500 Hektar Mangrove di Papua Ditargetkan Direhabilitasi pada 2024
Sejak 2021, BRGM telah menanam mangrove 7,45 juta bibit pada lahan seluas 2.669 hektar di Papua.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemerintah terus mengejar target rehabilitasi mangrove di daerah prioritas restorasi, termasuk 500 hektar di Papua pada 2024. Selain penanaman, pemanfaatan efektif mangrove yang bernilai ekonomi juga digencarkan.
Papua menjadi salah satu dari 13 daerah wilayah kerja Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) periode 2021-2024 yang menargetkan rehabilitasi total 600.000 hektar lahan mangrove. Adapun 12 daerah lainnya adalah Riau, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Papua Barat.
”Secara umum, kondisi mangrove di Papua cenderung cukup baik. Namun, memang ada sejumlah kawasan yang perlu diintervensi, apalagi di daerah yang sukit dijangkau dan terisolasi,” kata Kepala Kelompok Kerja Pengawasan Internal BRGM Triko Iriandi saat acara peringatan Hari Lahan Basah di kawasan Teluk Youtefa, Jayapura, Papua, Rabu (7/2/2024).
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional (PMN) 2021, dari luas sekitar 1.090.000 hektar mangrove di Papua, sekitar 1.085.000 hektar dalam kondisi baik (tingkat kerapatan lebat). Adapun 5.000 hektar di antaranya ada dalam kondisi sedang dan rusak.
Sejak 2021, BRGM telah menanam 7,45 juta bibit mangrove pada lahan seluas 2.669 hektar di Papua. Pada 2024. rehabilitasi seluas 500 hektar kembali ditargetkan di daerah pesisir, seperti Jayapura, Sarmi, Kepulauan Yapen, Supioro, dan wilayah lain yang telah menjadi daerah otonomi baru.
Pada penanaman yang bertepatan perayaan Hari Lahan Basah, BRGM bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Provinsi Papua, TNI AL, serta kelompok masyarakat menaman sekitar 300 bibit di lahan 1.000 meter persegi di kawasan Teluk Youtefa, Jayapura. Selain di Papua, penanaman ini juga dilaksanakan secara serentak di 12 provinsi wilayah kerja BRGM.
”Program seperti ini akan terus berlanjut. Penanaman kembali (di kawasan Teluk Youtefa) paling dekat adalah pada Maret 2024 mendatang, dengan target di lahan seluas 5 hektar,” ujar Triko.
Triko mengungkapkan, dalam upaya percepatan rehabilitasi, BRGM tidak hanya menggencarkan penanaman mangrove, tetapi juga melibatkan kelompok masyarakat. Hingga 2023, rehabilitasi yang dilakukan di 17 kabupaten/kota di Papua, termasuk daerah otonomi baru, telah melibatkan 105 kelompok masyarakat.
Kepedulian pada mangrove semakin besar, ketika (masyarakat) tahu berbagai manfaat dari tanaman ini.
Pemanfaatan secara ekonomi
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua Yan Yap Ormuseray mengungkapkan, pemerintah daerah juga terus memberikan dukungan pada agenda pemerintah pusat dalam proses rehabilitasi mangrove di Papua. Pemprov Papua bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua turut memberikan pembinaan kepada masyarakat dalam memanfaatkan mangrove.
Yan menyebut, dulunya masyarakat pesisir seperti di Jayapura banyak membabat mangrove untuk digunakan sebagai kayu bakar dan bahan bangunan rumah. Namun, kini, kelompok masyarakat semakin sadar akan manfaat nilai ekonomi dari mangrove sehingga mereka tidak hanya menjaga, tetapi juga menfaatkan secara efektif.
”Kami juga menyediakan galeri sebagai pusat promosi dan penjualan produk yang dihasilkan dari kelompok-kelompok masyarakat ini. Dengan begitu, mereka tetap berkelanjutan,” ucapnya.
Di Jayapura, misalnya, Petronela Merauje (42) atau Mama Nela merupakan salah satu perempuan yang menjaga mangrove di wilayah Teluk Youtefa. Sejak 2010, Mama Nela resah dengan eksploitasi pada lahan mangrove di kawasan Teluk Youtefa. Saat itu, pohon mangrove di kawasan tersebut dibabat oleh masyarakat untuk dijadikan sebagai kayu bakar dan bahan bangunan.
Mama Nela turut membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Ibayauw bersama para ibu rumah tangga di kampung sekitar Teluk Youtefa. Mereka menanam kembali ribuan bibit mangrove di kawasan tersebut. Tujuan utamanya, adalah sebagai mitigasi pada bencana alam, seperti abrasi dan rob.
Selain itu, mereka juga memasifkan pemanfaatan efektif dari tanaman magrove. Buah mangrove dimanfaatkan untuk berbagai produk olahan makanan, minuman, dan sabun.
”Di sisi lain, dengan mangrove yang terjaga, nelayan terbantu dengan peningkatan jumlah tangkapan ikan dan udang. Dengan begitu, kepedulian itu semakin besar, ketika (masyarakat) tahu berbagai manfaat dari tanaman mangrove ini,” ujarnya.