Para Penyuplai Energi Pengarung Samudra
Setiap divisi di KRI Dewaruci bagaikan sistem. Semuanya berperan dalam setiap pelayaran, termasuk juru masak. Meski jarang tersorot, peran mereka penting menyuplai energi kru kapal saat mengarungi samudra.
Suasana dapur KRI Dewaruci siang itu lebih sibuk dari biasanya. Lima dari tujuh prajurit yang biasa bertugas sebagai juru masak turun ke dapur untuk menyiapkan menu makan malam. Mereka akan menjamu rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah dengan cocktail party sederhana.
Siang itu, tiga prajurit mempersiapkan sejumlah menu makanan. Ada yang membuat opor ayam, ada pula yang menyiapkan es buah dan pisang goreng. Dua prajurit lain menunggu giliran. Mereka akan memasak nasi goreng dan mi goreng untuk pelengkap.
”Hari ini kekuatan penuh. Hampir semuanya terjun. Kami menyiapkan makanan untuk 130 porsi,” kata Kopral Kepala (TTG) Wakhidin (51), salah satu dari lima prajurit yang memasak sekaligus Kepala Bagian Dapur KRI Dewaruci di perairan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, Senin (27/12/2023).
Baca juga: Jejak Peradaban Jalur Rempah di Selayar
KRI Dewaruci merupakan kapal latih milik TNI angkatan laut. Kapal layar tiang tinggi tipe Barquentine ini dibuat di Jerman tahun 1952 dan dibawa ke Indonesia pada Juli 1953. Kapal legendaris ini sudah dua kali mengelilingi dunia: tahun 1964 dan 2012.
KRI Dewaruci kerap terlibat dalam kegiatan diplomasi budaya. Pada 24-28 November 2023, kapal dengan 74 kru ini membawa 46 orang rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah, yang diadakan Kemendikbudristek, dari Surabaya ke Kepulauan Selayar.
Senin malam itu, merupakan malam terakhir pelayaran bersama rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah sebelum merapat di dermaga Pelabuhan Rauf Rahman Benteng, Kepulauan Selayar. Kru KRI Dewaruci mengadakan jamuan sederhana sebagai salam perpisahan.
Rombongan disuguhi dengan opor ayam, nasi goreng, mi goreng, es buah, dan pisang goreng. Rasa masakannya nikmat. “Sebelum rombongan meninggalkan KRI Dewaruci, kami beri kesan terbaik agar mereka tidak lupa,” kata Letnan Satu Laut (S) Daud, Kepala Departemen Logistik KRI Dewaruci.
Baca juga: Kelapa yang Mengakar di Kehidupan Warga Selayar
Daud menjelaskan, di KRI Dewaruci, ada enam prajurit bertugas sebagai juru masak. Prajurit itu terbagi menjadi tiga regu. Setiap hari, ada satu regu yang piket masak untuk sarapan dan makan malam. Untuk makan siang, semuanya regu terlibat. Selain itu, satu bintara perbekalan juga membantu membuat camilan (snack) pagi dan malam.
Pada persiapan jamuan Senin malam, ada dua regu juru masak yang bertugas dibantu bintara perbekalan. Satu regu lainnya istirahat karena sudah bertugas hari sebelumnya dan akan bertugas pada hari berikutnya.
Persiapan bekal
Persiapan bekal makanan dan air bersih menjadi kewajiban sebelum berlayar mengarungi laut dan samudra. Pelayaran dengan KRI Dewaruci berlangsung berhari-hari atau berminggu-minggu sehingga tidak memungkinkan mendapatkan bahan makanan di tengah perjalanan.
Sebelum berangkat, kepala departemen logistik akan menyampaikan rencana pelayaran kepada bintara perbekalan, termasuk jumlah hari dan penumpang kapal. Bintara perbekalan kemudian menghitung semua kebutuhan logistik yang harus dibawa, termasuk bahan makanan dan minuman.
Baca juga: Laskar Rempah Telusuri Jejak Peradaban Masa Lalu
Bintara perbekalan KRI Dewaruci, Kopral Satu (Bek) Rudji Antoro (40), menjelaskan, dalam menyiapkan bekal makanan, ia berkonsultasi dengan kepala bagian dapur. Bahan-bahan itu disesuaikan dengan menu apa yang akan dibuat juru masak selama pelayaran dan anggaran tersedia.
Setelah semua kebutuhan tercatat, mulai dari beras, lauk, sayur, buah-buahan, hingga bumbu-bumbuan, bintara perbekalan dibantu kepala bagian dapur berbelanja ke pasar. Bahan-bahan yang dibeli disimpan di ruangan dan freshroom di gudang logistik.
Untuk perjalanan 24 November lalu dari Surabaya, Rudji menyiapkan bekal untuk 20 hari. Seusai mengantarkan rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah ke Kepulauan Selayar, KRI Dewaruci melanjutkan perjalanan ke Bau-bau dan Ternate.
Menurut Rudji, sebelum bertolak ke Kepulauan Selayar, KRI Dewaruci baru dua hari berlabuh di Surabaya seusai mengantar taruna Akademi Angkatan Laut ke Banjarmasin dan Banyuwangi. Rudji cuma punya waktu beberapa jam bertemu keluarga di Surabaya, lalu kembali sibuk menyiapkan perbekalan.
“Jenis bekal yang dibawa bisa mencapai 150 item. Hari-H pelayaran semuanya sudah harus siap,” kata Rudji, yang sudah 20 tahun bertugas di KRI Dewaruci.
Selain bahan-bahan segar, Rudji juga harus memastikan ketersediaan bekal darurat. Makanan tersebut antara lain roti gabin (karbohidrat) dan ransum TNI, seperti semur daging kaleng, ikan marlin kaleng, Imucal (susu sereal), dan susu cokelat.
Asupan makanan
Setiap hari, kru kapal dan penumpang mendapat tiga kali asupan makanan. Jadwalnya adalah sarapan pukul 06.00, makan siang pukul 12.00, dan makan malam pukul 18.00. Makanan terdiri dari karbohidrat, lauk, dan sayur. Saat makan siang, ada buah-buahan, sedangkan sarapan pagi dan makan malam ada camilan.
“Juru masak sudah menyiapkan makanan 4-5 jam sebelum jadwal makan. Untuk sarapan pagi, misalnya, sudah bersiap-siap sejak pukul 02.00,” kata Wakhidin, yang akan pensiun 1-2 tahun lagi setelah 31 tahun bertugas di KRI Dewaruci.
Proses memasak di dapur, kata Wakhidin, tidak menggunakan api, tetapi kompor dan oven listrik. Penggunaan peralatan tersebut untuk menghindari terjadinya kebakaran di dalam kapal, terutama saat cuaca buruk.
Menurut Wakhidin, prajurit yang bertugas memasak harus pandai mengatur menu agar kru kapal tidak cepat bosan. Meskipun bahannya sama, cara pengolahannya divariasikan. Bahan ayam, misalnya, diolah menjadi berbagai macam, seperti ayam goreng, ayam kecap, ayam bumbu kuning, dan ayam opor.
Selain itu, pengaturan menu juga mempertimbangkan kondisi bahan makanan. Bahan yang kurang awet dimasak lebih awal agar semua bahan dapat digunakan secara maksimal. Dengan demikian, kondisi kekurangan makanan di tengah pelayaran dapat terhindarkan.
Proses menyiapkan makanan di KRI Dewaruci tidak selalu mudah. Saat cuaca buruk, kapal terombang-ambing dan peralatan masak bisa terlempar-lempar. Jika kondisinya tidak terlalu parah, kata Rudji, juru masak masih mengupayakan memasak nasi dengan lauk cepat saji, seperti semur daging kaleng dan ikan marlin kaleng.
Kondisi terparah yang dialami Rudji dan kawan-kawan adalah tahun 2004 saat terkena badai Taifun di Jepang. Kemiringan kapal mencapai 35 derajat dengan ketinggian gelombang 3-4 meter. “Kami waktu itu cuma bisa bagikan roti gabin ke anggota,” ujarnya.
Belakang layar
Kepala Departemen Logistik KRI Dewaruci Letnan Satu Laut (S) Daud mengatakan, ada empat divisi di kapal ini, yaitu navigasi dan komunikasi, senjata dan bahari, mesin, serta logistik. Dua divisi yang disebutkan di awal sering tampil dan terlihat, sedangkan dua divisi terakhir jarang terlihat atau berada di belakang layar.
Meskipun demikian, kata Daud, keempat divisi sama-sama berperan penting selama pelayaran. Ibarat sistem, keempatnya saling terkait, tak bisa dilepaskan satu sama lain. “Operasi tanpa dukungan orang belakang layar tidak akan berhasil, begitu pula sebaliknya,” katanya.
Daud mengakui memang beberapa tentara merasa berkecil hati saat dilantik dan ditempatkan di korps bagian memasak karena kerap dipandang sebelah mata. Namun, bagi orang yang betul-betul menguasai dan memahami, menjadi bagian dari korps ini sangat luar biasa.
Orang-orang di belakang layar, seperti Wakhidin, Rudji, dan rekan-rekan pun memahaminya. Rudji, misalnya, memahami pentingnya departemen logistik dalam sebuah operasi meskipun tidak terlihat di depan layar.
“Logistik tidak menentukan kemenangan dalam sebuah pertempuran. Tapi tanpa logistik pertempuran mustahil dimenangkan,” ujar Rudji, ayah dua anak asal Sidoarjo ini.
Proses menyiapkan makanan di KRI Dewaruci tidak selalu mudah. Saat cuaca buruk, kapal terombang-ambing dan peralatan masak bisa terlempar-lempar. Jika kondisinya tidak terlalu parah, kata Rudji, juru masak masih mengupayakan memasak nasi dengan lauk cepat saji, seperti semur daging kaleng dan ikan marlin kaleng.
Selain itu, semua prajurit di KRI Dewaruci dari divisi mana pun, termasuk juru masak, terlatih di dalam pertempuran. Dalam situasi biasa, mereka memang akrab dengan kompor, pisau, sendok, dan spatula, tetapi saat perang mereka selalu sedia angkat senjata membela negara.