Ketika Lidah Pelancong Dimanjakan Santapan Kambing dari Surakarta
Menjelajahi ragam santapan kambing di Surakarta menjadi pilihan mengisi libur akhir tahun ini. Sedapnya makanan boleh jadi menyempurnakan liburan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
Bukan hanya batik dan keroncong yang kondang dari Kota Surakarta, Jawa Tengah. Ragam santapan kambing racikan ”Wong Solo” selalu punya cerita menarik untuk dijelajahi saat libur akhir tahun. Varian kuliner itu boleh dijadikan pilihan bagi pelancong untuk mengisi perut di sela-sela berpelesir.
Di Kota Surakarta, salah satu santapan kambing yang cukup khas dan diburu wisatawan ialah sate buntel. Adapun warung yang bisa dituju wisatawan untuk mencicipi menu itu, yakni Warung Sate Kambing Tambaksegaran “Asli” yang berdiri sejak 1948. Warung itu menarik untuk dikunjungi karena menjadi pionir pembuat varian sate tersebut.
”Sekarang sudah generasi ketiga. Saya meneruskan dari ayah saya. Dari dulu, jualannya juga di warung yang sama ini. Resepnya juga masih sama sejak dulu. Tidak pernah diubah-ubah,” kata Eva Yuliani, pemilik Warung Sate Kambing Tambaksegaran ”Asli”, saat ditemui di warungnya, di Kota Surakarta, Kamis (21/12/2023) siang.
Alamat warung itu berada di Jalan Sutan Syahrir Nomor 149, Kelurahan Setabelan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Bangunan dan lokasi warungnya masih sama sejak pertama kali berdiri. Untuk nama ”Tambaksegaran” itu, karena dulu kawasan tersebut bernama Tambaksegaran.
Bukti usia tua bangunan itu bisa ditengok dari tembok bagian atas. Tampak sejumlah retakan cat. Warna tembok pun telah berubah kecoklatan karena bertahun-tahun terkena bekas asap pembakaran sate.
Kondisi itu memberikan sensasi tersendiri. Sebab, wisatawan menikmati kuliner legendaris langsung dari titik asalnya. Saking legendarisnya, menu itu sudah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, mewakili kota tersebut, pada 2021.
Sosok pencetus sate buntel adalah seorang keturunan China, Lim Hwa Youe, pada 1948. Bentuk satenya berbeda dibandingkan sate pada umumnya.
Sate buntel, daging kambing dicacah lembut lalu dibungkus dengan lemak jaring milik kambing. Itu berkaitan dengan digunakannya istilah buntel yang artinya ”dibungkus” dalam bahasa Jawa.
Inovasi Lim sedikit banyak mengubah pandangan mengenai olahan daging kambing kala itu. Sebagian orang menganggap daging kambing itu keras sehingga sulit disantap.
Hadirnya sate buntel menawarkan santapan kambing yang bisa dinikmati semua kalangan karena daging cacah lebih lembut dikunyah.
”Jadi, daging yang empuk untuk sate potong-potong itu. Daging yang keras dicacah-cacah untuk sate buntel. Dengan begitu, tidak ada daging yang terbuang,” kata Eva.
Paling nikmat sate buntel disantap ketika masih hangat. Lembut daging cacahnya berpadu lezat dengan ”buntelan” lemak jaring. Bumbu kecapnya juga terasa pas, tidak terlalu manis. Irisan bawang dan acar menambah sedap sate itu, apalagi jika dilahap bersama nasi putih hangat.
Ada dua tusuk sate buntel untuk satu porsi yang dihidangkan. Kedua tusuk sate itu disajikan dengan cara dibelah menjadi empat bagian.
Banyaknya juru masak itu yang bikin servis kami secepat kilat. Kalau kondisi landai, lima menit saja sudah bisa tersaji. (Desi Paulina)
Ukuran satu tusuk sate pun cukup besar untuk kenyang dalam sekali makan, bahkan bisa disantap berdua mengingat besarnya porsi saji dari rumah makan tersebut. Untuk harga, satu porsi sate buntel dibanderol Rp 75.000.
Selain sate buntel, menu-menu khas warung sate juga ada, antara lain sate daging, sate jeroan, gule, tongseng, tengkleng, hingga nasi goreng.
Untuk tengkleng dan gule, seporsinya dipatok harga Rp 60.000. Adapun nasi goreng menjadi menu yang paling murah dengan harga Rp 40.000 per porsi.
Khusus menu tengkleng dan gule bisa dijadikan menu pendamping sate buntel dan sate daging. Kedua masakan itu menyajikan cita rasa khas yang gurih dan segar.
Perbedaannya, gule didominasi jeroan, sedangkan tengkleng menyuguhkan bagian tulang-tulangan. Jika beruntung, pengunjung bisa mendapat tulang yang memiliki sumsum. Kegurihannya dijamin menggoyangkan lidah.
”Untuk hari-hari biasa, kami bisa menjual 20-25 kilogram per hari. Ketika masa liburan seperti ini, penjualan bisa meningkat dua kali lipat. Itu karena ada banyak wisatawan dari sejumlah kota yang datang ke sini,” kata Eva.
Tempat lain yang dapat menyajikan olahan kambing tak kalah nikmatnya ialah Sate Kambing Pak Manto. Ada lebih dari 20 varian menu olahan kambing yang ditawarkan warung itu kepada pengunjungnya. Namun, menu andalan yang disajikan warung tersebut yaitu tengkleng rica.
Jika ”tengkleng Solo” biasanya berkuah cenderung kuning, lain rupa dengan tengkleng rica dari Pak Manto. Olahan kambing itu memiliki kuah agak kental dan berwarna lebih gelap.
Terdapat taburan irisan cabe rawit di atasnya. Rasanya cenderung pedas manis bercampur dengan rempah-rempah.
”Tengkleng rica yang istimewa dari kami. Dari total pesanan, kira-kira 50 persennya itu selalu pesan menu tersebut. Untuk menu andalan lainnya, seperti sate buntel dan sate daging, itu biasanya dijadikan pendamping tengkleng rica,” kata pemilik Sate Kambing Pak Manto, Desi Paulina, saat dihubungi.
Desi mengaku cukup antusias menyambut libur akhir tahun ini. Wujud antusiasmenya coba ditunjukkan dengan mengenalkan menu-menu baru seperti iga bakar kambing, sate kikil, dan sop kaki kambing. Diharapkan, menu-menu baru itu bisa menarik pelanggan lebih banyak.
Selain menu baru, kata Desi, ia menyiapkan porsi lebih banyak di momen liburan. Biasanya, dalam sehari Desi bisa menjual lebih kurang 1.000 porsi. Liburan akhir tahun kali ini ia menyiapkan dua sampai tiga kali lipat dari jumlah porsi hari biasa karena biasanya pengunjung lebih banyak.
”Jadi, bahan baku kami tidak pernah kehabisan. Dari pagi sampai malam, tamu tidak akan kecele. Mau cari menu apa dijamin ada terus,” kata Desi.
Warung itu juga memiliki tempat yang lumayan luas. Mereka bisa menampung ratusan orang sekali waktu. Pengelola restoran menjamin pesanan pelanggan bisa disajikan kurang dari 10 menit karena ia memiliki setidaknya delapan juru masak setiap hari.
”Banyaknya juru masak itu yang bikin servis kami secepat kilat. Kalau kondisi landai, lima menit saja sudah bisa tersaji,” kata Desi.
Belakangan, masifnya pembangunan membuat ”Kota Bengawan” mempunyai sejumlah destinasi anyar. Namun, tak cukup bagi pelancong sekadar berpelesir.
Perut-perut lapar mereka mesti diisi. Untuk itu, sate buntel dan tengkleng rica hadir menyambut kelaparan itu agar mereka pulang dengan senyum lebar dan hati gembira.