Bising Knalpot ”Brong” yang Rentan Memicu Masalah
Riuh bising knalpot ”brong” ibarat suara genderang perang. Suara itu sebaiknya diredam agar tak memicu konflik.
Bising suara knalpot tak standar, atau di sejumlah daerah biasa dikenal sebagai knalpot ”brong”, tidak sekadar berimbas menimbulkan polusi suara dan gangguan kesehatan pendengaran. Di lingkup kehidupan masyarakat, suara berisik ini juga mengganggu dan acap kali memicu beragam masalah baru.
Dalam setahun terakhir, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terus menertibkan kendaraan yang menggunakan knalpot bising. Total ada 430.000 pelanggaran terkait knalpot bising yang ditertibkan di seluruh wilayah Indonesia (Kompas.id, 11/1/2024).
Langkah penertiban juga dilakukan Kepolisian Resor kota (Polresta) Magelang. Terhitung sejak 3 Januari 2024 hingga sekarang, sedikitnya 800 knalpot ”brong” disita dari warga. Sebagian knalpot ”brong” diserahkan oleh para pelajar yang kemudian memiliki kesadaran untuk menyerahkannya, sebagian disita dari warga yang melintas di jalan.
Penertiban knalpot ”brong”, menurut Kepala Polresta Magelang Komisaris Besar Mustofa, tidak hanya terkait penegakan hukum. Penertiban juga dilakukan untuk menindaklanjuti banyaknya keluhan dari masyarakat. Suara berisik dari knalpot tersebut dirasakan warga mengganggu ketenangan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.
”Suara knalpot juga dikeluhkan mengganggu aktivitas ibadah. Mereka yang menjalankan ibadah di masjid, yang melaksanakan shalat lima waktu di rumah pun, terusik oleh suara bising knalpot ’brong’,” ujarnya.
Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penggantian knalpot kendaraan standar dengan knalpot ”brong” merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 285. Dalam ketentuan itu disebutkan, pengendara yang mengganti knalpot standar menjadi knalpot bising dapatkan dikenai tilang dan denda sebesar Rp 250.000.
Sementara dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2019 telah diatur ambang batas tingkat kebisingan atau desibel (dB). Untuk mobil, ditentukan maksimal 74 dB, mobil barang 84 dB, dan sepeda motor 82 dB (Kompas.id, 11/1/2024).
Dalam penertiban knalpot ”brong”, Polresta Magelang melakukan razia. Setiap pemilik kendaraan dengan knalpot tersebut akan dikenai sanksi tilang dan diwajibkan membayar denda.
Ketika kemudian tetap ada yang nekat, massa kampanye dari mana pun akan kami tilang.
Polisi juga mengedukasi kalangan pelajar agar menggunakan knalpot standar sesuai aturan. Selain itu, sosialisasi larangan penggunaan knalpot ”brong” juga dilakukan terhadap para pemilik bengkel dan pedagang suku cadang sepeda motor.
Masa kampanye
Memasuki masa kampanye menjelang pemilihan umum, penggunaan knalpot ”brong” juga patut diantisipasi. Lazimnya, saat kampanye terbuka dengan pengerahan massa, tidak sedikit dari simpatisan yang menjadi peserta kampanye, memasang knalpot ”brong”. Kondisi itu rentan memunculkan masalah baru.
Seperti diberitakan sebelumnya, salah satu masalah terkait knalpot ”brong” yang muncul selama masa kampanye adalah kasus penganiayaan terhadap sukarelawan pendukung pasangan capres-calon wakil presiden (cawapres) Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (30/12/2023). Kejadian bermula ketika rombongan sukarelawan melintas sambil memainkan gas motor di depan Markas Kompi B Yonif Raider 408/Suhbrastha.
Aksi memainkan gas tersebut menimbulkan kebisingan dan memancing emosi anggota TNI yang sedang bermain voli. Percekcokan dan penganiayaan oleh anggota TNI pun terjadi. Kasus tersebut saat ini masih didalami oleh Denpom IV/4 Surakarta.
Mengantisipasi insiden serupa, Mustofa menyatakan akan melakukan upaya antisipasi dengan menetapkan kebijakan bahwa setiap kelompok yang mengajukan izin kampanye harus menandatangani surat pernyataan yang memastikan bahwa rombongan peserta kampanye tidak ada yang menggunakan knalpot ”brong”.
Ketika kemudian tetap ada yang nekat, massa kampanye dari mana pun akan kami tilang,” ujarnya.
Sementara itu, Komandan Kodim 0705/Magelang Letnan Kolonel Infanteri Jarot Susanto menyatakan mendukung polisi untuk bersama-sama mengendalikan situasi dan mencegah penggunaan knalpot ”brong” di masyarakat. Berkaca pada pengalaman yang sempat terjadi Boyolali, ia juga terus berupaya mengingatkan jajarannya untuk menahan diri dan tidak menyelesaikan setiap masalah dengan tindakannya sendiri.
”Kami terus berupaya mengingatkan bahwa setiap pelanggaran ada aturan hukumnya masing-masing,” ujarnya.
Baca juga: Mengganggu dan Berisik, Penertiban Knalpot ”Brong” Digencarkan di Banyumas
Kepala Polresta Magelang Komisaris Besar Mustofa (kanan) dan Sekretaris Daerah Kabupaten Magelang Adi Waryanto (kiri) memotong knalpot sepeda motor yang tidak standar alias knalpot ”brong” di halaman Kantor Polresta Magelang, Jawa Tengah, Jumat (12/1/2024).
Sekretaris Daerah Kabupaten Magelang Adi Waryanto menuturkan, Pemerintah Kabupaten Magelang akan berupaya mengerahkan instansi terkait, seperti Dinas Perhubungan, Satuan Polisi Pamong Praja, untuk bersama-sama membantu polisi dan TNI, untuk menertibkan penggunaan knalpot ”brong” di masyarakat. Dia pun meminta segenap warga, pemilik, dan pengguna sepeda motor untuk tertib berkendaraan dengan memakai knalpot sesuai standar aturan.
”Mari kita bersama-sama menghentikan polusi suara dan menciptakan suasana tenang yang kondusif dalam keseharian,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Kepala Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Magelang M Habib Shaleh. ”Penertiban knalpot ’brong’ menjadi upaya penting untuk menciptakan suasana menjelang pemilu yang aman, damai, tenang, dan tidak menakutkan masyarakat,” ujarnya.
Selamamasa kampanye 1,5 bulan terakhir, situasi di Kabupaten Magelang relatif tenang. Kendati demikian, masih ada keluhan dari masyarakat tentang penggunaan knalpot ”brong” oleh massa peserta kampanye.
Oleh karena itu, dia berharap agar penindakan terhadap pengguna knalpot ”brong” tersebut tetap dilanjutkan, terutama pada masa dimulainya kampanye rapat umum terbuka pada 21 Januari mendatang.
”Seperti kita ketahui, pengerahan massa, pengguna knalpot ’brong’ biasanya akan secara masif dilakukan di masa kampanye terbuka,” ujarnya.
Tidak hanya sekadar berpotensi memancing emosi dan menimbulkan konflik, Habib menuturkan, penggunaan knalpot ”brong” memang sebaiknya dihentikan karena berdampak negatif, mengganggu aktivitas masyarakat lainnya.
Riuh bising suara knalpot ”brong” ibarat suara genderang dimulainya perang. Suara itu pun sebaiknya diredam agar tidak menimbulkan masalah berkepanjangan.
Baca juga: Ganggu Kenyamanan dan Polusi Suara, Polri Tertibkan Knalpot Bising