Berbagai Siasat Warga Surabaya Hadapi Mahalnya Beras
Tingginya harga beras premium dorong warga Surabaya hemat dan ubah pola konsumsi nasi agar tak ganggu pengeluaran lain.
SURABAYA, KOMPAS — Warga Surabaya, Jawa Timur, bersiasat atasi harga beras premium yang terus naik, di antaranya dengan berhemat dan mengubah pola konsumsi.
Harga beras premium naik 38-39 persen sejak awal tahun. Itu berarti setiap hari terjadi kenaikan rerata sampai 1 persen. Awal tahun ini, harga beras premium Rp 13.000 per kilogram. Akan tetapi, harganya sudah tembus Rp 18.000 dalam dua pekan terakhir .
Situasi ini memaksa kalangan warga, terutama yang berpenghasilan pas-pasan, untuk bersiasat. Upah minimum kota Surabaya 2024 senilai Rp 4,725 juta. Keterbasan itu memaksa mereka harus berhemat dan mengubah pola konsumsi.
Sampai dengan Jumat (16/2/2024), dua hari seusai pemungutan suara Pemilu 2024, beras premium masih tinggi harganya, yakni Rp 18.000 per kg. Beras medium juga sudah cenderung langka di pasar meskipun harganya masih Rp 10.900 per kg.
Situasi serupa ternyata juga terjadi untuk beras premium. Meskipun ada pada berbagai tempat penjualan bahan kebutuhan pokok di Surabaya, stok beras premium mulai terbatas. Ini bisa dilihat dari ketiadaan komoditas ini di rak pajang sejumlah ritel. Untuk membeli beras premium, terkadang konsumen harus memesan atau meminta terlebih dahulu.
Baca juga: Harga Beras di Surabaya Terus Meroket Bersamaan dengan Pemungutan Suara
Penghematan terpaksa ditempuh agar pengeluaran untuk beli beras tidak sampai mengganggu kebutuhan sekolah, kesehatan, dan transportasi.
Lalu, bagaimana siasat warga menghadapi harga beras premium? Ada yang mengurangi konsumsi dari tiga kali makan nasi menjadi dua kali dalam sehari. Makan nasi juga bisa diganti dengan bahan pangan lain, seperti mi, olahan umbi, dan ketela.
”Penghematan terpaksa ditempuh agar pengeluaran untuk beli beras tidak sampai mengganggu kebutuhan sekolah, kesehatan, dan transportasi,” kata Sugiyono (45), warga Kecamatan Jambangan. Pegawai swasta dengan dua anak remaja ini berharap ada upaya serius dari rezim Presiden Joko Widodo untuk segera mengendalikan harga pangan.
Sugiyono beralasan, beras belum bisa tergantikan dengan mudah sebagai konsumsi utama masyarakat, terutama di metropolitan seperti Surabaya. Beras juga menjadi sandaran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pangan yang menghidupi banyak orang. Olahan beras menjadi nasi, bubur, lontong, dan kupat merupakan keutamaan untuk soto, sate, bubur, sambalan, penyetan, dan warung makan.
”Kalau harga beras tidak dikendalikan, masyarakat jelas susah. Saya saja harus berpuasa dan berhemat, artinya menderita,” ujar Sugiyono.
Baca juga: Kenaikan Ongkos Produksi Lambungkan Harga Beras di Jatim
Slamet (50), penjual nasi goreng keliling di Jambangan, terpaksa mencampur beras medium dan premium. Komposisi tidak boleh medium lebih banyak daripada premium. Beras medium terasa kurang enak. ”Kalau diolah jadi nasi goreng, dibumbui, jadi agak tersembunyi. Saya juga mengurangi masak nasinya, jangan sampai kelebihan,” ujarnya.
Menurut Slamet, dalam semalam hanya menghabiskan 5 kg beras dari 1 kg beras medium dan 4 kg beras premium. Menanak nasi pada pagi, sedangkan berjualan nasi goreng pada petang sampai tengah malam atau sehabisnya dagangan.
Sumiyati, pengelola warung nasi di Gayungsari, mengatakan tidak berani mencampur beras premium dengan yang medium. Pencampuran dapat memengaruhi ketahanan dan rasa nasi. Jika konsumen merasa nasi di warungnya tidak lagi enak akan pergi.
”Usaha begini ini, kan, dibangun dari kepercayaan,” kata Sumiyati. Di saat harga beras premium tinggi, yang terpaksa disampaikan ke konsumen ialah sedikit menaikkan harga sepiring nasi atau sedikit mengurangi porsinya.
Selain itu, ia juga mengurangi menanak nasi 10-15 persen dari biasanya untuk menekan potensi tidak habis dan terpaksa membuang. Membuang nasi, sayur, dan lauk yang tidak laku dan akan basi merupakan konsekuensi logis usaha warung makan.
Cara lain, warung yang buka sejak pagi akan menurunkan harga pada sore dengan harapan makanan buatannya segera habis. Namun, kesegaran dan rasa makanan yang dibuat pada pagi dan dikonsumsi sore tentu menurun.
Baca juga: Diklaim Stoknya Berlimpah, Harga Beras di Jatim Justru Melambung
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya Antiek Sugiharti mengatakan, kenaikan harga beras premium karena pasokan dari daerah penghasil belum stabil. Bulan ini masih dalam masa musim tanam dengan perkiraan panen sudah terjadi paling cepat bulan depan atau Maret 2024.
Artinya, beras premium yang beredar saat ini di ibu kota Jatim tersebut merupakan cadangan yang ada. Dalam catatan pemerintah, stok beras di gudang Bulog dan pedagang 52.321 ton. Adapun konsumsi bulanan beras 3 juta jiwa metropolitan ini 15.888 ton.
”Kami berharap masyarakat tidak sampai panic buying (beli panik) karena stok beras masih aman sampai tiga bulan mendatang,” kata Antiek. Jika mulai Maret sudah terjadi panen, pasokan baru akan datang dan diharapkan secara bertahap dapat menurunkan harga beras.
Terpisah, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan Perdagangan Kota Surabaya Dewi Suryawati mengatakan, pengendalian harga beras, terutama medium, salah satunya dengan membuka TPID Mart bersama Perum Bulog. Kios khusus ini ada di lima pasar besar, yakni Wonokromo, Genteng, Keputran, Kapas Krampung, dan Pucang Anom.
TPID Mart, lanjutnya, berfungsi sebagai gudang beras medium dari Bulog untuk distribusi ke pedagang di pasar. Distribusi diawasi ketat untuk menjamin kestabilan harga. Pembelian oleh konsumen juga dibatasi atau dengan penjualan khusus di operasi pasar dan bazar. ”Operasi pasar dan pasar murah diadakan rutin setiap pekan dan bergiliran di kelurahan,” ujarnya.