Daerah Hulu Terbuka, Banjir Bandang Hanyutkan Tiga Rumah di Kolaka
Banjir bandang menghanyutkan tiga rumah di Kolaka, Sulawesi Tenggara. Warga berharap kawasan di hulu segera dibenahi.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KOLAKA, KOMPAS — Banjir bandang menerjang wilayah Kolaka, Sulawesi Tenggara, Sabtu (20/1/2024) sore. Tiga rumah hanyut dan ribuan rumah lainnya terendam. Selain memberikan bantuan, pemerintah diharapkan menangani kawasan hulu dan daerah aliran sungai yang terbuka agar kejadian serupa tidak lagi terulang.
Banjir bandang terjadi saat Sungai Konaweha, yang membelah Kecamatan Samaturu, meluap dengan deras dan menghantam permukiman. Luapan yang membawa endapan lumpur tersebut menyapu rumah yang berada di sekitar sempadan sungai.
”Tidak disangka banjir besar begini. Saya kira seperti biasa, hanya sampai kolong rumah. Ternyata naik cepat dan masuk sampai di dalam rumah panggung kami,” kata Mirna (31), di kediamannya, di Desa Konaweha, Samaturu, Minggu (21/1/2024). Waktu tempuh ke wilayah ini sekitar empat jam dari Kendari, ibu kota Sultra.
Saat kejadian, kata Mirna, hujan turun dengan intensitas sedang sejak siang hari. Menjelang sore, air mulai naik dari sungai yang berjarak sekitar 100 meter dari kediaman yang ditempatinya sejak kecil.
Akan tetapi, air tiba-tiba meluap dengan cepat dan masuk ke dalam rumah. Tinggi tiang rumah panggungnya lebih dari dua meter dari tanah. Air bercampur lumpur memenuhi rumah dan menyapu barang-barang.
”Kami hanya selamatkan yang bisa saja karena situasinya menakutkan. Rumah tetangga kami, yang masih keluarga, hanyut dibawa aliran air,” ujarnya. Kediaman Marni bersama keluarganya masih penuh lumpur dan ranting pohon yang terbawa banjir bandang.
Pada Minggu siang, ratusan warga Desa Konaweha bersama instansi terkait bergotong royong memberikan bantuan terhadap mereka yang terdampak. Sebagian mengeluarkan barang, menyingkirkan lumpur, dan mendirikan dapur umum. Debit air sungai terlihat turun. Meski begitu, sisa banjir bandang masih terlihat jelas dari lumpur dan aliran air di banyak tempat.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka, total rumah terdampak banjir sebanyak 1.011 unit yang tersebar di lima kecamatan. Dampak paling parah, yakni hingga rumah hanyut, terjadi di Kecamatan Samaturu.
Suhadani (27), korban banjir bandang lainnya, menuturkan, ia bersama keluarganya kehilangan rumah dan tempat jualan. Rumah mereka hanyut disapu derasnya air bersama rumah kerabat yang berdampingan.
”Kami hanya selamatkan pakaian di badan. Yang lain habis semua dibawa air. Ini saja ijazah baru didapat sama kemenakan tersangkut di pepohonan di pinggir sungai,” kata Ibu dua anak ini.
Sartina (57), kerabat Suhadani, menceritakan, ia menetap di wilayah ini sejak kecil hingga berumur dewasa. Sekitar 20 tahun lalu, ia meninggalkan kawasan ini dan berpindah ke tempat yang lebih tinggi karena banjir yang semakin sering datang dengan debit yang tinggi.
”Daripada kena banjir terus, saya pindah. Apalagi di atas sana hutan semakin terbuka,” ujarnya.
Kepala Desa Konaweha Hastu mengungkapkan, banjir bandang membuat dua rumah warga di wilayahnya hanyut dan ratusan rumah lainnya terendam. Satu rumah lain hanyut di desa tetangga. Air yang naik dengan cepat merendam empat dari enam dusun di daerah yang dilintasi Sungai Konaweha ini.
Menurut Hastu, meski air telah surut, pihaknya mengkhawatirkan banjir susulan bisa kembali terjadi. Terlebih jika hujan deras di daerah hulu terjadi, air di sungai bisa kembali meluap seperti yang terjadi saat ini.
Kami hanya selamatkan pakaian di badan. Yang lain habis semua dibawa air. Ini saja ijazah baru didapat sama kemenakan tersangkut di pepohonan di pinggir sungai.
”Hari ini sudah surut, tapi kalau hujan deras bisa kembali naik airnya. Apalagi di daerah hulu sana sudah terbuka semua karena perkebunan, termasuk DAS (daerah aliran sungai)-nya,” ujarnya.
Saat ini ia berharap ada bantuan air bersih, makanan siap saji, hingga pakaian. Sebab, sejumlah warga kehilangan barang-barang dan pakaian, termasuk kehilangan tempat tinggal.
Sementara itu, Ketua DPRD Kolaka Syaifullah Halik mengatakan, wilayah hulu yang terbuka memang terjadi beberapa dekade terakhir. Perkebunan cengkeh, pala, merica, hingga kelapa sawit memenuhi daerah hulu hingga daerah aliran sungai.
Kondisi itu menyebabkan air tidak bisa ditampung saat hujan turun dengan debit dan volume tinggi. Air mengalir deras hingga ke bagian hilir yang menyebabkan dampak besar seperti yang terjadi saat ini.
”Di Konaweha baru kali ini terjadi yang sebesar ini. Dan, kalau tidak ada langkah penanganan, identifikasi, dan program pemerintah, ini sangat bisa terulang di waktu mendatang,” katanya.
Situasi ini, tambah Syaifullah, tidak hanya terjadi di Konaweha. Sejumlah aliran sungai lain di Kolaka juga serupa sehingga banjir cepat terjadi. Banjir juga merendam sejumlah kecamatan lain di wilayah ini.