Kenaikan harga bahan pangan membebani para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang berjualan makanan dan minuman.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Harga berbagai kebutuhan bahan pokok, seperti beras, gula pasir, tepung tapioka, dan ketan, di Lampung mengalami kenaikan. Kenaikan harga pangan itu membebani para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang berjualan makanan dan minuman.
Berdasarkan pantauan Kompas, hingga Selasa (30/1/2024), harga beras di Lampung saat ini berkisar Rp 14.000–Rp 15.000 per kilogram (kg). Padahal, pada Desember 2023, harga beras masih berada pada kisaran Rp 12.500–Rp 13.500 per kg. Sementara harga ketan naik dari semula Rp 14.000-Rp 15.000 per kg menjadi Rp 18.000-Rp 20.000 per kg.
Tak hanya itu, harga gula pasir juga naik dari semula Rp 16.000 per kg menjadi Rp 18.000 per kg. Adapun tepung tapioka naik dari semula Rp 8.000-Rp 11.000 per kg menjadi Rp 14.000-Rp 15.000 per kg. Kenaikan sejumlah harga pangan yang cukup signifikan ini membuat para pelaku usaha kelimpungan.
Maya (40), salah satu pedagang kue di Bandar Lampung, mengatakan, kenaikan harga bahan pokok, terutama beras ketan, gula pasir, dan tapioka, menggerus keuntungannya. Modal yang harus dikeluarkan pedagang juga semakin besar.
Ia mengaku membutuhkan 5-10 kg ketan untuk membuat aneka kue basah, seperti lemper atau ketan lapis srikaya. Selain itu, ia juga membutuhkan 10-15 kg gula pasir untuk membuat beraneka kue, seperti putu ayu, bolu karamel, dan brownies. Tepung tapioka juga sering dibutuhkan untuk membuat klepon, talam, atau lapis.
Harga bahan baku kue sedang naik semua sekarang ini, sementara harga kue tidak mungkin langsung dinaikkan. Pelanggan bisa kabur. (Maya)
Semula, ia bisa mendapatkan keuntungan sekitar 30 persen dari omzet hariannya. Namun, kenaikan harga bahan pokok membuat keuntungannya berkurang tinggal 20-25 persen. Jika ada kue yang tidak habis terjual, keuntungannya lebih kecil lagi.
”Harga bahan baku kue sedang naik semua sekarang ini, sementara harga kue tidak mungkin langsung dinaikkan. Pelanggan bisa kabur,” ucap Maya di Bandar Lampung.
Berbagai jenis kue basah itu ia jual seharga Rp 1.500–Rp 2.500 per buah. Untuk menghindari kerugian, Maya mengutamakan layanan pre-order sejak 2-3 hari sebelumnya.
Dengan cara itu, ia bisa menentukan takaran kebutuhan bahan baku kue dengan tepat. Jika ada kelebihan, kue-kue tersebut ia tawarkan secara daring melalui media sosial.”Saya buat pas saja agar tidak rugi karena keuntungan makin menipis,” ucapnya.
Hal serupa diungkapkan Roji (48), pedagang pempek asal Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Setiap hari ia menghabiskan setidaknya 20-30 kg tepung tapioka untuk membuat pempek.
Untuk menghasilkan pempek yang berkualitas, ia membutuhkan tepung tapioka dengan merek tertentu. Saat harga sedang naik seperti sekarang ini, ia juga membutuhkan modal yang lebih besar untuk membeli tepung tapioka.
”Dulu harga tapioka satu karung isi 50 kilogram hanya Rp 800.000 hingga Rp 900.000, sekarang sudah di atas Rp 1 juta,” katanya.
Roji tetap mempertahankan harga jual pempek Rp 1.500 per buah. Ia mengaku takut kehilangan pelanggan jika menaikkan harga. ”Untung sedikit-sedikit yang penting masih ada yang beli,” ucapnya.
Ia mengaku tidak mengetahui penyebab harga tepung tapioka di Lampung melonjak. Ia hanya tahu bahwa Lampung salah satu daerah penghasil singkong terbesar.
Dampak El Nino
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lampung Evie Fatmawatie menyebut, kenaikan harga sejumlah bahan pokok di Lampung merupakan dampak El Nino. Cuaca ekstrem dan kemarau panjang membuat produksi komoditas pangan, seperti beras, ketan, tebu, dan singkong, menurun. Karena itulah, harga produk hilirnya juga naik.
Pemerintah Provinsi Lampung melakukan operasi pasar untuk membantu masyarakat. Sejak Desember 2023, Pemprov Lampung menyalurkan sekitar 1.000 ton beras subsidi. Harga beras itu dijual kepada warga Rp 10.900 per kg.
”Semoga operasi pasar ini bisa membantu masyarakat, terutama menjelang puasa dan Lebaran, karena harga pasti nanti naik kembali,” katanya.
Ia mengatakan, pemerintah masih memantau perkembangan harga sejumlah bahan pokok lain di pasaran. Ke depan, pemerintah juga berupaya menggelar operasi pasar untuk berbagai komoditas lain yang harganya melonjak.
Evie meminta agar pemerintah kabupaten/kota melakukan langkah serupa untuk melindungi daya beli masyarakat. ”Kita lihat ketersediaan (komoditas) yang lain. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah provinsi, melainkan juga pemerintah kabupaten,” ucapnya.