Pemkot Yogyakarta Beri Pendampingan Psikologis dan Hukum bagi Korban Kekerasan Seksual di Sekolah
Pemkot Yogyakarta mengawal penuntasan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap siswa di sebuah sekolah dasar swasta.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta, memberi pendampingan psikologis dan hukum bagi korban yang mengalami kekerasan seksual di sebuah sekolah dasar swasta di kota tersebut. Sejumlah lembaga dan instansi bekerja sama untuk mengawal penuntasan kasus tersebut.
Hal ini dikemukakan Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo dalam jumpa pers mingguan di kompleks Balai Kota Yogyakarta, Kamis (11/1/2024). Penanganan kedua aspek pendampingan itu dilakukan secara tersentral oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AP2KB), Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Yogyakarta.
Singgih menyatakan mengingat kasus yang menyangkut anak-anak ini sangat sensitif, penanganan perlu dilakukan secara halus (soft). Hal ini agar jangan sampai korban mengalami trauma yang berkepanjangan. ”Kami harus melindungi anak-anak, guru, dan sekolah itu sendiri,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya (Kompas.id, 8/1/2024), sebanyak 15 murid kelas VI sebuah sekolah dasar swasta di Kota Yogyakarta diduga menjadi korban kekerasan seksual di lingkungan sekolah. Pihak sekolah dan korban pun melaporkan terduga pelaku, yakni seorang tenaga pengajar lepas di sekolah itu, ke kepolisian.
Pelaporan dilakukan oleh kepala sekolah beserta penasihat hukum yang mewakili empat korban ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resor Kota Yogyakarta, Senin (8/1/2024) pagi. Kepala sekolah sekaligus merupakan salah satu orangtua korban.
Kami harus melindungi anak-anak, guru, dan sekolah itu sendiri.
Singgih menambahkan, pihaknya mengapresiasi keberanian anak-anak untuk menyampaikan perihal yang mereka alami itu. Hal ini membantu pengungkapan kasus sekaligus mencegah kejahatan itu berkepanjangan.
Ketua KPAID Kota Yogyakarta Sylvi Dewajani mengatakan, dari 15 anak yang diduga mengalami kekerasan seksual, sejauh ini baru satu korban yang laporannya bisa ditindaklanjuti secara pidana. ”Polisi sedang mendalami kasus ini,” ujarnya.
Pihak KPAID bersama Unit PPA Yogyakarta dan DP3AP2KB Yogyakarta akan terus mengawal aspek hukum kasus ini hingga selesai. Pendampingan psikologis pun terus dilakukan, bukan hanya untuk korban langsung, tetapi juga warga sekolah yang terdampak. ”Kami menempatkan kasus ini sebagai prioritas,” ujarnya.
Ke depan, dia menambahkan, sebagai upaya pencegahan kasus serupa terulang lagi, pihaknya juga akan bekerja sama dengan dinas pendidikan. Salah satunya yakni dengan menyeleksi guru honorer atau nonaparatur sipil negara (ASN) sebelum bisa mengajar di sekolah.
”Dari kasus-kasus kekerasan yang masuk laporannya ke KPAID Yogyakarta selama ini, hampir semua dilakukan oleh guru-guru non-ASN. Karena itu, harus dibentuk sistem (seleksi) itu,” kata Sylvi.
Terduga pelaku dalam kasus terakhir ini juga berstatus tenaga pengajar tidak tetap. Dari keterangan Elna Febi Astuti, penasihat hukum pelapor saat melaporkan kasus ini ke Polresta Yogyakarta, Senin (8/1/2024), terduga pelaku baru sekitar setahun mengajar mata pelajaran Konten Kreator di sekolah tersebut.