Delapan Warga Bangladesh Diamankan di Ditjen Imigrasi
Sebanyak delapan warga Bangladesh memiliki KTP palsu dan memilih tinggal di rumah penduduk di Belu, NTT. Kini, mereka telah diserahkan ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
ATAMBUA, KOMPAS — Delapan warga Bangladesh selama tiga pekan menginap di salah satu rumah milik warga Belu, Nusa Tenggara Timur. Mereka telah diserahkan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI. Mereka bukan bagian dari pengungsi Rohingya dan menggunakan identitas palsu.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II A Atambua, Belu, Nusa Tenggara Timur, Indra Maulana, dihubungi di Atambua, Selasa (19/12/2023), mengatakan, kedelapan warga Bangladesh itu memiliki KTP palsu yang diduga dibuat di Medan, Sumatera Utara.
”Mereka selama tiga pekan menginap di rumah salah satu warga Belu. Mereka mengenal warga Belu ini saat saat sama-sama bekerja sebagai pekerja migran di Malaysia. Kedelapan warga asing itu telah diserahkan ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Jumat (15/12/2023). Ditahan tiga hari di Rumah Detensi Imigrasi Atambua.Dijemput langsung staf Ditjen Imigrasi,” kata Indra.
Kedelapan warga Bangladesh ini dapat dipastikan bukan bagian dari pengungsi Rohinghya. Mereka mengaku, bukan bagian dari pengungsi Rohingya di Aceh. Sebelumnya, mereka bekerja sebagai pekerja migran di Malaysia, bersama dengan warga Atambua, Belu. Kedua pihak saling bercerita dan bertukar informasi sehingga warga Bangladesh tertarik untuk datang ke Atambua.
Warga Bangladesh saat diamankan sementara waktu di Atambua.
Indra menyebutkan, kemungkinan kedelapan orang asing ini mendengar informasi bagaimana cara mencari pekerjaan di Timor Leste, yang berbatasan langsung dengan Atambua, Belu. Mereka tergiur bekerja di Timor Leste dengan harapan bisa mendapat gaji dalam bentuk dollar AS.
Kehadiran mereka di Belu dilaporkan warga setempat kepada aparat kepolisian dan kemudian ditindaklanjuti Polres Belu. Warga merasa resah setelah melihat berita di televisi mengenai maraknya pengungsi Rohinghya di Aceh.
Menurut Indra, status mereka sebagai warga negara Bangladesh diketahui dari dokumen paspor yang tersimpan di dalam gawai masing-masing. Paspor asli mereka ditahan oleh majikan mereka di Malaysia.
Mengenai kepemilikan KTP palsu dari Medan, Indra mengatakan, belum diketahui siapa yang mengarahkan mereka ke Medan. Dari pengakuan mereka, KTP beralamatkan di NTT itu dikeluarkan dari Medan.
Kedelapan warga Bangladesh bersama beberapa petugas kepolisian Polres Belu, saat diamankan. Mereka diduga hendak berangkat ke Timor Leste, mencari pekerjaan di sana karena tergiur mata uang dollar AS.
Sesuai data di KTP yang dimiliki, kedelapan warga itu adalah Ibrahim Bau, Alberto, Gipson, Albertoh, Antonius, Sobrianto, Awang Prawiro, dan Nasir. KTP palsu itu beralamat di Kota Kupang dan Belu. Sementara sesuai data paspor, nama mereka berbeda. Sesuai paspor, mereka adalah Mohammad Radju Ahmet, Mohammad Arafat Hossin, Mohammad Sarifful Islam, Mohammad Nadim, Abdul Halim, Mohammad Shilu Mondol, Imam Ali, dan Mainnudin.
Kedelapan orang itu tiba di Kupang, langsung ke Atambua melalui jalur darat. Mereka menginap di rumah bekas teman kerja di Malaysia tadi. Beberapa di antara mereka bisa berbahasa Indonesia. Mungkin mereka belajar dari warga Indonesia selama di Malaysia.
Kepala Bidang Humas Polda NTT Komisaris Besar Ariasandy mengatakan, delapan warga Bangladesh itu tinggal di rumah milik Kornelis Paibesi, warga Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto Timur, Belu. Mereka berada di rumah itu sejak pertengahan November 2023.
Mereka berangkat dari Malaysia menuju Medan, tanpa menggunakan paspor. Kemudian secara bertahap menuju Atambua, Belu, NTT. Kepada aparat kepolisian mereka mengaku, ke Atambua mencari kerja.
Warga Bangladesh ini tidak menggunakan dokumen resmi. Kartu tanda penduduk yang digunakan pun palsu. ”Soal KTP palsu sedang didalami,” kata Ariasandy.