Lo Siauw Ging, Dokter Berjiwa Sosial Itu Berpulang
Lo Siauw Ging dikenal publik karena menggratiskan biaya bagi pasien miskin. Kebaikannya akan hidup dalam keabadian.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Dunia kesehatan nasional berduka. Dokter keturunan Tionghoa, Lo Siauw Ging, mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Kasih Ibu, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (9/1/2024). Ia dikenal berjiwa sosial karena menggratiskan pemeriksaan hingga pengobatan bagi para pasiennya tanpa pandang bulu.
Informasi perihal meninggalnya Lo dibenarkan oleh Manajer Humas Rumah Sakit (RS) Kasih Ibu Surakarta, Divans Fernandes, melalui pesan singkatnya, Selasa sore. Lo dilaporkan meninggal dunia dalam usia 89 tahun, pukul 14.00. Almarhum sempat dirawat sejak Jumat (5/1/2024) lalu.
”Karena memang usia sudah sepuh. Beliau sempat dirawat sejak 5 Januari 2024. Sejak dirawat kondisinya selalu naik turun,” tulis Divans dalam pesan singkatnya.
Lo tidak menarik biaya sepeser pun bagi pasien miskin.
Dihubungi terpisah, Sumartono Hadinoto, tokoh masyarakat Tionghoa asal Kota Surakarta, menyebut, sakit yang dialami Lo dipengaruhi usianya yang sudah sepuh. Dalam beberapa tahun terakhir, kata dia, Lo kerap pulang pergi ke rumah sakit untuk dirawat.
Kedermawanan, ungkap Sumartono, merupakan hal yang membuat Lo bisa dikenal luas oleh masyarakat. Pasalnya, Lo tidak menarik biaya sepeser pun bagi pasien miskin.
Lo menjadi dokter setelah lulus dari Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, pada 1962. Ia sempat mengabdi sebagai pegawai negeri yang bertugas di beberapa daerah, seperti Gunungkidul di Daerah Istimewa Yogyakarta; dan Boyolali, Wonogoiri, serta Surakarta di Jawa Tengah.
Inspirasi Lo menggratiskan biaya pemeriksaan muncul sewaktu bertugas di RS Panti Kosala, yang kini bernama RS Dr Oen, di Surakarta. Dalam masa tugasnya itu, Lo bertemu dengan dokter Oen Boen Ing. Sosok itu berperan besar mendirikan RS tersebut.
Lo memetik banyak pelajaran dari seniornya, Oen. Itu disebabkan prinsip yang dipegang Oen bahwa tugas seorang dokter hanya menyembuhkan orang, tidak ada yang lain. Oen tak menarik bayaran dari pasien miskin ketika membuka praktik dokter di kediamannya, di wilayah Kestalan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta. Lo pun menjadikan Oen sebagai panutan sekaligus idolanya.
Langkah Oen ditiru Lo saat membuka praktik di rumahnya, di wilayah Jagalan, Kecamatan Jebres, Surakarta. Hal serupa diberlakukannya ketika praktik di rumah sakit. Selain di RS Dr Oen, Lo pernah juga bertugas di RS Kasih Ibu. Bahkan, ia sempat menjabat sebagai direktur selama 1982 hingga 2004.
Seperti diberitakan Kompas (19/3/2019), Lo justru menyebut perbuatan baik bisa dilakukan semua orang. Bukan hanya kalangan dokter. Masing-masing mampu berbuat baik sesuai kemampuan dan cara mereka.
”Kebetulan saya dokter. Tetapi, sebetulnya setiap manusia bisa berbuat baik untuk sesamanya. Saya kira sama saja semuanya. Cuma skalanya lain, ada yang kecil, ada yang besar. Kalau saya sebagai dokter kebetulan lebih mudah karena pada umumnya soal kesehatan itu banyak dibutuhkan orang,” kata Lo, dalam wawancara dengan Kompas pada 14 Maret 2019.
Ternyata, bukan hanya Oen sosok panutan bagi Lo. Nasihat dari ayahnya juga mendorongnya untuk berbuat baik. Sewaktu menyatakan keinginan menjadi dokter, Lo diingatkan agar tak memikirkan soal dagang atau uang. Berkat nasihat itu niatnya membantu pasien miskin menjadi semakin kuat.
”Itu selalu tak (saya) bagikan ke semua dokter bahwa kalau mau jadi dokter harus ingat apa pesan orangtua dokter Lo. Bahwa kalau mau kaya, jangan jadi dokter. Tugas dokter adalah menyehatkan orang banyak tanpa memikirkan materi,” papar Sumartono, yang juga menjabat sebagai Chief Executive Officer Palang Merah Indonesia Kota Surakarta.
Kebaikan hati Lo untuk menggratiskan biaya pemeriksaan pernah dirasakan oleh Aviyanto (43), warga Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Pada 2009, ia mengalami kecelakaan yang mengakibatkan tulang belakangnya patah. Perawatan intensif dan pemeriksaan rutin mesti dijalaninya di RS Kasih Ibu.
Aviyanto pun menjalani beberapa kali pemeriksaan secara rutin. Sekali waktu, kondisi perekonomiannya memburuk. Ia tak mampu membiaya pemeriksaan rutin lagi. Enam bulan lamanya ia tidak melakukan kontrol atas cedera yang dialaminya. Kebetulan salah seorang dokter yang menanganiya ialah Lo.
”Saya ditelepon dari RS. Katanya, dokter Lo tanya kenapa saya tidak pernah periksa. Sewaktu cerita ada kendala ekonomi, dokter Lo menyarankan untuk tetap periksa dengan bansos (bantuan sosial) dari beliau. Jadi obat dan periksa semua ditanggung beliau,” kata Aviyanto.
Aviyanto juga menyaksikan kedermawanan Lo ketika memeriksakan diri ke tempat praktik pribadi dokter keturunan Tionghoa tersebut. Biasanya, tutur dia, Lo akan menanyakan kendaraan apa yang dinaiki si pasien untuk datang ke tempat praktik tersebut. Ia menyebut, tidak jarang Lo justru mengongkosi biaya perjalanan pulang buat pasiennya.
Jenazah Lo akan disemayamkan di Rumah Duka Thiong Ting, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, sebelum nantinya dikremasi. Adapun rencana kremasi bakal dilakukan di Krematorium Delingan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, pada 11 Januari 2024. Sebelum dikremasi, bakal ada peribadatan secara Katolik.
Kedermawanan Lo telah menyelamatkan banyak orang dari penyakit mereka. Besarnya tekad membantu itu membuatnya akan selalu dikenang sebagai dokter berjiwa sosial. Selamat jalan dokter Lo. Jasamu abadi...