Sulit Diprediksi, Erupsi seperti di Marapi Dapat Terjadi di Daerah Lain
Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat yang menimbulkan korban jiwa, Minggu (3/12/2023), menjadi pengingat bagi masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan setiap beraktivitas di kawasan gunung api aktif.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat, Minggu (3/12/2023) pukul 14.54, tidak diawali gempa atau tremor sehingga sulit diprediksi. Kondisi serupa rawan ditemui di gunung api aktif lain sehingga masyarakat diimbau untuk selalu waspada.
Pakar kebencanaan dari Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Dicky Muslim, menyatakan, gunung api memiliki karakteristik berbeda satu sama lain dan sulit untuk diprediksi. Erupsi Gunung Marapi di Sumbar pada 3 Desember 2023, misalnya, terjadi tanpa diawali gempa yang dirasakan masyarakat.
Kejadian yang tidak bisa diprediksi sebelumnya ini bahkan menimbulkan korban jiwa. Berdasarkan data Kantor SAR Kelas A Padang, Senin (4/12/2023) pagi, 11 pendaki meninggal dan 12 lainnya masih dicari. Total ada 75 pendaki yang terdampak erupsi gunung ini.
Menurut Dicky, aktivitas vulkanik dari gunung api terus berlangsung selama masih aktif. Bahkan, katanya, hal itu terjadi tanpa ditandai gempa atau tremor.
Di lain sisi, ada problem keterbatasan alat untuk mendeteksinya. Oleh karena itu, masyarakat perlu mewaspadai tanda-tanda sekecil apa pun.
”Ini perlu menjadi catatan bersama, karakter setiap gunung itu berbeda-beda, seperti manusia. Bisa saja erupsi terjadi tanpa tremor sebelumnya dan terakumulasi sehingga terjadi erupsi,” ujarnya.
Tidak hanya Gunung Marapi, Dicky berujar, di Indonesia terdapat 127 gunung api aktif. Semua perlu diteliti untuk mengetahui karakternya.
Namun, hal itu tidak mudah. Kini, keberadaan peneliti gunung api di Indonesia masih belum ideal untuk mengamatinya.
”Kalau di luar negeri, beberapa ilmuwan menghasilkan penelitian dari satu gunung. Kalau di Indonesia terbalik, satu peneliti yang mengamati beberapa gunung api sehingga tidak dapat diteliti dengan maksimal. Kita kekurangan ahli,” ujarnya.
Karena keterbatasan alat deteksi dini hingga pengetahuan karakter gunung, Dicky berharap masyarakat mengikuti arahan pihak yang berwenang.
Apalagi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah menentukan Gunung Marapi berstatus Level II atau Waspada. Semua aktivitas manusia terlarang dalam dalam radius 3 kilometer dari kawah.
Tidak hanya di Gunung Marapi, Dicky juga mengimbau masyarakat di tempat lain untuk sebisa mungkin menghindari aktivitas di sekitar kawah. Apabila tetap ada aktivitas, dia berharap warga lebih waspada dengan tanda-tanda alam sekecil apa pun.
Dia mencontohkan getaran atau kondisi alam yang berubah. Salah satunya hawa yang tiba-tiba panas di sekitar gunung.
”Dengan keterbatasan ini, memang keputusan paling bijak adalah menghindari kawah gunung api aktif. Tidak hanya Marapi, ada banyak gunung api yang menunjukkan keaktifannya, meskipun ada yang masih tertidur. Sekecil apa pun tanda-tandanya, tetap harus waspada,” tuturnya.
Kepala PVMBG Hendra Gunawan menyebutkan, erupsi Marapi terjadi tiba-tiba. Apalagi, dalam dua minggu terakhir tidak ditemukan gempa erupsi atau letusan. Dari Januari 2023, kegempaan Gunung Marapi bahkan cenderung menurun.
Karena eripsi sulit diprediksi, Hendra berharap masyarakat dan para pihak tetap berpedoman pada peringatan terkait status Waspada Gunung Marapi sejak tahun 2011. Pihaknya juga rutin mengevaluasi Gunung Marapi dan gunung aktif Level II lainnya setiap dua minggu.
”Jadi, lebih baik mengedepankan preventif. Kalau sudah Level II, batas aktivitas itu radius 3 km. Itu perlu dipatuhi karena tanda-tandanya sulit dideteksi, apalagi hampir tidak ada. Jadi, tidak usah mendekat dulu,” katanya.
Namun, Hendra juga memaklumi jika sebagian masyarakat masih beraktivitas di dekat gunung api, seperti puluhan pendaki yang terjebak saat Gunung Marapi meletus. Bahkan, ada sejumlah gunung atau kawah di Indonesia yang berstatus Waspada, tetapi dikunjungi masyarakat.
”Banyak, mulai dari Gunung Ijen, Kawah Sileri Dieng, dan Dempo. Ada juga Kerinci, Tangkubanparahu, Rinjani. Semua bisa terjadi (erupsi) tiba-tiba. Jadi, kewaspadaan ini harus terus ditingkatkan semua pihak, termasuk masyarakat yang beraktivitas di sana,” ujarnya.