Tahun 2023 telah berakhir. Banyak kegetiran hidup yang dialami. Namun, kehidupan harus tetap berjalan dengan merawat rasa syukur dan harapan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
Natal dan Tahun Baru 2022 merupakan momen terakhir Herawaty Sormin (46), warga Kota Medan, Sumatera Utara, bersama kekasihnya, Andrew Olander. Pada 26 Januari 2023, Andrew berpulang di Amerika Serikat.
”Kami sudah menjalani hubungan sekitar 14 tahun dan berencana menikah pada Juni 2023. Namun, takdir berkata lain,” ucap Era, sapaan akrabnya, kepada Kompas via telepon video, Sabtu (30/12/2023) sore.
Era membagikan kisahnya dalam kampanye Hari Ini Kita Cerita tentang 2023. Program ini mengajak warga bercerita tentang perjuangan mereka melalui tahun 2023 dan harapannya pada tahun selanjutnya.
Saat bercerita tentang kepergian sang kekasih, Era berulang kali menyeka air matanya. Ia menunjukkan foto-fotonya bersama Andrew. Foto-foto yang tertata rapi di meja dekat pohon Natal itu mengingatkannya kepada Andrew.
Pacarnya meninggal setelah mengeluh demam dan sakit perut. Kepergian Andrew yang tiba-tiba membuat Era begitu terpukul. Hubungan jarak jauh yang ia jalani juga membuat Era hanya bisa melepas kepergian kekasihnya dengan doa dari jauh.
”Saya masih sedih karena tak terlintas sedikit pun bakal ditinggal pergi selamanya. Selama ini, dia sehat-sehat. Suatu saat saya akan berziarah ke sana (Amerika Serikat) kalau jiwa saya sudah kuat,” ucapnya.
Waktu satu tahun belum cukup untuk menghapus duka di hati Era. Apalagi, Andrew menjadi orang yang selalu menyemangatinya untuk terus bekerja demi kemanusiaan.
Keduanya sama-sama relawan kemanusiaan. Mereka kerap berbagi dan selalu mengingatkan untuk berpikir positif.
”Jangan pernah curiga sama Tuhan. Seberat apa pun tantangan atau kesulitan yang menghadang, jangan pernah berputus asa,” kata Era mengulang ucapan Andrew.
Saat ini, Era mengasuh sebuah yayasan yang membantu anak-anak di Deli Serdang, Sumatera Utara. Era bersama beberapa temannya memberikan bantuan pendidikan untuk anak-anak petani dan pemulung.
Di Medan, Era tinggal bersama anjing peliharaannya. Orangtuanya sudah lama tiada, bahkan sebelum ia mengenal Andrew. Sementara kakak serta adiknya sudah berkeluarga dan tinggal terpisah di Medan dan Jakarta.
Meski masih merasakan duka di pengujung tahun, Era tetap optimistis menatap takdir baik di tahun 2024. Ia ingin terus bekerja untuk kemanusiaan. Selain menyukai bidang itu, Era merasa tetap hidup bersama Andrew dengan melakukan pekerjaan itu.
Baginya, rasa sedih dan duka yang masih ia rasakan hingga kini adalah bentuk cinta untuk orang yang ia kasihi. ”Dari pengalaman, saya belajar untuk tidak usah melupakan, tapi hidup bersama orang yang kita kasihi di dalam jiwa kita,” katanya.
Kegetiran hidup yang ia alami justru semakin menguatkan jiwanya untuk bangkit saat terpuruk. Baginya, kehidupan harus tetap berjalan dengan merawat rasa syukur dan harapan.
Menganggur
Kesulitan hidup juga dialami oleh Dedi Mijwar (36), warga Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, sepanjang tahun 2023. Lulusan SMK Jurusan Teknik Mesin ini sudah berulang kali mencoba melamar pekerjaan.
Namun, tak ada satu pun perusahaan yang memberinya kesempatan bekerja. Usia yang tak lagi muda sering kali menjadi hambatan untuk bisa diterima di pabrik atau perusahaan swasta.
Saat ini, ia bekerja paruh waktu membantu kakaknya berjualan sandal setiap Sabtu dan Minggu. Dedi mendapat upah Rp 50.000 per hari.
Mending capek kerja, daripada capek nganggur.
Sementara setiap Senin-Jumat, ia di rumah saja karena belum dapat pekerjaan. ”Mending capek kerja, daripada capek nganggur,” ucapnya.
Apesnya, Dedi beberapa kali terkena penipuan berkedok lowongan pekerjaan. Dia pernah dimintai uang Rp 100.000 hingga Rp 1 juta oleh orang yang mengaku bisa menyalurkan pekerjaan di pabrik tertentu.
Namun, orang-orang itu justru menghilang dengan membawa serta lamaran pekerjaan yang telah dia buat. ”Hidup lagi susah malah ditipu. Mana uangnya juga hasil minjem sama orang lain,” ucapnya.
Saat lulus SMK tahun 2007, Dedi sebenarnya pernah punya pengalaman bekerja di perusahaan suku cadang kendaraan bermotor. Namun, ia terkena pemutusan hubungan kerja ketika baru 1,5 tahun bekerja. Ia tak mendapat pesangon karena haya pekerja kontrak.
Ia juga pernah bekerja sebagai buruh di pabrik kerupuk, pabrik plastik, juga toko sembako di pasar. Namun, semuanya tak bertahan lama karena tempat usahanya gulung tikar. Selama pandemi, ia mengandalkan hidup dari bantuan pemerintah lewat program Kartu Pra Kerja.
Dedi mengaku punya keinginan untuk bekeluarga. Namun, ia menyadari kondisi keuangannya saat ini belum mampu untuk menanggung beban hidup yang lebih berat. Karena alasan itu juga, ia harus merelakan kekasih hatinya mencari orang lain yang lebih mapan.
Ia berharap hidupnya bisa lebih baik tahun depan. Ia tak pernah menyerah mencari pekerjaan sembari berusaha membuka usaha. Dukungan dari ibu juga tetap menguatkannya sampai hari ini.
”Ibu selalu bilang, ayo semangat harus cari kerja supaya bisa menabung dan hidup lebih baik,” ucap Dedi.