Dianggap Menghina Jokowi Saat Berpantun, Butet Kartaredjasa Dilaporkan ke Polisi
Butet Kartaredjasa dianggap menghina Jokowi saat membawakan pantun. Namun, Butet membantah melakukan penghinaan.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Sejumlah elemen sukarelawan pendukung Presiden Joko Widodo di DI Yogyakarta melaporkan seniman Butet Kartaredjasa ke kepolisian. Butet diduga menghina Jokowi dengan kata-kata kasar saat membawakan pantun dalam kampanye pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, di Wates, Kabupaten Kulon Progo, Minggu (28/1/2024).
Laporan itu dilayangkan oleh tiga elemen sukarelawan Jokowi di DI Yogyakarta, yakni Projo DIY, Arus Bawah Jokowi, dan Sedulur Jokowi. Laporan dibuat Ketua Projo DIY Aris Widihartanto di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Kepolisian Daerah DI Yogyakarta di Kabupaten Sleman, Selasa (30/1/2024).
Aris mengatakan, dari video-video yang beredar, Butet terbukti melakukan upaya penghinaan terhadap Jokowi. Hal tersebut berupa adanya kata-kata kasar yang dilontarkan Butet saat membawakan pantunnya.
Menurut Aris, hal itu tidak elok dilakukan oleh seorang budayawan. ”Seharusnya dia (Butet) memberikan contoh budaya yang baik kepada generasi muda,” katanya.
Dalam surat tanda penerimaan laporan (STPL) disebutkan, aturan yang diduga dilanggar adalah Pasal 315 tentang tindak pidana penghinaan. Pasal itu dimuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Aris menuturkan, seharusnya kampanye politik menjelaskan program-program pasangan calon, tetapi Butet malah memanfaatkan kegiatan kampanye itu untuk melakukan penghinaan terhadap Jokowi. ”Jadi, seharusnya Mas Butet sebagai seorang budayawan yang sudah senior lebih bijak ketika menyampaikan sesuatu,” ucapnya.
Ditemui secara terpisah, Butet menyatakan, pelaporan itu dijamin undang-undang. ”Ya, boleh-boleh saja. Semua warga bangsa ini boleh melakukan apa pun karena itu memang dijamin undang-undang. Melaporkan saya, tidak apa-apa,” ujarnya.
Meski begitu, Butet mengatakan, dirinya tidak paham perihal apa yang dilaporkan tersebut. ”Saya, kan, cuma menyatakan pikiran-pikiran saya dan itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD 1945,” tuturnya.
Soal kata-kata yang dianggap menghina Jokowi, Butet mengatakan, dirinya tak pernah menyebut nama Jokowi saat mengungkapkan ekspresi itu. Salah satu kata yang sering disebutnya, yakni suog, menurut Butet bukanlah umpatan atau makian, melainkan ekspresi personalnya dalam mengungkapkan isi hati yang dapat berarti bermacam-macam, misal pujian atau kekaguman atas sesuatu.
Justru karena saya menyayangi Jokowi, maka saya mengkritik, mengingatkan.
Terkait pantun yang dibacakan saat orasi kampanye di Wates, Butet menjelaskan, hal itu merupakan kritik terhadap Jokowi, bukan penghinaan. Dia pun menegaskan, dirinya sebagai pendukung, pembela, dan membantu Jokowi sejak 2014 merasa perlu mengkritik ketika ada hal yang dianggapnya keliru.
”Justru karena saya menyayangi Jokowi, maka saya mengkritik, mengingatkan. Saya bukan sejenis penjilat. Ketika dia yang semula lurus, lalu bengkok, wajib orang yang mencintai ini mengingatkan. Diingatkan halus, sopan, keras sedikit, itulah kritik,” papar Butet.
Selama puluhan tahun berkesenian, Butet kerap memberi muatan kritik dalam karyanya. ”Tapi, cara saya menyajikan kritik itu dalam kultur Jawa disebut guyon parikeno, ada unsur canda. Saya menempatkan diri sebagai punakawan, mengingatkan ksatria dengan cara bercanda sehingga harapannya ksatria ketika dicubit tidak merasa sakit,” tuturnya.