11 Jenazah Pekerja Migran Tiba di Kupang Selama Januari
Pada Januari 2024, sebanyak 11 jenazah PMI ilegal asal Nusa Tenggara Timur tiba di Bandara El Tari, Kupang.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Selama 1-30 Januari 2024, sebanyak 11 peti jenazah pekerja migran Indonesia asal Nusa Tenggara Timur tiba melalui Bandara El Tari, Kupang. Jumlah kematian pekerja migran Indonesia yang berangkat secara ilegal cenderung meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023. Dana desa tidak punya dampak menghadang pekerja migran ilegal. Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang pun belum optimal bekerja.
Relawan ”Cargo” Peti Jenazah PMI Nusa Tenggara Timur (NTT), Sr Laurentia PI, di Kupang, Selasa (30/1/2024), mengatakan, masalah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di NTT tidak akan pernah selesai. Selama pemerintah belum menangani penyebab utama orang ingin menjadi pekerja migran ilegal, selama itu pula TPPO terus terulang.
”Sejak 1 sampai 30 Januari 2024 sudah 11 pekerja migran ilegal asal NTT meninggal di luar negeri. Kebanyakan mereka meninggal karena sakit dan kecelakaan. Jumlah ini yang sempat dilaporkan ke kedutaan besar atau Konjen Indonesia di luar negeri,” kata Laurentia.
Dua jenazah terakhir dikirim dari Malaysia pada Kamis (25/1/2024). Pertama adalah Siprianus Sosu (42), warga Ende. Siprianus bekerja sebagai sopir perusahaan sawit di Selangor. Ia bekerja sejak 2017. Sempat pulang pada 2019 kemudian balik lagi sampai meninggal pada Sabtu (20/1/2024) di kamp perusahaan karena sakit.
Jenazah kedua adalah Guido Seran (42) asal desa Dubesi, Kecamatan Nanaet Dubesi, Kabupaten Malaka. Guido berangkat ke Malaysia pada 2012 bersama rekan-rekannya secara ilegal. Ia sempat pulang ke kampung asal di Malaka pada 2018 dan setelah itu balik lagi ke Malaysia untuk bekerja di perusahaan sawit. Namun, Guido meninggal pada 21 Januari 2024 karena kecelakaan lalu lintas.
Sebanyak 11 jenazah ini dikirim melalui Bandara El Tari, Kupang. Belum termasuk jenazah yang dikirim melalui laut dan yang dikubur diam-diam oleh rekan kerja di luar negeri karena keterbatasan biaya pengiriman jenazah ke Indonesia.
Sampai saat ini masih ada majikan yang tidak mau bertanggung jawab mengirimkan jenazah ke Indonesia karena dianggap ilegal, kecuali ada permintaan dari keluarga di Indonesia melalui pemerintah.
Pada 2023, jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal dari NTT yang meninggal di luar negeri sebanyak 151 orang atau rata-rata 12,58 per bulan. Akan tetapi, pada periode Januari 2023 hanya dua jenazah PMI ilegal yang tiba melalui Bandara El Tari. Jumlah terbanyak pada periode Juni-Desember 2023, dengan rata-rata 14 orang per bulan.
Laurentia memprediksi kematian PMI ilegal asal NTT di luar negeri dan dalam negeri (provinsi lain) tahun ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2023. Sebaliknya, angka keberangkatan secara ilegal pun bakal meningkat menyusul ancaman gagal panen tahun ini, selain pemerintah dan DPRD sibuk menangani pemilu.
Anggota Tim Lobi dan Advokasi Zero Human Traficking Network Indonesia Wilayah NTT, Pdt (emeritus) Emmy Sarhetian, mengatakan, dorongan menjadi PMI ilegal dari NTT tidak sekadar kemiskinan. Wilayah Flores, Lembata, dan Alor daerah yang subur, kaya sumber daya alam. Namun, masih banyak warga dari daerah itu memilih menjadi PMI ilegal.
”Saya menilai tidak ada kemauan, baik pemda tingkat provinsi maupun kabupaten, membantu masyarakat mengelola sumber daya alam yang ada di daerah itu. Ada dana desa, digulirkan sejak 2015 sampai hari ini, tidak punya pengaruh sama sekali menghadang laju PMI ilegal ke luar negeri atau provisi lain,” kata Emmy.
Khusus di NTT, dana desa perlu dievaluasi. Emmy mengatakan, perlu melacak dana lebih dari Rp 30 triliun yang mengalir ke lebih dari 3.000 desa di NTT sebab dana itu belum membantu masyarakat keluar dari kemiskinan. Evaluasi ini penting agar dana itu tidak disalahgunakan oknum tertentu atau dikembalikan ke kas negara.
Dengan jumlah dana lebih dari Rp 1 miliar per desa setiap tahun, mestinya sudah bisa menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat desa itu. ”Proyek-proyek padat karya harus diadakan di desa. Jangan sampai setiap pekerjaan di desa dikelola oleh pengusaha,” katanya.
Ia juga mengatakan, rencana pemprov merevisi Satgas TPPO bukan sesuatu yang istimewa. Satgas itu bukan hanya ada di pemprov, melainkan juga sudah ada di kepolisian daerah, dinas tenaga kerja dan transmigrasi, serta Satgas Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT. Akan tetapi, menurut dia, semua tidak saling koordinasi dan bekerja sama.
Calon PMI ilegal pun masih bisa lolos ke luar negeri atau provinsi lain. Mereka berangkat ke Malaysia melalui Nunukan dan Batam. Kebanyakan PMI ilegal ini berangkat menggunakan kapal milik PT Pelni yang singgah di sejumlah pelabuhan di NTT.
”Mereka berangkat ke luar negeri hanya mengantongi surat jalan dan kartu tanda penduduk dari desa setempat. Tiba di Nunukan atau Batam kemudian diproses keberangkatan ke Malaysia melalui jalur laut yang sangat membahayakan keselamatan mereka sendiri,” tutur Emmy.
Saat dikonfirmasi, Kabid Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT Thomas Hoda mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi sekaligus merevisi Satgas TPPO yang dibentuk pada 2019. Satgas kali ini lebih serius bekerja menangani masalah TPPO ini.
Staf Khusus Gubernur NTT Ahmat Atang mengatakan, tidak melarang orang mencari nafkah di mana pun untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, apabila mereka keluar negeri, harus sesuai prosedur yang ada.
”Dengan ini, ada jaminan kesehatan, keselamatan, upah yang layak, dan mendapat perhatian secara menyeluruh dari perusahaan tempat mereka bekerja. Kasus kematian secara sia-sia bagi PMI pun bisa ditekan,” kata Ahmat.