KDRT Berujung Maut, dari Jagakarsa hingga Pelosok Desa Pantura
KDRT terjadi di mana saja, mulai dari Jakarta hingga Cirebon. Sering kali, korbannya perempuan dan anak. Beban ekonomi dapat menjadi penyebab, perlindungan terhadap korban butuh dukungan masyarakat dan aparat.
Kematian empat anak di Jagakarsa, Jakarta Selatan, menambah panjang daftar kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT. Tidak hanya di Ibu Kota, kasus serupa juga terjadi di pelosok desa pantura di Cirebon, Jawa Barat. Korban KDRT acap kali perempuan dan anak.
Di Jagakarsa, hidup empat anak berusia 6 tahun, 4 tahun, 3 tahun, dan 1 tahun itu seharusnya masih panjang. Namun, ajal keburu menjemput mereka di usia belia. Penyebab kematian masih diselidiki.
Warga setempat menemukan jasad mereka di kamar rumah kontrakan. Ada luka lebam di mulut dan hidung. Ayah korban berinisial PD meringkuk di kamar mandi dalam kondisi terluka, Rabu (6/12/2023) malam.
Saat kejadian, ibu korban, DP, tengah menjalani perawatan di rumah sakit. Dia diduga menjadi korban KDRT oleh suaminya.
Keduanya sempat berkonflik karena dugaan faktor ekonomi. Pasangan yang tak lagi bekerja ini menunggak uang kontrakan empat bulan (Kompas, 7/12/2023).
Tragedi di Jagakarsa ini mengentak nurani publik. Namun, kasus serupa bukan kali ini saja.
Sepuluh hari sebelumnya, Rasni (47) ditemukan meninggal di kamarnya di Desa Cangkoak, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Minggu (26/11/2023) pukul 02.30. Jaraknya sekitar 250 kilometer dari Jakarta.
Perempuan satu anak itu diyakini dibunuh mantan suami sirinya, OS. Sima (31), adik korban, menjadi saksi kunci peristiwa naas itu.
Saat itu, Sima sedang terlelap di kamar bersama dua anaknya. Ibunya dan korban juga tidur di kamar masing-masing. Lampu dimatikan.
Tiba-tiba, Sima terbangun mendengar teriakan. Ia buru-buru ke ruangan kakaknya, tepat di sebelah kamarnya.
Lihat juga : Empat Anak Ditemukan Tewas di Jagakarsa, Ibu Mereka Diduga Korban KDRT
Betapa kagetnya ia saat melihat Rasni sudah bersimbah darah dan sekarat akibat tusukan senjata tajam. Di dekat korban, berdiri seorang pria yang sangat mirip dengan OS.
”Ibu (saya) juga sempat lihat (OS). Sempat saya tarik dia (pelaku) dari belakang. Kondisi gelap. Dia jatuh, saya keluar minta tolong. Tetangga sudah datang, dia keluar dari (pintu) belakang,” ungkap Sima. Pelaku kabur lewat kebun, meninggalkan sepeda motor, sandal, dan pisaunya.
Sima yakin, pelaku adalah mantan suami siri kakaknya, OS. Selain melihat langsung sosoknya, katanya, pelaku juga mengenal kondisi rumah, seperti letak kamar korban dan pintu belakang yang tidak terkunci sempurna. Dari pintu kayu itulah, OS mengendap-endap saat beraksi.
Pelaku yang menikah siri dengan korban sekitar 10 tahun pernah tinggal di rumah itu. Pasangan yang belum dikaruniai anak ini berjualan nasi angkringan di Cirebon.
Baca juga : Mereka yang Justru Mati di Tangan Orang Terkasih
Akan tetapi, kata Sima, empat bulan terakhir, hubungan keduanya tak harmonis. Mereka tidak lagi menetap bersama.
”Akhir-akhir ini ada problem. Enggak tahu masalah keluarga atau ekonomi,” ujarnya.
Setelah berpisah dengan terduga pelaku, katanya, korban berencana membangun hubungan baru dengan orang lain. Namun, OS menolak rencana itu.
”Mungkin dia (OS) enggak mau korban dekat orang lain,” ucap Sima, menduga motif pelaku bertindak sadis terhadap kakaknya.
Baca juga : Adik Bunuh Kakak, Potret Beban Hidup Berat di Indramayu
Apa pun alasannya, tindakan itu telah merebut nyawa korban dan menancapkan trauma mendalam bagi keluarga. Ia belum berani masuk ke kamar kakaknya.
”Anak saya yang empat tahun juga lihat kondisi kakak saya. Katanya, ada darah banyak,” lanjutnya.
Ibunya bahkan terus menangis meratapi kepergian korban. Keluarga juga sempat khawatir karena pelaku masih belum tertangkap sehari setelah kejadian tersebut.
Hingga akhirnya, polisi meringkus pelaku di Jakarta Timur sekitar 36 jam setelah kejadian. ”Dari hasil pemeriksaan sementara, korban merupakan mantan istri siri pelaku yang bercerai sejak Juli 2023,” ujar Kepala Polresta Cirebon Komisaris Besar Arif Budiman.
”Motif yang melatarbelakangi (kasus itu), pelaku cemburu karena di malam yang sama, malam Minggu, pelaku mendengar informasi, korban didatangi oleh laki-laki,” kata Arif. Setelah selesai berdagang, tersangka yang terbawa emosi segera ke rumah korban pukul 02.00.
Penyebab (kasus pembunuhan itu) bisa karena beban berat dalam pribadi seseorang dan lingkungannya, seperti masalah ekonomi, psikologis, dan lainnya. Tapi, ekonomi paling dominan.
OS masuk melalui pintu belakang yang tidak terkunci sempurna. Sambil menenteng pisau di pinggangnya, ia menuju kamar korban.
”Pelaku berusaha membujuk korban untuk rujuk kembali. Namun, korban menolak dan berteriak. Pelaku mencabut pisau yang dibawa,” ucapnya.
Dari hasil otopsi di RS Bhayangkara Losarang, Indramayu, ditemukan sembilan luka tusukan di badan serta 11 luka robek dan sayatan di sekujur tangan.
Korban tewas seketika karena tusukan yang mengenai jantungnya. Pelaku kini ditahan dan terancam penjara seumur hidup atau 20 tahun.
Sudah diancam
Peristiwa di daerah perbukitan, sekitar 21 km dari pusat Kota Cirebon, itu mengagetkan warga setempat. Namun, ancaman kekerasan oleh pelaku terhadap korban sebenarnya sudah terdengar. Dudung Jumari, Ketua RT 005 RW 003 Desa Cangkoak, pernah mendapatkan laporan.
”Ada keluarga (korban) yang laporan. Katanya, pelaku mengancam. Kalau (korban) enggak mau sama dia dan nikahnya sama orang lain, dua-duanya dibunuh. Tapi, kata keluarga mungkin cuma omongan saja,” tutur Dudung. Keluarga pun tak ingin melaporkan ancaman itu ke kepolisian.
Keluarga juga telah mengatakan bahwa pasangan itu sudah berpisah. Pemicunya, masalah ekonomi. ”Sering kali yang nyari utang untuk usaha suaminya itu korban. Bulan lalu juga nyari pinjaman Rp 10 juta. Tapi, dia enggak menikmati hasilnya. Rumah aja belum punya,” ujarnya.
Akan tetapi, pelaku masih mendatangi korban sekitar dua kali sebulan pada malam hari. Saat kejadian, Dudung sempat melihat pelaku datang menggunakan sepeda motor.
Sekitar satu jam setelah itu, ia mendengar teriakan keluarga korban. Ternyata, Rasni sudah tewas dibunuh.
Asih Widiyowati, pendiri Umah Ramah, lembaga yang fokus pada isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengatakan, kasus di Jakarta hingga pelosok desa di Cirebon itu menunjukkan bahwa KDRT bisa terjadi di mana saja.
”Tetapi, yang rentan jadi korban tetap perempuan dan anak,” katanya.
Kekerasan itu, antara lain, terjadi akibat adanya relasi kuasa yang timpang. Suami, misalnya, merasa lebih kuat dan berhak melakukan apa saja terhadap istri dan anaknya. Asih mengingatkan, KDRT bukan masalah privat yang tidak boleh dicampuri orang lain.
Baca juga : Para Pencuri Muda Masuk-Keluar Penjara di Lumbung Pangan Nasional
Ia pun mendorong korban berani melapor dan lingkungan sekitarnya turut mendukungnya. Polisi juga diminta aktif menyikapi masalah ini.
”(Perlindungan korban) Ini bagian tanggung jawab bersama, bukan hanya individu atau keluarga korban saja. Penderitaan ini ada di depan mata kita,” ujarnya.
Apalagi, KDRT merupakan kasus kekerasan yang paling sering terjadi. Catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, setiap jam setidaknya tiga perempuan menjadi korban kekerasan di rumahnya sendiri (Kompas.id, 16/11/2023).
Kriminolog Universitas Islam Bandung, Nandang Sambas, menilai, secara yuridis, kasus pembunuhan dengan korban dan pelaku masih satu keluarga seperti di Jakarta serta Cirebon bukan hanya pelanggaran hukum. Namun, itu merupakan penyimpangan sosial yang irasional.
Sebab, seseorang seharusnya melindungi keluarga, bukan malah menyakitinya. ”Penyebab (kasus pembunuhan itu) bisa karena beban berat dalam pribadi seseorang dan lingkungannya, seperti masalah ekonomi, psikologis, dan lainnya. Tapi, ekonomi paling dominan,” ujarnya.
Kematian empat anak di Jagakarsa dan Rasni di Cirebon kembali menjadi alarm bagi bagi semua pihak untuk lebih dini mencegahnya. Melaporkan semua indikasi KDRT kepada aparat hukum atau lembaga pengada layanan jadi langkah bijaksana.
Namun, beratnya beban hidup akibat ekonomi banyak orang di negeri ini juga mendesak diselesaikan. Jika tidak, kekerasan yang memakan nyawa sangat rawan terjadi lagi.
Baca juga : Elegi Sisi Gelap Lumbung Pangan Negeri Ini