Kuliner Danau Toba, dari Ombus-ombus hingga Piza Andaliman
Berkunjung ke wilayah Danau Toba, Sumatera Utara, tidak lengkap rasanya jika tidak mencicipi kulinernya. Mulai dari mi gomak, ombus-ombus, hingga piza andaliman.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
Berkunjung ke wilayah Danau Toba, Sumatera Utara, tidak lengkap rasanya jika tidak mencicipi kulinernya. Mulai dari mi gomak, ombus-ombus, hingga piza andaliman. Semuanya bisa memanjakan lidah pengunjung.
Menjelang malam, Selasa (19/12/2023), udara dingin dari hamparan sawah menerobos ke Piltik Coffee Kecamatan Siborongborong, Tapanuli Utara. Sesekali, pengunjung meringkuk menahan angin yang berembus dari pohon rindang dan tanaman merambat di kafe itu.
Hawa dingin itu perlahan menjauh setelah mereka memesan menu penghangat badan, seperti mi gomak, ombus-ombus, hingga teh serai madu. Penganan yang biasanya dijajakan di pinggir jalan itu kini dihidangkan di sebuah kafe berkelas.
Ombus-ombus segera meluncur ke atas meja. Makanan yang terbuat dari tepung beras dan ketan serta dibungkus daun pisang ini wajib disajikan saat panas.
Istilah las kede (masih panas) dipampang di poster, frasa yang diucapkan pedagang ombus-ombus yang biasa berjualan dengan sepeda di Siborong-borong. Namanya juga ombus-ombus, artinya 'diembus sebelum dimakan'.
Di kafe yang dihiasi aneka ornamen natal ini, dua buah panci kukus berisi ombus-ombus tersaji di dekat pengunjung. Panci itu tak henti-henti memanaskan ombus-ombus. Setiap kali tutup panci dibuka, uap air menguar.
Menariknya lagi, pengunjung menikmati kuliner ini di atas piring anyaman lidi dengan alas daun pisang. Beberapa piring keramik putih dan garpu kecil yang tebal turut menemani ombus-ombus.
Cara makannya, bungkus pisang dibuka lalu isinya dibelah dua. Di setiap gigitan, isian kelapa parut dengan gula merah meluber dan pecah di lidah. Jangan lupa memakai garpu saat menyantap penganan seharga Rp 13.800 per porsi ini.
Setelah mencicipi ombus-ombus, giliran mi gomak yang meluncur ke tenggorokan. Mi dalam mangkuk keramik disajikan dengan kuah santan yang kental berpadu dengan kunyit.
Sambal andaliman tersaji di atas telur. Merica Batak yang merupakan bumbu dari tanaman endemik dataran tinggi Danau Toba itu menggetarkan lidah dan membuat peluh sesaat.
Mi ini disebut gomak karena disajikan dengan tangan. Mi ini mirip spageti produksi lokal, yang dan disajikan dengan cara digomak atau diambil oleh tangan penjualnya.
Namun, di kafe atau restoran, mi gomak dengan harga Rp 49.450 per porsi tersaji dengan standar lebih baik. Potongan daging ayam yang lembut dan berlimpah menambah kesan mewah mi tradisional itu.
Menu berbahan lokal lainnya juga menanti pengunjung, mulai dari nila toba goreng, nasi goreng andaliman, hingga nasi ayam suwir kecombrang.
Kecombrang yang dalam bahasa lokal disebut rias juga menjadi bumbu andalan masakan tradisional Batak. Menu minuman utamanya, kopi arabika Sumatera dari Siborongborong dan sekitarnya. Jika ingin mencoba minuman lainnya, ada teh serai.
”Konsep dari makanan yang kami sajikan adalah menggunakan bahan lokal sebanyak mungkin dan menyajikannya dengan standar yang lebih berkualitas,” kata Edward Tigor Siahaan, pendiri dan pemilik Piltik Coffee.
Beberapa tahun lalu sangat sulit ditemukan tempat menyantap makanan lokal berstandar restoran atau kafe di kawasan Danau Toba. Terutama di Tapanuli Utara, Toba, Samosir, hingga Humbang Hasundutan.
Padahal, kunjungan para wisatan dan perantau ke kawasan Danau Toba cukup tinggi. Namun, tidak banyak pilihan menikmati makanan tradisional.
”Kuliner di kawasan Danau Toba itu sebenarnya sangat enak dan mempunyai keunikan. Tinggal disajikan di tempat yang bersih, rapi, dengan harga yang pasti,” kata Tigor, yang membuka kafenya setiap hari pada pukul 07.00-21.00.
Kafe dan restoran mulai berkembang di kawasan Danau Toba sejak adanya penerbangan langsung Jakarta-Silangit pada 2016. Piltik Coffee hanya berjarak sekitar 10 kilometer dari Bandara Internasional Silangit.
Kuliner lainnya yang juga kian tenar adalah piza andaliman. Berada di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba, piza ini membawa bahan pangan dan bumbu lokal naik kelas.
Di Pizza Andaliman, ”koki-koki” lokal sibuk memasak piza. Setelah adonan disiapkan, mereka menaburkan mozzarella dan sosis ke atasnya.
Bahan makanan modern dari Italia itu lalu dipadukan dengan pangan lokal, seperti jagung, kacang panjang, dan terakhir taburan bumbu andaliman. Sesaat setelah dipanggang di oven, wangi andaliman menyeruak memenuhi ruangan.
Piza seharga Rp 80.000 itu segera disajikan dalam piring kayu. Tidak ketinggalan saus kacang, tomat, dan mayones dalam tiga mangkuk mini berbahan kayu. Saus ini juga menjadi rahasia kenikmatan Pizza Andaliman.
Pemilik Pizza Andaliman, Sebastian Hutarabarat, mengatakan, konsep yang mereka bangun adalah menyajikan bahan pangan dan bumbu lokal dalam masakan modern. Dengan demikian, semua kalangan, khususnya wisatawan atau perantau, bisa menikmatinya.
”Wisatawan yang datang dari kota besar ke kawasan Danau Toba pasti ingin mencicipi kuliner lokal, tetapi kualitasnya harus standar orang kota. Tidak bisa kita paksakan masakan lokal 100 persen,” ujar Sebastian.
Kedai yang beroperasi setiap hari pada pukul 10.00-21.00 itu bernuansa alam. Tempat makannya terbuka dengan pohon rindang dan tanaman organik di sekelilingnya mulai dari sirsak, alpukat, mangga, cabai, hingga terong.
Di halaman belakang Pizza Andaliman, pemandangan Danau Toba yang indah memikat hati. Lagu-lagu natal menemani para pengunjung menikmati kuliner yang menggetarkan lidah tersebut.