Sosok Batara Indra di Balik Ragam Batik ”Dhaup Ageng” Kadipaten Pakualaman
Sejumlah motif batik baru diciptakan khusus untuk ”dhaup ageng” atau pernikahan agung di Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta. Pembuatan motif-motif batik itu mengambil inspirasi dari naskah kuno di Pakualaman.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta, bakal menggelar dhaup ageng atau pernikahan agung Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Kusumo Kuntonugroho dengan Laily Annisa Kusumastuti. Acara ini sangat spesial karena BPH Kusumo Kuntonugroho merupakan putra kedua Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X, pemimpin di Kadipaten Pakualaman sekaligus Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Rangkaian prosesi dhaup ageng itu telah dimulai sejak Rabu (3/1/2024). Adapun ijab kabul dan resepsi pernikahan hari pertama bakal digelar pada Rabu (10/1/2024). Dalam resepsi hari pertama itu akan diundang sekitar 1.500 tamu, termasuk Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, para pejabat tinggi negara, menteri, dan duta besar negara sahabat.
Tiga pasangan calon presiden-calon wakil presiden juga diundang dalam acara di institusi kerajaan tradisional di Yogyakarta itu. Selain itu, perwakilan dari kerajaan-kerajaan di Nusantara juga diundang. Pada Kamis (11/1/2024) bakal digelar resepsi hari kedua dengan jumlah tamu sekitar 4.000 orang.
Berbagai prosesi dalam dhaup ageng tersebut dijalankan berdasarkan adat istiadat Jawa. Oleh karena itu, pada beberapa acara, pasangan calon pengantin, orangtua pengantin, dan beberapa pihak terkait akan menggunakan kain batik sebagai busana. Yang menarik, sejumlah motif kain batik yang dipakai dalam acara itu ternyata khusus diciptakan untuk dhaup ageng BPH Kusumo Kuntonugroho dan Laily Annisa Kusumastuti.
Motif-motif batik itu diciptakan oleh Gusti Kanjeng Bendoro Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam yang merupakan istri KGPAA Paku Alam X. ”Untuk dhaup ageng ini, semua batik yang digunakan adalah baru dan itu adalah ciptaan saya. Tapi, saya juga mengacu pada batik-batik yang ada di Yogyakarta,” kata GKBRAA Paku Alam, Jumat (5/1/2024), di Yogyakarta.
Berdasarkan data dari Kadipaten Pakualaman, sedikitnya terdapat 11 motif batik baru yang diciptakan khusus untuk dhaup ageng ini. Motif pertama adalah batik Indra Widagda yang akan digunakan oleh dua calon pengantin saat ijab. Motif ini dibuat berdasarkan iluminasi atau hiasan bingkai yang terdapat dalam dua naskah kuno di Kadipaten Pakualaman, yakni Sestradisuhul dan Sestra Ageng Adidarma.
Motif batik Indra Widagda juga mengacu pada sosok Batara Indra, satu dari delapan dewa yang dipercaya menjadi bagian dari kelompok Lokapala atau penjaga alam semesta. Delapan dewa itulah yang menjadi inspirasi dari ajaran kepemimpinan khas Kadipaten Pakualaman yang dikenal dengan nama Astabrata.
Di dalam naskah Sestra Ageng Adidarma terdapat gambar ilustrasi Batara Indra yang sedang duduk sambil memegang buku. Di hadapan sang dewa, tampak seorang prajurit yang duduk di lantai.
Itulah kenapa Batara Indra dipercaya sebagai dewa yang menyukai ilmu pengetahuan dan memperhatikan pendidikan. Sebagai pemimpin, Batara Indra juga selalu berusaha mencerdaskan mereka yang dipimpinnya.
Menurut GKBRAA Paku Alam, karakter Batara Indra memiliki kecocokan dengan BPH Kusumo Kuntonugroho. Sebab, anak bungsu dari Paku Alam X itu juga suka belajar dan memperdalam ilmu pengetahuan.
Setelah lulus dari program sarjana di Departemen Mikrobiologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, BPH Kusumo Kuntonugroho menyelesaikan pendidikan master di Departemen Bioteknologi Osaka University, Jepang.
Saat ini pria dengan nama kecil Raden Mas Bhismo Srenggoro Kunto Nugroho itu sedang menempuh program doktoral di Departemen Bioteknologi Osaka University.
”Padahal, anak saya itu dari kecil sampai kuliah adalah anak band, rambutnya gondrong. Tapi, di balik kesukaan dia ngeband, ternyata dia senang belajar. Sekarang Mas Bhismo masih belajar di Osaka University untuk S-3. Itulah kenapa saya memakai tema Batara Indra pada dhaup ageng pernikahan anak saya yang kedua,” ungkap GKBRAA Paku Alam.
Kombinasi
Motif batik Indra Widagda bisa dianggap sebagai motif induk dari kain batik yang digunakan dalam dhaup ageng BPH Kusumo Kuntonugroho dan Laily Annisa. Sebab, motif batik lain yang dipakai dalam pernikahan itu merupakan pengembangan dari motif Indra Widagda. Motif Indra Widagda juga dikombinasikan dengan motif batik yang sudah ada sebelumnya sehingga menghasilkan motif baru.
Kombinasi itu antara lain terlihat dalam motif batik Indra Widagda Jatmika. Motif ini merupakan perpaduan motif Indra Widagda dengan motif batik nitik. Batik Indra Widagda Jatmika akan digunakan oleh pasangan calon pengantin setelah acara siraman. Motif ini mengandung harapan akan hadirnya ketenangan dan keharmonisan di hati dua calon pengantin.
Sementara itu, motif batik Indra Widagda Trajutresna, yang akan dipakai oleh calon pengantin saat acara midodareni, merupakan kombinasi motif Indra Widagda dengan motif batik gringsing. Motif ini membawa harapan agar pasangan pengantin mendapat anugerah cinta dan kebahagiaan sehingga mereka bisa menyayangi sesama dengan tulus.
Untuk dhaup ageng ini, semua batik yang digunakan adalah baru dan itu adalah ciptaan saya.
Ada juga motif batik Indra Widagda Wariga Adi yang merupakan perpaduan motif Indra Widagda dan Semen Kidang. Dalam dhaup ageng ini, motif batik itu memiliki posisi istimewa karena dibuat pada kain dodot atau kampuh, yakni kain yang cukup panjang dan lebar untuk busana pengantin. Apalagi, bagian prada atau warna emas pada kain batik itu dibuat dari emas asli.
Kain kampuh dengan motif Indra Widagda Wariga Adi akan dipakai pasangan pengantin saat acara panggih dan pahargyan atau resepsi hari pertama. Pada motif itu tersemat harapan agar pengantin dapat menggunakan ajaran dari orangtua dan para sesepuh sebagai pegangan hidup sehingga mereka bisa berkelana dengan tangkas dalam kehidupan.
GKBRAA Paku Alam menuturkan, kain kampuh untuk pengantin itu disiapkan sejak sekitar dua tahun lalu. Dia menambahkan, sesuai adat istiadat yang berlaku, kain kampuh untuk pengantin putra dan kain kampuh untuk pengantin putri tidak boleh disatukan di satu tempat atau ruangan sebelum dipakai oleh kedua pengantin.
”Ini keunikan kampuh. Tapi, kalau sudah di-agem (dipakai), boleh disimpan di satu ruangan, tapi di tempat yang berbeda. Jadi, saya sudah menyiapkan kotak-kotak untuk kampuh itu,” ujarnya.
Selain untuk pasangan calon pengantin, sejumlah batik dengan motif khusus juga disiapkan untuk sejumlah pihak. Motif Parang Indra Palupi, misalnya, disiapkan untuk dipakai KGPAA Paku Alam X dan GKBRAA Paku Alam saat acara ijab dan resepsi hari pertama. Untuk para saudara dan kerabat Kadipaten Pakualaman, disiapkan batik motif Indra Widagda Dipta Sentana.
Para abdi dalem Kadipaten Pakualaman akan memakai batik motif Indra Widagda Abdya Rumpaka. Adapun para panitia dhaup ageng juga disiapkan motif batik khusus yang bernama Indra Widagda Mitra Rumpaka.
Pegiat batik di Yogyakarta, Afif Syakur, mengapresiasi penciptaan sejumlah motif batik baru untuk dhaup ageng di Kadipaten Pakualaman. Dia menyebut penciptaan motif batik itu juga menjadi salah satu tonggak kejayaan Kadipaten Pakualaman.
”Ini saya anggap sebagai catatan sejarah yang akan terlihat pada 30-50 tahun kemudian,” ujar Afif.