Presiden Jokowi Janji Tambah Anggaran Subsidi Pupuk Rp 14 Triliun
Ketersediaan pupuk masih menjadi masalah yang dikeluhkan petani di berbagai daerah. Presiden Jokowi pun berjanji menambah anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 14 triliun tahun ini.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Presiden Joko Widodo berjanji akan menambah anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 14 triliun pada tahun ini untuk menjamin ketersediaan pupuk bagi para petani. Selama ini, Presiden mengakui, ketersediaan pupuk bersubsidi masih kerap dikeluhkan para petani.
Janji itu disampaikan Presiden Jokowi dalam acara Pembinaan Petani se-Jawa Tengah Mendukung Peningkatan Produksi Padi dan Jagung Nasional, Selasa (2/1/2024), di Gelanggang Olahraga (GOR) Satria, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jateng. Acara itu dihadiri ribuan petani dari berbagai wilayah Jateng.
”Saya kalau ke desa, ketemu petani, sejak 2020 keluhannya selalu satu, pupuk. Utamanya pupuk bersubsidi. Supaya Bapak-Ibu tahu ada ceritanya, dunia ini pada posisi ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ekonomi sehingga terjadi krisis keuangan dunia sehingga terjadi yang namanya krisis pangan dunia,” kata Presiden.
Presiden menyebut, pandemi Covid-19 serta perang Ukraina dan Rusia juga menyebabkan perekonomian merosot, pasokan pangan terganggu, serta bahan baku pupuk sulit didapatkan. Untuk memastikan ketersediaan pupuk di lapangan, pemerintah akan menambah anggaran subsidi pupuk.
”Di tahun 2024 ini, saya sudah ngomong ke Menteri Keuangan supaya subsidi pupuk ditambahkan senilai, angka hitung-hitungan kita, Rp 14 triliun. Harus ditambah untuk menutup kekurangan pupuk di lapangan,” ungkap Presiden.
Presiden menambahkan, pengajuan tambahan anggaran itu harus mendapat persetujuan dari DPR dan diupayakan bisa terwujud pada semester II tahun ini. Meski demikian, menurut Presiden, ketersediaan pupuk pada awal tahun ini masih aman. ”Ada 1,7 juta ton pupuk. Yang bersubsidi itu 1,2 juta ton dan yang tidak bersubsidi ada 500.000 ton,” papar Presiden.
Di sisi lain, Presiden juga mengingatkan, penggunaan pupuk oleh petani harus memperhatikan panduan dari para penyuluh supaya efektif dan efisien. Presiden juga mencontohkan penggunaan pupuk di negara maju yang sangat hemat.
”Penggunaannya itu betul-betul harus dihitung karena pupuk sekarang ini carinya tidak gampang di dunia. Jadi penggunaannya harus sangat cermat. Di negara lain yang sudah maju, pemupukannya pakai tetes. Airnya tetes, pupuknya juga tetes. Saking mereka menghemat air dan pupuk. Bukan dimocar-macir ke mana-mana,” tutur Presiden.
Impor
Presiden juga menyebut, ke depan diharapkan Indonesia tidak perlu melakukan impor beras lagi. Namun, tidak mudah untuk merealisasikan harapan itu. Salah satu sebabnya adalah jumlah penduduk yang terus bertambah. Bahkan, setiap tahun, tercatat ada 4 juta-4,5 juta kelahiran bayi di Indonesia.
”Semuanya butuh makan. Penduduk kita sekarang sudah hampir 280 juta jiwa. Semuanya butuh beras,” ujar Presiden.
Di sisi lain, Presiden menyatakan, Indonesia sudah berhasil mengurangi impor jagung. Pada 2015, impor jagung Indonesia mencapai 3,8 juta ton. Namun, impor jagung saat ini tinggal 800.000 ton.
”Artinya, petani dalam berproduksi jagung sudah melompat. Tiga jutanya tidak usah impor, sudah ada produksi di dalam negeri yang dihasilkan para petani,” papar Presiden.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, berdasarkan pendataan di 11 provinsi yang merupakan lumbung padi nasional, ketersediaan pupuk masih menjadi keluhan petani. Dia menyebut, sesuai arahan Presiden Jokowi, kuota pupuk bersubsidi akan ditambah tahun ini.
Selain itu, petani juga akan dipermudah untuk mendapatkan pupuk subsidi. ”Ambilnya akan dipermudah, kalau tidak punya kartu tani, bisa pakai KTP (kartu tanda penduduk),” kata Amran.
Di tahun 2024 ini, saya sudah ngomong ke Menteri Keuangan supaya subsidi pupuk ditambahkan senilai, angka hitung-hitungan kita, Rp 14 triliun.
Sikin (57), salah satu petani dari wilayah Ajibarang, Banyumas, mengatakan, pupuk urea bersubsidi di wilayahnya bisa didapatkan dengan harga Rp 130.000 per 50 kilogram. Adapun harga pupuk nonsubsidi mencapai Rp 550.000 per 50 kilogram.
”Susahnya itu karena jatah pupuk bersubsidi berkurang. Per hektar biasanya bisa dapat jatah 140 kilogram, sekarang dikurangi paling banyak 80-90 kilogram pupuk,” katanya.
Hal serupa juga disampaikan Taslim, petani dari wilayah Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jateng. Untuk 0,25 hektar lahan jagung, dia hanya mendapatkan jatah pupuk urea bersubsidi sekitar 16 kantong per tahun.
Jumlah itu hanya bisa dipakai untuk satu kali musim tanam. Oleh karena itu, untuk dua kali musim tanam lainnya, Taslim terpaksa membeli pupuk nonsubsidi.