Berstatus Waspada, Aktivitas Pendakian ke Puncak Bromo Dibatasi
Aktivitas warga dan wisatawan dibatasi menyusul meningkatnya aktivitas kawah Gunung Bromo. Mereka diminta agar tidak masuk radius 1 kilometer dari kawah.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru membatasi aktivitas warga dan wisatawan menyusul meningkatnya aktivitas kawah Gunung Bromo di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Status Bromo masih level II (Waspada).
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) C Hendro Widjanarko, melalui rilis tertulis, Rabu (13/12/2023) malam, meminta masyarakat di sekitar Bromo, pengunjung, pendaki, pedagang, dan pelaku jasa wisata agar tidak memasuki areal dalam radius satu kilometer dari kawah aktif Gunung Bromo.
Mereka juga diimbau untuk mewaspadai terjadinya letusan freatik yang bersifat tiba-tiba tanpa didahului oleh gejala-gejala vulkanik yang signifikan.
”Tingkat aktivitas Gunung Bromo dapat dievaluasi kembali jika terdapat perubahan aktivitas secara visual dan instrumental yang signifikan,” katanya.
Menurut Hendro, pembatasan aktivitas warga dan kegiatan wisata ke Bromo ini dilakukan dengan memperhatikan rilis Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Nomor 27.E/GL.03/BGV/2023 tanggal 13 Desember 2023 tentang peningkatan aktivitas kawah Bromo.
Tingkat aktivitas Gunung Bromo dapat dievaluasi kembali jika terdapat perubahan aktivitas secara visual dan instrumental yang signifikan.
Dalam rilis yang dimaksud, Kepala PVMBG Hendra Gunawan menyampaikan perkembangan terakhir aktivitas kawah Bromo hingga 13 Desember. Aktivitas kawah Bromo dipantau secara visual dan instrumental dari pos pengamatan Gunung Api Bromo di Dusun Cemoro Lawang, Ngadisari, kecamatan Sukapura, Probolinggo.
Perkembangan yang dimaksud ialah terjadi peningkatan aktivitas kawah berupa teramatinya embusan asap kawah berwarna kelabu, intensitas sedang hingga tebal, dengan tekanan sedang kuat dari dalam kawah.
”Sedangkan dalam pengamatan beberapa bulan sebelumnya teramati embusan asap kawah berwarna putih dengan intensitas tipis hingga tebal, tekanan lemah-sedang dengan ketinggian 50-900 meter dari puncak,” ucapnya.
Dari sisi pengamatan kegempaan, lanjut Hendra Gunawan, masih terekam tremor menerus dengan amplitude 0,5-1 milimeter (mm) dominan 0,5 mm yang disertai pula terekamnya gempa vulkanik dalam 3 kali kejadian selama Desember. Hal ini menunjukkan adanya proses fluktuasi tekanan di dalam tubuh Bromo yang disertai aliran fluida ke permukaan.
Pengamatan deformasi dengan menggunakan peralatan borehole tiltmeter dan tiltmeter menunjukkan pola kecenderungan inflasi atau peningkatan tekanan di sekitar tubuh Bromo selama Desember.
Potensi bahaya yang bisa ditimbulkan akibat peningkatan aktivitas kawah Bromo adalah terjadinya erupsi freatik dan magmatik dengan sebaran material erupsi berupa abu dan lontaran batu (pijar) yang bisa mencapai radius 1 kilometer dari pusat kawah serta keluarnya gas berbahaya bagi kehidupan.
Berdasarkan perkembangan di atas, PVMBG pun mengeluarkan beberapa rekomendasi, di antaranya agar masyarakat dan pengunjung tidak masuk dalam radius 1 km dari kawah aktif dan mewaspadai terjadinya letusan freatik yang bersifat tiba-tiba.
Pemerintah dan badan penanggulangan bencana kabupaten agar senantiasa berkoordinasi dengan pos pengamatan Gunung Bromo di Cemorolawang atau PVMBG di Bandung.
Bromo merupakan gunung api kerucut cinder yang berada dalam kaldera Tengger dengan ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut. Karakter erupsi Bromo berupa erupsi eksplosif dan efusif dari kawah pusat. Erupsi mengeluarkan abu, pasir, lapilli, dan terkadang melontarkan lava pijar dan bom vulkanik.
Erupsi terakhir Bromo terjadi Juli 2019 berupa erupsi freatik tanpa didahului oleh peningkatan kegempaan yang signifikan.