Menguak Sindikat Fredy Pratama di Lampung
Jaringan narkoba internasional Fredy Pratama melibatkan banyak pihak, dari narapidana, aparat, hingga selebgram.
Peredaran narkoba di Tanah Air sulit diberantas karena jaringan pelaku dan penggunanya sedemikian kuat. Pengungkapan jaringan sindikat narkoba internasional Fredy Pratama oleh Kepolisian Daerah Lampung menunjukkan, bisnis barang haram itu melibatkan banyak pihak, dari narapidana, aparat, tenaga honorer, hingga selebgram. Meski telah banyak yang ditangkap, pengiriman narkoba tak berhenti.
Pada pertengahan Januari 2024, Polda Lampung kembali membongkar sindikat jaringan narkoba internasional Fredy Pratama. Para tersangka yang dibekuk adalah AM (30), AB (27), MY (26), AI (22), EN (30), RY (33), SA (26) serta MH (30).
Terungkapnya sindikat ini berawal dari penangkapan tiga pelaku di area Sea Port Interdiction Pelabuhan Bakauheni, Minggu (14/1/2024). Satu orang berinisial AM ditangkap saat kedapatan membawa sabu dengan menumpang bus antarkota antarprovinsi.
Pada hari yang sama, aparat juga membuntuti dua kurir lain, yakni AB dan MY, yang diduga hendak mengirimkan puluhan kilogram sabu dari Sumatera ke Jawa. Mereka ditangkap saat sedang menunggu di area Dermaga Eksekutif Pelabuhan Bakauheni. Polisi menyita barang bukti berupa 28 bungkus sabu.
Polisi lalu membekuk AI dan EN di wilayah Bandar Lampung dan Lampung Selatan. Mereka diduga berperan sebagai pengintai yang membantu para kurir untuk bisa lolos di Pelabuhan Bakauheni. Sementara tiga pelaku yang diduga merekrut para kurir narkoba, yakni RY, SA, dan MH, tangkap di wilayah Jakarta Timur.
Dari jaringan ini, polisi menyita barang bukti berupa 60 bungkus narkotika jenis sabu seberat 38,19 kilogram senilai Rp 39 miliar. Lima mobil berbagai merek milik para pelaku juga disita. Kendaraan tersebut diduga kuat hasil dari bisnis sabu dan digunakan untuk pengiriman narkoba.
Kepala Polda Lampung Inspektur Jenderal Helmy Santika mengungkapkan, salah satu kurir narkoba yang ditangkap merupakan tenaga honorer yang bekerja di Lampung Tengah. ”Pelaku sudah sembilan kali meloloskan narkoba dan mendapat upah dengan total Rp 2,3 miliar,” kata Helmy dalam keterangan resmi, beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Polda Lampung juga mengungkap keterlibatan Andri Gustami, mantan Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Lampung Selatan dalam sindikat Fredy Pratama. Andri dituntut hukuman mati dalam persidangan di PN Tanjungkarang, Bandar Lampung, Kamis (1/2/2024). Terdakwa melanggar Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Jaksa penuntut umum, Eka Aftarini, mengatakan, hal-hal yang memberatkan tuntutan Andri adalah karenaterdakwa adalah aparat penegak hukum, tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas narkoba, serta memberikan contoh yang buruk kepada masyarakat.
Dalam sindikat tersebut, Andri yang semestinya menangkap para pengedar narkoba justru menjadi suruhan bandar narkoba. Ia membantu meloloskan narkoba yang dikirim para kurir jaringan Fredy Pratama.
Dalam persidangan juga terungkap masifnya pengiriman narkoba jaringan Fredy Pratama dengan bantuan Andri. Jaksa memerinci, pengiriman narkoba yang diloloskan oleh Andri ialah pengiriman 12 kg sabu pada 4 Mei 2023, sabu 20 kg (8 Mei 2023), sabu 16 kg (11 Mei 2023), sabu 20 kg (18 Mei 2023), sabu 20 kg (20 Mei 2023), sabu 25 kg dan 2.000 butir pil ekstasi (25 Mei 2023), sabu 19 kg (19 Juni 2023), dan sabu 18 kg pada 20 Juni 2023.
Dari bisnis itu, Andri mendapat upah mencapai Rp 1,2 miliar. Selain untuk membeli kendaraan, uang dari hasil bisnis narkoba itu digunakan untuk biaya operasionalnya saat bertugas dan disimpan sebagai tabungan di rekening pribadinya.
Baca juga: Telribat Bisnis Narkoba, Bekas Kasat Reskrim Polres Lamsel Diadili
Selebgram
Dalam kasus lain, Adelia Putri Salma (25), warga asal Sumatera Selatan, didakwa menerima aliran uang miliaran rupiah dari bisnis narkoba yang dijalankan suaminya dari dalam lembaga pemasyarakatan. Adelia yang dikenal publik sebagai selebgram diduga membantu Kadafi, suaminya, yang merupakan bagian dari jaringan narkoba internasional Fredy Pratama.
Dalam sidang dakwaan, Selasa (30/1/2024), terungkap bahwa Adelia membuat empat rekening berbeda di dua bank atas suruhan suaminya. Rekening tersebut digunakan untuk keperluan transaksi dan menampung uang dari hasil bisnis narkoba. ”Dua rekening digunakan sendiri oleh terdakwa Adelia dan dua dipegang oleh Kadafi,” kata Jaksa Eka.
Rekening milik Adelia diketahui pernah menerima transfer uang dalam jumlah besar sebanyak dua kali, yakni Rp 1,8 miliar dan Rp 1,5 miliar pada Desember 2022. Selanjutnya, pada 3-4 Februari 2023 serta 4 Maret 2023, Adelia kembali menerima uang Rp 219 juta dari suaminya.
Selain itu, jaksa menyebut tercatat transaksi keluar mencapai Rp 900 juta dari rekening yang dipegang oleh Kadafi. Uang tersebut dikirimkan ke rekening terdakwa yang juga dipegang oleh Kadafi.
”Penerimaan uang di rekening terdakwa dari saksi Kadafi tidak sesuai dengan profil sebagai ibu rumah tangga yang diketahui suaminya sedang menjalani pidana penjara di LP Banyuasin,” kata Eka.
Kasus perdagangan narkoba yang menyeret Adelia terbongkar setelah aparat Polda Lampung menangkap kurir narkoba jaringan internasional Fredy Pratama pada 2023. Total ada 26 tersangka yang ditangkap hingga akhir 2023, termasuk Kadafi yang mengendalikan bisnis narkoba tersebut dari balik jeruji.
Buron
Meski sudah banyak jaringannya yang ditangkap di daerah, Fredy Pratama, bos besar sindikat narkoba jaringan Indonesia-Malaysia-Thailand, belum ditangkap. Setidaknya sudah 10 tahun Fredy buron. Sejak melarikan diri dari Indonesia ke Thailand pada 2014, Fredy hingga kini masih masuk daftar pencarian orang.
Fredy yang memiliki nama alias Miming, The Secret, Cassanova, Air Bag, dan Mojopahit ini sudah sejak 2009 menjadi bandar narkoba dan belum pernah tertangkap. Hingga saat ini, ia menjelma sebagai bandar narkoba terbesar di Indonesia yang mengendalikan peredaran narkoba secara masif di kota-kota besar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Berdasarkan catatan Kompas, tiga tahun terakhir ini, ada 884 orang anggota sindikat Fredy yang telah ditangkap dengan total peredaran narkoba mencapai 10,2 ton sabu. Kepolisian Negara RI dengan dibantu kepolisian dari tiga negara, yakni Malaysia, Thailand, dan Amerika Serikat, bekerja sama mencari keberadaannya (Kompas, 13 September 2023).
Pengamat hukum pidana dari Universitas Lampung, Heni Siswanto, menuturkan, kondisi darurat narkoba yang pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo hingga saat ini belum dapat teratasi. Keterlibatan banyak pihak, termasuk aparat, membuat jaringan ini semakin kuat dalam menjalankan bisnis barang haram tersebut.
Fredy yang memiliki nama alias Miming, The Secret, Cassanova, Air Bag, dan Mojopahit ini sudah sejak 2009 menjadi bandar narkoba dan belum pernah tertangkap.
Ia menyebut, saat ini peredaran narkoba telah sampai ke desa-desa di pelosok Lampung. Anak-anak muda yang putus sekolah atau tak punya pekerjaan biasanya menjadi target pengedar. Anak-anak muda yang kecanduan narkoba terseret dalam tindak kriminalitas lain, seperti pencurian kendaraan bermotor, agar bisa terus membeli narkoba.
Karena itulah, Heni mendukung tuntutan mati untuk para pengedar narkoba. Tuntutan tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku. Tuntutan itu juga diperlukan karena narkoba merupakan kejahatan yang luar biasa.
Heni menekankan, upaya menghentikan peredaran narkoba di Lampung harus melibatkan berbagai pihak, bukan hanya aparat kepolisian. Ke depan, pemanfaatan teknologi yang lebih canggih juga harus diterapkan untuk melacak jaringan ini.
Baca juga: Adelia Didakwa Terima Miliaran Uang dari Bisnis Narkoba