Dana Insentif Karbon di Kaltim Bakal Disalurkan ke Desa
Setelah menerima dana insentif karbon tahap satu, pemerintah melanjutkan penyaluran dana ke desa dan kelompok warga.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Dana insentif karbon bagi Provinsi Kalimantan Timur akan disalurkan ke desa dan kelompok masyarakat. Pemerintah menyiapkan sejumlah hal agar dana yang disalurkan bisa digunakan dan dilaporkan untuk program pengurangan emisi.
Hal itu menjadi pembahasan dalam pertemuan bertajuk ”Diseminasi Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Tahun 2023 di Kalimantan Timur Melalui Program Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FPCF-CF)”, di Kota Balikpapan, Rabu (31/1/2024). Kegiatan itu dihadiri perwakilan pemerintah pusat, Pemprov Kaltim, dan mitra pemerintah.
FCPF-CF adalah program pembayaran berbasis kinerja dari Bank Dunia yang mengevaluasi kinerja Provinsi Kalimantan Timur dalam menurunkan emisi melalui program REDD+. Sepanjang tahun 2019 hingga 2020, Kaltim dinilai mampu mengurangi emisi 22 juta ton setara karbon dioksida (CO2e).
Atas jasa tersebut, Kaltim mendapat komitmen pendanaan dari Bank Dunia sebesar 110 juta dollar AS atau setara Rp 1,7 triliun (kurs Rp 15.700 per dollar AS). Bank Dunia sudah melakukan pembayaran di muka sebesar 20,9 juta dolar AS atau sekitar Rp 329 miliar. Dana itu sudah disalurkan ke Pemprov Kaltim dan delapan kabupaten/kota di Kaltim.
Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Pemprov Kaltim Ujang Rachmad mengatakan, sisa dana tersebut bakal disalurkan bertahap sampai 2025. Tahun ini, pemerintah menargetkan penyaluran dana dilanjutkan ke 441 desa dan kelompok masyarakat.
Tujuannya agar program penurunan emisi bisa dilakukan sejak di tingkat tapak. Oleh karena itu, Ujang menyebut, tata kelola keuangan dan program yang dijalankan harus dipahami seluruh pemangku kepentingan.
”Aspek keberlanjutan itu berhubungan dengan pertanggungjawaban. Tata kelola keuangan (yang disalurkan) itu digunakan dan dilaporkan dalam konteks keberlanjutan,” kata Ujang seusai diskusi.
Oleh karena itu, Ujang menambahkan, dilakukan konsolidasi antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, dan lembaga mitra pemerintah. Tujuannya, saat dana disalurkan, pemerintah di berbagai tingkatan punya pemahaman yang sama dalam menggunakan dana FCPF.
Di Kaltim, penyaluran dana ke desa melibatkan lembaga kemitraan bagi pembaruan tata pemerintahan. Sebagai lembaga perantara, kemitraan membantu dalam mendampingi dan meningkatkan kapasitas masyarakat desa.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kaltim M Syaibani berharap, penyaluran dana FCPF dapat dikawal dengan baik. Selain program yang dijalankan berkontribusi dalam pengurangan emisi, laporan keuangan dan program juga penting diperhatikan sebagai bentuk tanggung jawab.
”Pelaporannya itu memastikan bahwa dana yang kita terima digunakan untuk program yang mendukung dalam mengatasi dampak krisis iklim ini,” kata Syaibani.
Sepanjang tahun 2019 hingga 2020, Kaltim dinilai mampu mengurangi emisi 22 juta ton setara karbon dioksida (CO2e).
Dana penguat program
Dalam sesi diskusi terkait dana FCPF, Kepala Balai Taman Nasional Kutai (TNK) Persada Agus Setia mengatakan, pihaknya dihadapkan pada persoalan tenurial dalam menjaga TNK. Persoalan itu adalah penguasaan dan penggunaan kawasan hutan dengan luas sekitar 15.000 hektar oleh masyarakat.
Agus berharap, dana FPCF bisa digunakan untuk membantu menyelesaikan persoalan itu. Sebab, selama ini, persoalan itu tak bisa diselesaikan dengan sosialisasi, pendekatan, atau patroli semata.
Menurut Agus, selama ini masyarakat menghadapi persoalan ekonomi sehingga mereka akhirnya mengelola lahan di kawasan hutan. Oleh karena itu, dia bertanya apakah dana FPCF bisa digunakan untuk memberdayakan warga agar mereka agar bisa mengelola lahan di luar hutan. Hal itu diharapkan bisa mengurangi konflik tenurial di TNK.
”Tapi tidak semua lokasi, mungkin daerah-daerah yang strategis, yang biodiversitasnya tinggi. Karena kalau tidak seperti itu, lama-lama meluas, alih fungsi lagi, hutannya berkurang lagi,” kata Agus.
Menanggapi hal tersebut, Ujang mengatakan, hal itu bisa dilakukan melalui sinergi dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, sampai pemerintah desa. Sebab, dana FCPF disalurkan ke pemerintah provinsi sampai desa.
Artinya, Ujang memaparkan, program pengurangan deforestasi yang sebelumnya dijalankan bisa diperkuat setelah ada dana FCPF. ”Itu kemudian bisa bersinergi dalam konteks pengamanan hutan untuk mencegah tekanan terhadap hutan, supaya hutan tidak dirambah,” kata Ujang.