Tol Laut, Kepastian Logistik untuk Penduduk Teras Negeri
Tol Laut membawa kepastian distribusi barang pokok dan menekan disparitas harga untuk daerah terluar dan terpencil.
Kehadiran negara di pulau-pulau terpencil dan terluar Indonesia ditunjukkan dengan harga bahan pokok yang stabil karena kepastian transportasi. Di Pelabuhan Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, kedatangan kapal logistik dari Tol Laut membawa asa kesejahteraan untuk para penghuni teras negeri ini.
Adi (42), buruh angkut kapal penumpang, tersentak saat bunyi klakson Kapal Logistik Nusantara 2 memecah keheningan di Pelabuhan Tahuna, Selasa (28/11/2023) pagi. Lelahnya seketika hilang saat kapal Tol Laut yang mengangkut bahan pokok untuk warga sesaat lagi berlabuh di dermaga.
Adi lega karena kapal sepanjang 80 meter ini merapat kembali di pelabuhan. Selama tahun 2023, dia kerap melihat kapal setiap bulan untuk mengangkut puluhan kontainer kebutuhan warga, terutama bahan pangan, seperti beras, dan daging ayam.
”Saya ini cuma buruh angkut kapal penumpang, tetapi kalau kapal ini datang, saya tenang. Saya dengar kapal ini membawa bahan-bahan pokok seperti beras, minyak tanah, gula, dan daging ayam. Jadi, harga-harga barang di sini tidak jauh beda dengan yang di Bitung atau Manado,” ujarnya.
Bahkan, hadirnya Tol Laut ke Tahuna membawa perubahan. Adi melihat, pedagang bahan pokok di sekitar Tahuna mulai menjamur dengan harga yang bersaing, bahkan tidak jauh berbeda dengan harga di Sulawesi sebagai pulau utama.
Baca juga: Ketegasan Aturan Tol Laut Dibutuhkan untuk Tekan Disparitas Harga
Harga bahan pokok yang stabil ini setidaknya membuat Adi tidak perlu terlalu khawatir di tengah kesulitannya mencari penghasilan. Apalagi, hari itu dia kurang beruntung karena tidak banyak penumpang yang menggunakan jasanya.
”Tadi pagi dapat kurang dari 10 penumpang, jadi cuma Rp 100.000-an. Jadi, kalau harga naik tinggi, saya lebih khawatir karena uang segitu kurang,” kata Adi.
Kapal yang dinakhodai R Sentot Adibowo (37) ini mengangkut 84 kontainer bahan pokok untuk Pelabuhan Tahuna, lalu 18 kontainer lainnya untuk Pelabuhan Nunukan, Kalimantan Utara. Barang pokok yang diangkut ini berasal dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, dan Pelabuhan Makassar.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, kapal dari PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni dengan kode trayek H-1 ini menempuh jarak hingga 2.811 mil laut dalam sekali putaran. Perjalanan ini membutuhkan waktu berhari-hari dan berteman sepi karena penghuni kapal hanyalah Sentot dan 18 kru lainnya.
”Sebelumnya, saya bertugas di kapal penumpang. Dalam kapal itu ada ratusan orang, krunya juga banyak. Perjalanan juga tidak sampai berhari-hari. Kami berangkat dari Pelabuhan Makassar lima hari lalu,” ujar Sentot.
Jenuh kerap menghampiri Sentot dan kru lainnya. Apalagi, lebih dari separuh kehidupan mereka menatap lautan luas yang birunya membentang sepanjang perjalanan. Kecepatan kapal juga hanya rata-rata 8-10 knot atau sekitar 20 kilometer per jam.
”Kami juga harus waspada dengan kondisi alam dan gelombang. Kalau tenang, biasanya jenuh datang dan kami mengatasinya dengan main video game,” ujarnya tertawa.
Namun, kejenuhan yang dirasakan itu menguap saat kapal Logistik Nusantara 2 berlabuh. Sentot bahagia dengan sambutan warga yang menanti mereka karena kapal itu mengangkut kebutuhan pokok warga di Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Hal serupa juga dirasakan Novita Reswari (28) yang bertugas di bagian pengurusan dokumen atau disebut kerani. Saat berbelanja di pelabuhan, dia merasakan keramahan penduduk dan mendengar harapan mereka agar Tol Laut tetap berlanjut.
”Mereka umumnya senang melihat kapal telah berlabuh. Artinya, kebutuhan mereka sebulan ke depan bisa terpenuhi,” ujar Novi yang menjadi satu-satunya kru perempuan di kapal ini.
Tekan disparitas
Konsep Tol Laut dicetuskan Joko Widodo saat menjadi calon presiden dalam janji politiknya di tahun 2014 dan diresmikan tahun 2015. Layaknya jalan bebas hambatan, tol laut memberikan akses transportasi langsung dari satu titik pelabuhan ke pelabuhan lainnya dengan membawa logistik. Sasaran kapal kargo ini adalah daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP) Indonesia.
Pada tahun 2023, Kemenhub merilis 39 trayek yang membentang dari Kepulauan Riau hingga Merauke dan 11 trayek di antaranya dikelola Pelni. Bahan-bahan pokok yang akan didistribusikan berasal dari enam pelabuhan pangkal, yakni Tanjung Priok, Tanjung Perak, Bitung, Kupang, Sorong, dan Merauke.
Subsidi untuk Tol Laut masuk ke anggaran sektor Perhubungan Laut Kemenhub yang mencapai Rp 1,47 triliun bersama angkutan perintis, angkutan kapal ternak, dan kapal rede (Kompas, 9 Januari 2023). Sesuai tujuannya, anggaran untuk konektivitas antarpulau dengan Tol Laut ini diharapkan bisa menekan disparitas harga untuk pulau-pulau terluar ini.
Tol Laut ini urat nadi distribusi logistik di Kepulauan Sangihe. Per tahun 2023, jumlah penduduk kabupaten ini mencapai 136.789 jiwa. Sebagian kecil dari warga menempati pulau-pulau kecil yang perlu diperhatikan, terutama di wilayah perbatasan.
Manajer Penjualan Non-Komersial Kargo Pelni Achmad D Tamzak memaparkan, 10 kapal dipergunakan dalam program Tol Laut selama tahun 2023. Hingga Oktober, kapal-kapal ini telah melakukan perjalanan hingga 91 pelayaran (voyage) dengan mengangkut 7.879 TEUs muatan berangkat dan 3.699 TEUs muatan balik.
TEUs (twenty-foot equivalent unit) adalah sebutan untuk satuan kontainer yang dipergunakan dalam distribusi logistik. Achmad memaparkan, muatan berangkat berisi bahan-bahan pokok, sementara muatan balik dimanfaatkan untuk mengangkut hasil-hasil bumi di daerah tujuan.
”Ketika ada kapal murah dan cepat, itu pasti jadi pilihan. Buat komoditas, itu paling cocok karena kualitas hasil bumi ini toleransi waktunya hanya 5 persen. Jadi, tol ini memberikan kepastian jadwal sehingga bisa dimanfaatkan masyarakat,” ujarnya.
Kedaulatan
Tidak hanya menekan disparitas harga, kepastian distribusi barang pokok ini menjadi bukti kehadiran negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Apalagi, Indonesia memiliki belasan ribu pulau yang sebagian di antaranya menjadi teras negeri yang berbatasan dengan negara lain.
Kabupaten Kepulauan Sangihe bisa menjadi contohnya karena berbatasan langsung dengan Filipina. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe Rifai Madang menyebut, kontribusi Tol Laut untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat lebih dari 70 persen.
”Tol Laut ini urat nadi distribusi logistik di Kepulauan Sangihe. Per tahun 2023, jumlah penduduk kabupaten ini mencapai 136.789 jiwa. Sebagian kecil dari warga menempati pulau-pulau kecil yang perlu diperhatikan, terutama di wilayah perbatasan,” ujarnya.
Rifai mengingat, kesulitan warga karena barang-barang pokok yang terlambat datang di awal tahun 2023, salah satunya di Kecamatan Kepulauan Marore. Kondisi ini dibayar mahal dengan mendatangkan barang kebutuhan pokok kota General Santos di Pulau Mindanao, Filipina.
Kota ini hanya berjarak 159 kilometer di sebelah utara Marore. Sementara itu, Tahuna yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan Sangihe berada 125 km di sebelah selatan kecamatan itu.
Baca juga: Program Tol Laut Masih Dibayangi Persoalan
Menurut Rifai, warga yang ada di perbatasan ini akan semakin kesulitan jika barang yang ada di Tahuna terbatas. Mereka harus menempuh jarak hingga 366 km untuk mencapai Kota Bitung atau Kota Manado.
Potensi arus barang yang datang dari negara tetangga ini menjadi lebih tinggi karena sejumlah warga memiliki kedekatan emosional dan ikatan darah. Rifai berujar, sebagian warga di perbatasan memiliki keluarga di Filipina sehingga langsung tergerak saat kebutuhan mereka tidak terpenuhi.
”Ketersediaan bahan pokok ini tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan warga. Ini berkaitan dengan hadirnya negara di pulau-pulau terluar. Jangan sampai bendera Filipina berkibar di wilayah Indonesia karena kebutuhan mereka tidak bisa dipenuhi negara,” kata Rifai.
Kelancaran distribusi bahan pokok yang bisa dirasakan oleh seluruh warga mampu meningkatkan kesejahteraan dan kepastian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, lebih dari itu, kehadiran negara menjadi semakin terasa, terutama bagi penduduk perbatasan yang menjadi teras negeri.