perdana akan diajukan menjadi cagar budaya. Tahapannya di kabupaten dahulu sekitar dua bulan, kemudian meningkat di provinsi, lalu nasional. Secara bertahap tim akan mengkaji benda-benda lain di sana,” ujar Heni.
Heni berharap masyarakat proaktif melaporkan dan mendaftarkan arca-arca atau benda-benda sejarah yang ada di tanahnya. Jika memang bisa ditetapkan sebagai cagar budaya, benda itu bisa menjadi daya tarik khusus pengunjung untuk singgah di tanahnya yang mungkin saja bisa menjadi obyek wisata baru yang mendatangkan manfaat ekonomi.
Prasasti itu menceritakan tentang pembebasan pajak bagi tanah sima (perdikan) yang didirikan tempat suci dan dihadiri pendeta.
Adapun Prasasti Mangulihi Dieng, kata Heni, punya arti penting sebagai petunjuk bahwa Dieng di masa lalu merupakan kawasan peribadatan yang sangat penting. ”Prasasti itu menceritakan tentang pembebasan pajak bagi tanah sima (perdikan) yang didirikan tempat suci dan dihadiri pendeta. Artinya, di masa lalu Dieng merupakan pusat ibadah dan juga kebudayaan yang penting di era Mataram kuno,” ujarnya.
Heni mengatakan, prasasti tersebut juga menunjukkan budaya literasi di Dieng yang tinggi karena selain prasasti ini ada lebih dari 20 prasasti lain yang tersimpan di Museum Nasional Jakarta.
”Prasasti yang lain mungkin masih ada, barangkali masih terpendam. Kita berharap ke depan ada lagi temuan benda-benda cagar budaya dari masyarakat sehingga narasi sejarah Dieng akan lebih lengkap dan itu tentu menjadi daya tarik wisata sejarah tersendiri,” katanya.
Sekretaris TACB Banjarnegara Aryadi Darwanto menyebutkan, ketiga benda tersebut mendesak untuk ditetapkan karena memiliki keunikan tersendiri dan juga memiliki nilai sejarah yang tinggi. ”Arca Siwa dengan tiga kepala tidak banyak jumlahnya. Adapun arca Ganesha, meski kepalanya sudah tidak ada, ukurannya termasuk yang paling besar ditemukan di Dieng. Semoga bisa ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat nasional,” kata Aryadi.
Kepala UPT Kawasan Wisata Dieng Sri Utami mengapresiasi pengkajian oleh TACB tersebut. Menurut dia, kekuatan utama wisata Dieng selain alam juga sejarahnya.
”Semakin banyak nilai sejarah di Dieng yang terungkap, maka akan semakin menarik wisatawan dan pada akhirnya masyarakat akan diuntungkan. Maka, saya mengajak masyarakat Dieng untuk bersama-sama menjaga kelestarian cagar budaya yang ada di Dieng,” kata Utami.