S (44) membunuh istrinya, Andriyani (50), yang baru dua minggu dinikahi. Hal ini dilakukan bermotif alasan sakit hati.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Karena sakit hati, S (44), warga Desa Krasak, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, membunuh istrinya, Andriyani (50), warga Desa Kwaderan, Kecamatan Kajoran. Keduanya baru saja menikah pada 30 November 2023.
Kepala Kepolisian Resor Kota (Polresta) Magelang Komisaris Besar Mustofa mengatakan, pelaku mengaku perbuatan ini semata-mata dilakukannya karena dipicu alasan sakit hati.
”Pelaku mengaku tidak lagi bisa menahan emosi karena sering dihina secara fisik dan sering dibanding-bandingkan dengan suami korban sebelumnya,” ujarnya, dalam acara rilis kasus di Polresta Magelang, Jawa Tengah, Selasa (9/1/2024).
Temuan kasus ini bermula dari laporan dari anak kandung Andriyani, Beti Lestari (27), pada Senin (18/12/2024), ke Polsek Kajoran. Ia melaporkan ibunya telah menghilang sejak 16 Desember 2023.
Sebelumnya Beti datang ke rumah pelaku menanyakan keberadaan ibunya. Namun, pelaku berkilah, Andriyani tidak pernah sampai ke rumahnya.
Polisi pun menyelidiki dan mencurigai S sebagai pembunuh. Kecurigaan makin menguat karena gelang korban ditemukan terkubur di dekat rumahnya.
”Temuan gelang itu membuktikan bahwa keterangan pelaku yang menyebutkan korban tidak pernah datang ke rumahnya adalah keterangan bohong belaka,” ujar Mustofa.
Pada Kamis (4/1/2024), polisi memeriksa S, dan S akhirnya mengakui perbuatannya pada Jumat (5/1/2024) pagi.
Andiyani adalah istri kedua pelaku, sedangkan tersangka adalah suami ketiga dari korban. Pelaku mengaku sering mendapat hinaan menyangkut kondisi fisiknya, terutama terkait dengan cacat pada bagian telinga kirinya.
Temuan gelang itu membuktikan bahwa keterangan pelaku yang menyebutkan korban tidak pernah datang ke rumahnya adalah keterangan bohong belaka.
Cekcok berujung pembunuhan itu bermula pada Jumat (15/12/2023) pukul 21.30, Andriyani, dengan diantar anaknya, datang ke rumah pelaku di Desa Krasak. Oleh putrinya, korban diturunkan di depan jalan menuju rumah pelaku. Ketika itu, korban minta untuk diantar ke tukang pijat di Desa Sriwedari, Kecamatan Salaman.
Saat datang, Andriyani sudah emosi terhadap pelaku. Dia marah karena telepon seluler tersangka sulit dihubungi. Pelaku beralasan hal itu terjadi karena telepon selulernya memang dimatikan karena sedang pengisian baterai.
Alasan itu tidak diterima, dan Andriyani tetap marah-marah. Pelaku tetap memboncengkan korban ke tukang pijat dan sepanjang perjalanan di atas sepeda motor, pertengkaran di antara keduanya terus terjadi.
Emosi pelaku pun memuncak ketika istrinya membanding-bandingkan dirinya dengan suami korban terdahulu. Pelaku kemudian turun dari sepeda motor, langsung mencekik leher korban. Ketika itu, Andriyani sempat meminta maaf dan meminta pelaku menghentikan tindakannya.
Kata-kata tersebut tidak lagi digubris dan korban justru tiga kali dibanting di jalan cor hingga akhirnya tak sadarkan diri. Pelaku sempat memanggul Andriyani di bahunya. Namun, karena terlalu berat, dia pun memutuskan untuk menyeret tubuh korban dengan menarik kerudung yang dipakainya menuju ke kolam tempat merendam kayu di dekat rumah pelaku di Desa Krasak, Kecamatan Salaman.
Jarak lokasi mencekik korban ke kolam berkisar sekitar 20 meter. Setelah membuang tubuh korban dan menimbun dengan tanah sedalam 20-30 sentimeter, Sabtu (16/12/2023) sekitar pukul 01.00, pelaku kembali pulang ke rumah, membasuh diri, makan, dan tidur.
Sabtu pagi, setelah bangun, pelaku datang ke kolam dengan membawa cangkul dan berupaya menimbun korban lebih dalam lagi. Saat itu, dia pun juga sempat mengambil barang-barang korban, yaitu tas, gelang berwarna keemasan, dan telepon seluler.
Pada Sabtu malam, telepon seluler korban terus berdering. Pelaku gelisah, kemudian memutuskan mematikan telepon dan membuangnya lokasi tertentu. Hingga saat ini, telepon seluler itu juga belum ditemukan. Adapun, tas dan gelang korban dikubur di dekat rumah pelaku.
S mengatakan, hinaan dari korban sudah sering didengarnya sejak awal pernikahan. Namun, sebelumnya, balasan dalam bentuk kekerasan, baru dilakukannya pada 15 Desember 2023.
”Waktu itu, saya khilaf,” ujarnya. Saat ini, dia pun menyesal tindakan yang akhirnya menewaskan istrinya, Andriyani.
Atas perbuatannya ini, pelaku dinyatakan melanggar Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara, atau melanggar Pasal 44 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 45 juta.