Warga Manado Bersiap Dihantam Banjir Rutin Awal Tahun
Warga Manado yang tinggal di tepian sungai khawatir akan jadi korban banjir tahunan untuk kesekian kali dalam hidupnya.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Warga Manado, Sulawesi Utara, yang tinggal di tepian sungai khawatir akan menjadi korban banjir untuk kesekian kali dalam hidup mereka seiring dengan peningkatan curah hujan pada Januari 2024. Meski tanggul pencegah banjir telah dibangun di beberapa lokasi, air terus meluber seperti pada Januari 2023 lalu.
Di Kelurahan Komo Luar, Wenang, yang terletak di samping Sungai Tondano, misalnya, warga memilih tak tidur jika hujan mengguyur pada malam hari. Salah satunya adalah Farida Baso (56), warga Lingkungan 2. Ia bahkan sudah memindahkan perabotan elektronik ke tempat tinggi agar tak lebih banyak hartanya yang hilang.
”Kulkas sudah saya taruh di atas meja, mesin cuci dan pakaian juga. Tahun lalu kulkas saya dua rusak, televisi juga sudah rusak. Kasur juga, yang alas bagian bawah sudah saya buang,” kata Farida, Kamis (18/1/2024).
Pada 27 Januari 2023, banjir melanda 23 kelurahan di 8 kecamatan dari total 87 kelurahan di 11 kecamatan. Komo Luar adalah salah satu yang terdampak. Secara keseluruhan, hampir 11.000 warga yang terbagi ke dalam 3.400-an keluarga menjadi korban. Pada saat yang sama, 92 orang menjadi korban longsor.
Akibat banjir tersebut, perabotan kayu di rumah Farida juga rusak. Rongsokan lemari, kursi, dan meja kini teronggok di samping rumahnya. Ia mengaku belum bisa membeli yang baru karena penghasilan Rp 150.000 per hari dari berjualan nasi bungkus sudah habis untuk kebutuhan sehari-hari dirinya serta adik lelakinya yang mengalami gangguan mental.
Karena itu pula Farida memilih untuk menetap karena tak dapat membeli rumah baru. Ia sempat berharap banjir berkurang pascaproyek normalisasi sungai dengan lebar hingga sekitar 25 meter plus pembangunan tanggul sepanjang 7 kilometer di Sungai Tondano sejak 2022.
Apalagi, pemerintah juga telah membangun Bendungan Kuwil Kawangkoan berkapasitas tampung 26,89 juta meter kubik yang dapat mengurangi debit banjir 146,6 meter kubik per detik. Namun, banjir tetap datang. ”Itu yang kami heran. Katanya sudah bikin bendungan sampai Pak Jokowi datang meresmikan, tapi bagaimana (dampaknya),” kata Farida.
Di perkampungan padat Ternate Tanjung Lingkungan 1, Singkil, atau yang lebih dikenal sebagai Kampung Argentina, warga juga memilih tidak tidur jika hujan turun pada malam hari. Leny Potale (43), salah satu warga itu, mengaku selalu khawatir jika air di salah satu cabang Sungai Tondano di sebelah kampung naik.
”Kalau sudah seharian hujan, kami bakal panik. Kami sudah tahu kalau air mau naik, kelihatan dari air di got. Jadi kami waspada,” kata Leny, menyiratkan betapa seringnya Kampung Argentina dibenamkan banjir karena letaknya yang menjorok ke badan sungai, sementara rumah berjajar di garis tepian sungai.
Fatma Potale (43), saudara Leny, mengatakan telah memindahkan barang-barang penting ke lantai dua rumahnya. Jika banjir terjadi, ia dan seorang anaknya akan mengungsi di situ pula. ”Tetapi, kalau air sudah naik dan kami tidak sempat pindahkan, ya kami biarkan saja terendam,” kata Fatma yang harus merelakan televisinya pada banjir Januari 2023.
Kalau sudah seharian hujan, kami bakal panik. Kami sudah tahu kalau air mau naik, kelihatan dari air di got. Jadi kami waspada.
Sama seperti Farida di Komo Luar, Leny dan Fatma mengatakan tak bisa pindah meski sudah tak terhitung berapa kali mereka menjadi korban banjir. Selain tak punya uang yang cukup, mereka juga tidak menjadi subyek bantuan pemerintah berupa relokasi ke permukiman khusus korban banjir 2014 di Kelurahan Pandu, Bunaken.
”Yang dapat cuma kampung (lingkungan) sebelah. Rumah mereka dibongkar, jadi harus pindah. Kami tidak dibongkar. Katanya, sih, mau dibongkar, tapi tidak tahu kapan,” kata Fatma.
Pada saat yang sama, potensi hujan berintensitas tinggi terus membayangi Sulut, termasuk Manado. Koordinator Bidang Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado Ben Arther Molle mengatakan, hujan lebat akan turun selama Rabu-Senin (17-22/1/2024) dengan diiringi petir dan angin kencang.
”Ini dapat mengakibatkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, dan hujan es,” kata Ben mengenai potensi bencana yang menyeluruh di 15 kabupaten/kota di Sulut itu.
Adapun pemicu hujan lebat itu adalah kombinasi aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang atmosfer Rossby Equator, serta angin muson Asia aktif. Anomali peningkatan suhu muka laut yang terjadi di Laut Sulawesi dengan rentang suhu 0,5–3,5 derajat celsius menyebabkan penambahan massa uap air yang naik ke atmosfer. Ketidakstabilan atmosfer juga akan menumbuhkan awan hujan secara signifikan selama sepekan.
Karena itu, masyarakat diminta waspada akan risiko bencana. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Manado Donald Sambuaga telah dihubungi untuk dimintai informasi tentang upaya antisipasi banjir, tetapi menolak mengangkat telepon ataupun membalas pesan teks.
Pekan lalu, Wali Kota Manado Andrei Angouw telah menerima peringatan dini akan potensi bencana hidrometeorologi dari Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado yang dibawahkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Ia pun segera memantau lokasi-lokasi rawan banjir.
Andrei mengingatkan warga untuk juga mewaspadai bahaya lain, seperti pohon tumbang yang dapat mencelakakan pengendara serta gelombang tinggi yang membahayakan nelayan. Analisis dan evaluasi kebijakan saat ini sedang dilakukan.