Korupsi Dana SPI, Mantan Rektor Universitas Udayana Dituntut Penjara 6 Tahun
Mantan Rektor Unud I Nyoman Gde Antara dituntut pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp 300 juta dalam sidang.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Mantan Rektor Universitas Udayana, Bali, I Nyoman Gde Antara dituntut dengan hukuman pidana penjara selama enam tahun dan denda sebesar Rp 300 juta dengan subsider tiga bulan terkait kasus korupsi dana sumbangan pengembangan institusi atau SPI mahasiswa baru seleksi mandiri Universitas Udayana. Antara membantah adanya korupsi dana SPI di Universitas Udayana.
Tuntutan terhadap Antara itu dibacakan tim jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Badung dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Kota Denpasar, Selasa (23/1/2024). Tuntutan dari jaksa mengacu pada dakwaan kedua, yaitu pelanggaran terhadap Pasal 12 Huruf E juncto Pasal 18 Huruf A dan B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sidang pembacaan tuntutan dari jaksa sempat berhenti sebentar ketika jaksa sedang membacakan uraian tuntutan. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar Agus Akhyudi menunda sidang selama 30 menit sebelum sidang dilanjutkan sampai pembacaan tuntutan berakhir.
Dalam uraian jaksa disebutkan, antara lain, terdakwa Antara bersama Nyoman Putra Sastra, I Ketut Budiartawan, dan I Made Yusnantara, yang disidangkan secara terpisah, mengetahui bahwa pungutan SPI yang dikenakan kepada calon mahasiswa baru jalur seleksi mandiri Universitas Udayana tahun 2018 hingga 2023 hanya berdasarkan surat keputusan Rektor Universitas Udayana dan tanpa penetapan Menteri Keuangan. Formulir SPI wajib diisi calon mahasiswa agar dapat melanjutkan proses pendaftaran dari jalur mandiri.
Lebih lanjut diuraikan, terdakwa selaku Ketua Tim Penerimaan Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri periode 2017-2021 bersama saksi Anak Agung Raka Sudewi selaku Rektor Universitas Udayana periode 2017-2021 dan tiga saksi lain tidak berupaya memberikan informasi kepada masyarakat mengenai program studi dan besaran nilai SPI.
Adapun penerimaan pungutan SPI pada periode 2018 sampai 2021 dan periode 2022-2023, yang disebutkan jaksa dalam uraiannya, mencapai Rp 274,570 miliar lebih, termasuk di dalamnya pungutan terhadap 347 calon mahasiswa baru yang memilih program studi di luar keputusan Rektor Universitas Udayana yang berjumlah Rp 4,002 miliar lebih. Hasil pungutan SPI itu disebutkan tidak seluruhnya digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana sesuai tujuan pungutan.
Hal itu dinyatakan membuat mahasiswa di beberapa program studi tidak dapat menikmati manfaat pungutan SPI berupa peningkatan sarana dan prasarana. Akan tetapi, menurut jaksa dalam uraiannya, pungutan SPI sengaja disimpan sebagai kas yang menganggur (idle cash), yang dicampur dengan pendapatan lainnya, dalam rekening giro Badan Layanan Umum (BLU) Universitas Udayana. Rekening BLU Universitas Udayana itu dinyatakan berada di beberapa bank mitra, yang memberikan fasilitas kendaraan roda empat, yang digunakan terdakwa, istri terdakwa, dan pejabat Universitas Udayana lainnya.
Jaksa juga menyatakan, Antara mampu bertanggung jawab dan melaksanakan perbuatannya dengan penuh kesadaran serta mengetahui akibat dari perbuatannya. Adapun hal memberatkan, antara lain, perbuatan terdakwa merusak nama baik Universitas Udayana dan terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Sementara hal meringankan terdakwa, di antaranya, belum pernah dihukum dan menjadi tulang punggung keluarga.
Berdasarkan fakta yuridis dalam persidangan, jaksa menyatakan terdakwa terbukti berbuat tindak pidana korupsi. Jaksa meminta majelis hakim agar memutuskan menyatakan Antara telah terbukti secara sah dan meyakinkan berbuat tindak pidana korupsi. Jaksa menuntut terdakwa dipidana dengan hukuman penjara selama enam tahun dikurangi masa penahanannya, terdakwa tetap ditahan, dan pidana denda sebesar Rp 300 juta dengan subsider tiga bulan kurungan.
Ditemui seusai sidang, jaksa dari Kejaksaan Tinggi Bali, Dino Kriesmiardi, yang turut sebagai jaksa penuntut umum, mengatakan tuntutan jaksa mengacu pada dakwaan kedua atas Antara. ”Penuntut umum langsung menuntutkan dakwaan kedua karena dakwaan bersifat alternatif,” kata Dino kepada wartawan.
Sebelumnya, dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Agus Akhyudi memberikan kesempatan bagi terdakwa dan penasihat hukumnya untuk menanggapi tuntutan jaksa penuntut umum itu. Antara menyatakan dirinya akan memberikan nota pembelaan (pleidoi) melalui tim penasihat hukum. Sidang pembacaan nota pembelaan dijadwalkan dilangsungkan pada Selasa (30/1/2024).
Seusai sidang, Antara mengatakan, tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan dari pelaksanaan pungutan SPI dan tidak ada korupsi dalam pelaksanaan pungutan SPI di Universitas Udayana itu. Antara mengaku menghormati tuntutan, yang diajukan jaksa, dan dirinya akan memberikan pembelaan.
”Kami terima saja sementara. Nanti ada pleidoi,” kata Antara didampingi tim penasihat hukumnya.