Terancam Punah, Revitalisasi Bahasa Daerah di NTB Semakin Gencar
Bahasa daerah di NTB, baik Sasak, Samawa, maupun Mbojo, terancam punah. Upaya revitalisasi semakin gencar dilakukan.
MATARAM, KOMPAS — Revitalisasi bahasa daerah semakin gencar dilakukan, termasuk di Nusa Tenggara Barat. Hal itu karena bahasa daerah di provinsi tersebut terancam punah karena mulai ditinggal penuturnya.
Hal itu mengemuka dalam pembukaan Rapat Koordinasi Antarinstasi dan Diskusi Kelompok Terpumpun Penyusunan Bahasa Daerah Sasambo (Sasak, Samawa, dan Mbojo) di Provinsi NTB di Mataram, Senin (29/1/2024). Rapat yang diselenggarakan Kantor Bahasa Provinsi NTB dan diikuti lintas pemangku kepentingan itu akan berlangsung hingga 31 Januari 2024.
Berdasarkan data Kantor Bahasa Provinsi NTB, daerah tersebut memiliki 11 bahasa daerah yang terbagi dalam dua kelompok, yakni bahasa lokal dan bahasa pendatang.
Bahasa lokal adalah bahasa yang dituturkan penduduk asli, yakni Sasak (suku asli Lombok), Samawa (Sumbawa), dan Mbojo (Bima). Sementara bahasa pendatang adalah bahasa yang penuturnya dari luar NTB, antara lain Jawa, Madura, Bugis, dan Bajo.
”Fakta baru menunjukkan bahasa daerah di Indonesia telah ditinggalkan oleh penuturnya. Hal itu karena adanya bahasa lain yang lebih luas dan terjangkau komunikasinya. Bahasa yang datang dapat menggantikan bahasa daerah. Tentunya itu memengaruhi peluang sosial ekonomi yang lebih luas,” kata Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTB Puji Retno Hardiningtyas.
Baca juga: Bahasa Ibu Menjadi Fondasi Literasi Siswa Kelas Awal
Di NTB, kata Puji, berdasarkan kajian yang mereka lakukan, juga terjadi kemunduran atau pergeseran. Penutur bahasa daerah baik Sasak, Samawa, maupun Mbojo cenderung menggunakan bahasa Indonesia sebagai komunikasi sehari-hari. ”Boleh juga kita bilang terancam punah,” kata Puji.
Berbagai faktor diduga menjadi penyebab, mulai dari masyarakat yang heterogen terutama di perkotaan, seperti Mataram, juga terjadinya pernikahan lintas etnis yang membuat orangtua tidak lagi menggunakan bahasa daerah saat berkomunikasi dengan anak.
Tidak hanya di Mataram. Fenomena itu juga terjadi di daerah lain di NTB. Penulis dan pemerhati budaya, Bima Akhi Dirman (40), mengatakan, di Bima (Mbojo), ia melihat kecenderungan, terutama di perkotaan, anak-anak mulai melupakan bahasa daerah. ”Bahasa daerah mulai dianggap hal kuno terutama di kota. Rata-rata orangtua dalam komunikasi sehari-hari sudah tidak menggunakan bahasa daerah,” kata Akhi.
Oleh karena itu, kata Akhi, revitalisasi bahasa daerah sangat penting. Tentu dalam upaya itu harus sejalan dengan penggunaan bahasa Indonesia serta penguasaan bahasa asing. ”Artinya, seperti slogan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, kita melestarikan bahasa daerah, tetapi menjunjung tinggi bahasa Indonesia dan mempelajari bahasa asing,” kata Akhi, yang mengajarkan bahasa Mbojo lewat berbagai platform media sosial.
Revitalisasi
Revitalisasi bahasa dimaknai sebagai usaha meningkatkan daya hidup suatu bahasa. Peningkatan itu meliputi upaya pengembangan dan pelindungan bahasa sekaligus pembinaan penutur bahasa. Selain itu, ada juga revitalisasi sastra, yakni upaya mempertahankan sastra supaya tetap hidup.
Baca juga: Bahasa Daerah Akankah Punah?
Menurut Puji, revitalisasi menjadi tanggung jawab bersama. ”Revitalisasi ini tetap menjalankan, melestarikan, menghidupkan kembali bahasa daerah untuk anak-anak generasi muda, terutama penutur jati atau penutur asli,” kata Puji.
Puji mengatakan, Badan Bahasa Provinsi NTB juga secara rutin dalam tiga tahun sejak 2022 menyelenggarakan rapat koordinasi sebagai bagian dari upaya revitalisasi. Rapat itu bertujuan menyiapkan dan menyusun model pembelajaran untuk bimbingan teknis kepada para guru master bahasa daerah.
Dalam bimbingan teknis itu, para guru master dilatih berbagai hal, mulai dari membaca aksara, menulis aksara, membaca puisi, pidato, pantun, tembang, hingga menulis cerita pendek, sesuai bahasa daerah masing-masing.
Sebagai bahan evaluasi, kemudian diselenggarakan Festival Tunas Bahasa Ibu untuk memotivasi para penutur muda bahasa daerah di NTB. Festival itu melombakan materi-materi selama bimbingan teknis.
”Setelah itu tentu harus ada kerja sama dengan pemerintah daerah, terutama terkait dukungan dan ruang untuk guru master meneruskan ke guru lain. Misalnya dinas pendidikan baik kota maupun kabupaten yang membawahkan SD dan SMP,” kata Puji.
Baca juga: Bahasa Daerah dalam Sorotan
Hal yang paling diharapkan setiap kabupaten kota, kata Puji, adalah mereka mengeluarkan kurikulum muatan lokal berbahasa daerah. Sejauh ini, baru ada Lombok Timur, Sumbawa, dan Kota Bima yang telah memiliki muatan lokal bahasa daerah masing-masing.
Apalagi di NTB, telah ada Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah. Pasal 7 Ayat 1 perda tersebut menyebutkan, bahasa daerah wajib digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sebagai kurikulum muatan lokal.
”Menghidupkan budaya dan bahasa daerah, kita dapat merangsang pertumbuhan ekonomi lokal, mempromosikan pariwisata, serta memperkuat identitas dan rasa kebangsaan,” kata Puji.
Menghidupkan budaya dan bahasa daerah, kita dapat merangsang pertumbuhan ekonomi lokal, mempromosikan pariwisata, serta memperkuat identitas dan rasa kebangsaan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur Izzudin mengatakan, sejak Juni 2023, revitalasi bahasa daerah di Lombok Timur mulai mereka lakukan dengan menetapkan kurikulum muatan lokal bahasa Sasak. Apalagi, Kurikulum Merdeka juga mewajibkan hal itu.
”Muatan lokal bahasa Sasak saat ini berjalan di seluruh satuan pendidikan SD dan SMP, serta sekolah swasta. Kami optimistis, bahasa Sasak akan terus eksis di Lombok Timur,” kata Izzudin.
Sementara, menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Tengah H Lalu Idham Halid, mereka sedang mempersiapkan muatan lokal bahasa Sasak karena penutur semakin berkurang. ”Selain guru, hal itu karena minat anak-anak (berhasa Sasak di Lombok Tengah) juga semakin berkurang,” kata Lalu Idham.
Pejabat Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi, yang membuka rapat tersebut, mengatakan, Pemerintah Provinsi NTB mendukung upaya-upaya revitalisasi bahasa daerah, termasuk dengan mengeluarkan Perda No 5/2020 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah.
Menurut dia, langkah-langkah revitalisasi bahasa daerah di NTB harus dirumuskan apalagi momentumnya bertepatan dengan penyusunan Rencana Pembangungan Jangka Panjang (RPJP) baik nasional maupun daerah. Harapannya, jika langkah-langkah itu bisa dirumuskan termasuk dalam rapat koordinasi tersebut, intervensi (dalam RPJPD) bisa dilakukan.