Buku ”Berdaulat untuk Kesejahteraan Rakyat” dan ”Mendengar Suara Merawat Semesta” diluncurkan untuk memperingati ulang tahun ke-80 Sultan Hamengku Buwono X.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gubernur DI Yogyakarta sekaligus Raja Kesultanan Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X merayakan ulang tahun ke-80 berdasarkan kalender jawa. Untuk memperingati momen istimewa itu, dua buku diluncurkan.
Buku pertama berjudul Berdaulat untuk Kesejahteraan Rakyat yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas. Adapun buku kedua bertajuk Mendengar Suara Merawat Semesta yang diterbitkan Pemerintah Daerah DIY. Kedua buku itu akan diluncurkan secara resmi pada Jumat (15/12/2023) di Keraton Yogyakarta.
Dalam jumpa pers di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (14/12/2023), perwakilan editor Penerbit Buku Kompas, Bambang Sigap Sumantri, mengatakan, buku Berdaulat untuk Kesejahteraan Rakyat merupakan kumpulan esai dan cerita pribadi sejumlah tokoh nasional dan internasional tentang Sultan Hamengku Buwono (HB) X.
Bambang menerangkan, para tokoh ini umumnya pernah memiliki pengalaman bekerja sama atau terlibat kegiatan dengan Sultan HB X. Mereka dipilih oleh Sultan bersama tim editor Penerbit Buku Kompas.
Para penulis berasal dari bermacam latar belakang, di antaranya pejabat pemerintahan, menteri, anggota lembaga tinggi negara, dan duta besar. Ada juga penulis dari kalangan budayawan, dosen, intelektual, pengusaha, rohaniwan, wartawan, sutradara film, dan aktivis sosial.
Terdapat delapan tema yang dikupas dalam buku ini, yakni kepemimpinan Sultan HB X, suksesi dan keraton, keistimewaan Yogyakarta dan pemerintahan Provinsi DIY, serta relasi keindonesiaan global dan pluralisme. Ada pula tema tradisi budaya dan lingkungan hidup, peran Sultan HB X dalam Reformasi 1998, ekonomi kreatif DIY, serta perempuan dan keadilan jender.
Sultan memberikan kebebasan penuh dan sangat menghargai pendapat para penulis dalam buku ini.
Dalam penyusunan materi buku ini, Bambang mengatakan, Sultan tidak mengintervensi sama sekali. Bahkan, saat tim editor merasa ada tulisan yang terlalu ”tajam”, Sultan tidak mempermasalahkannya. ”Sultan memberikan kebebasan penuh dan sangat menghargai pendapat para penulis dalam buku ini,” ujarnya.
Kepala editor buku Mendengar Suara Merawat Semesta, Hery Nugroho, menjelaskan, buku ini berisi 80 tulisan testimoni tentang Sultan dari lebih 80 narasumber. Para narasumber ini mulai dari kalangan tokoh sampai level akar rumput di Yogyakarta. ”Ada narasumber yang menuliskan sendiri testimoninya, tapi sebagian besar diwawancarai,” ucapnya.
Menurut Hery, Sultan juga memberikan kebebasan dalam penyusunan buku ini sehingga pandangan-pandangan narasumber dapat tersampaikan secara bebas. ”Sultan menginginkan buku ini menjadi semacam jendela bagi beliau untuk bisa melihat keluar dengan lebih transparan,” ujarnya.
Dalam peluncuran kedua buku itu pada Jumat akan digelar pula pementasan musik dan tari. Pertunjukan musik disajikan oleh Yogyakarta Royal Orchestra yang dipimpin konduktor dari Yale University, Amerika Serikat, Aditya Chander.
”Kami sudah berlatih selama seminggu terakhir untuk mempersiapkan pementasan ini,” kata Aditya.
Ada tiga repertoar klasik yang akan dibawakan, yakni Serenade for Strings in E minor, op. 20 karya Edward Elgar (1892); Concerto Grosso HWV 329 op.6 no. 11 in A Major oleh Georg Friedrich Handel (1739); serta Violin Concerto no. 5 in A major, K. 219 karya Wolfgang Mozart (1775).
Adapun salah satu seni tari yang akan ditampilkan adalah Bedhaya Sang Amurwabhumi. Dikutip dari laman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, tarian ini merupakan karya pertama Sultan HB X setelah dinobatkan sebagai Raja Kesultanan Yogyakarta pada 7 Maret 1989.
Karya ini dipersembahkan untuk mengenang ayahanda Sultan HB X, yakni Sultan HB IX, yang wafat pada 1988. Tarian ini pertama kali dipentaskan saat penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi Sultan HB IX pada 1990. Konsep yang diusung memiliki makna filosofis, yakni setia kepada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran, serta selalu berbuat baik dan bersosial.