Derita Anak Balita 3,5 Tahun Jadi Korban Kekerasan Seksual Ayah Kandung
Pelaku merupakan ayah kandung, orang yang dekat dan memiliki relasi kuasa besar terhadap korban.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
Fenomena kekerasan seksual di masyarakat semakin memprihatinkan karena anak-anak yang berusia di bawah lima tahun kian rentan jadi korban. Lebih ironis lagi, pelaku merupakan ayah kandung, orang yang dekat dan memiliki relasi kuasa besar terhadap korban.
Hati Maya (nama samaran) hancur saat melihat suaminya, MHY (25), mengenakan baju tahanan Kepolisian Resor Kota Sidoarjo, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (22/1/2024) malam. Namun, jiwanya lebih hancur lebur mengetahui putrinya yang baru berusia 3,5 tahun menjadi korban kekerasan seksual oleh suaminya sekaligus ayah kandung korban.
Perempuan yang kini dalam kondisi hamil tersebut berjuang tetap tegar agar bisa mengikuti proses hukum dengan baik. Maya bertekad mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya untuk sang buah hati.
”Pria ini (pelaku) tega menghancurkan masa depan buah hati kami. Dia harus menanggung konsekuensinya,” ujar Maya kepada Kompas, Selasa (23/1/2024) pagi.
Maya dan pelaku menikah pada 2020. Mereka kemudian tinggal di rumah orangtua pelaku di Sukodono. Sejak September 2023, pasangan ini memilih tinggal secara terpisah karena hubungan mereka tidak lagi harmonis.
Dari pernikahan itu, Maya dan pelaku dikaruniai anak pertama berjenis kelamin perempuan yang kini berusia 3,5 tahun. Saat ini, Maya tengah mengandung anak kedua dari hasil pernikahannya dengan pelaku.
Kekerasan seksual yang menimpa anaknya terjadi pada pertengahan Oktober 2023. Maya mengatakan, pada 12 Oktober 2023, pelaku menjemput korban dari rumah ibunya. Korban kemudian diajak ke rumah pelaku. Selepas maghrib hingga malam, pelaku mengajak korban jalan-jalan membeli susu dan permen.
Sesampainya di rumah pelaku, korban diajak tidur. Namun, tak berselang lama, pelaku mencabuli korban sehingga korban terbangun dan menangis karena kesakitan. Korban kemudian diberi permen agar tangisnya mereda dan dilarang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya.
Keesokan harinya, Jumat (13/10/2023), korban diajak oleh kakak pelaku ke rumahnya dan menginap di sana. Baru pada Sabtu (14/10/2024) pagi, korban diantar oleh pelaku ke rumah Maya.
Setelah putrinya kembali, Maya ingin mengajaknya pergi jalan-jalan dan meminta anaknya buang air kecil terlebih dahulu. Namun, anaknya menangis karena merasakan sakit pada alat kelaminnya saat pipis.
Singkat cerita, Maya berhasil menanyai putrinya tentang kejadian yang telah dialami. Dia kemudian melaporkan kejadian itu ke Polresta Sidoarjo. Penyidik yang memproses kasus itu telah memeriksa dan menerima laporan hasil visum. Namun, hingga pertengahan Januari 2024, pelaku tak kunjung ditangkap sehingga dia merasakan ketidakadilan terhadap putrinya yang kini mengalami trauma secara psikis dan fisik.
Kepala Polresta Sidoarjo Komisaris Besar Christian Tobing mengatakan, MHY ditangkap di rumahnya di Kecamatan Sukodono, Sidoarjo, Minggu (21/1/2024) malam. Pelaku kemudian ditahan untuk keperluan pemeriksaan kasusnya.
”Pelaku tidak mengakui telah menyetubuhi anak kandungnya (yang termasuk dalam kategori balita). Namun, dari hasil pendalaman penyidik diperoleh sejumlah bukti yang mengarah pada persetubuhan,” kata Tobing.
Ia menambahkan, pihaknya telah mendapatkan hasil visum korban dari rumah sakit. Selain itu, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi yang diduga mengetahui peristiwa tersebut. Adapun terkait dengan motif pelaku melakukan kejahatan yang luar biasa tersebut, penyidik masih kesulitan mengungkapnya karena yang bersangkutan tidak mengakui perbuatannya.
Ada penambahan sepertiga dari ancaman pidana penjara karena pelaku merupakan orang dekat, yakni orangtua.
Tobing menyebutkan, pelaku disangkakan dengan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23/2022 tentang Perlindungan Anak.
”Pelaku diancam pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Ada penambahan sepertiga dari ancaman pidana penjara karena pelaku merupakan orang dekat, yakni orangtua,” ujarnya.
Tobing mengatakan, kasus kekerasan seksual pada anak di wilayahnya sangat memprihatinkan karena jumlahnya terus bertambah. Saat ini, misalnya, penyidik juga tengah menangani kasus kekerasan seksual dengan pelaku bernama AM (45), warga Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo.
Dia menyetubuhi putri kandungnya yang masih berusia 15 tahun. Saat ini, anaknya berstatus pelajar kelas IX SMP. Pelaku telah melakukan kekerasan seksual sedikitnya 10 kali sejak April 2022 hingga Agustus 2023.
Akibat perbuatan yang tidak berperikemanusiaan itu, korban hamil dan saat ini telah melahirkan. Korban terancam tidak bisa melanjutkan pendidikannya dengan baik sehingga kehilangan masa depan. Ia juga mengalami trauma fisik dan psikis karena kerap dipaksa dan dipukuli apabila tidak menuruti kemauan pelaku.
Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus benar-benar menegakkan aturan perundang-undangan agar pelaku mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya. Hukuman untuk menciptakan jera bagi pelaku agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Selain itu, diharapkan juga ada efek jera bagi masyarakat umum supaya tidak ada lagi kasus kekerasan seksual yang menimpa anak balita dan anak-anak di negeri ini.