Ragam Produk Berkualitas dari Tanah Bali
Beragam produk lokal Bali mampu bersaing dengan produk impor. Hasil tanah Bali memang nikmat, seperti makanan surga.
Setiap jengkal tanah di Bali sepertinya dianugerahi. Setiap hari warga di Bali, utamanya umat Hindu, menyajikan saiban, yakni persembahan sederhana dari hasil memasak di dapur, sambil mengucap doa syukur atas rezeki dari Sang Pencipta Alam, Ida Sang hyang Widhi Wasa. Persembahan dan doa itu diyakini memberikan dampak positif bagi alam dan lingkungan serta penghuninya.
Diberkatinya tanah di Bali dinikmati Pod Chocolate Factory, produsen cokelat di Bali, yang kini bernama Junglegold Bali. Industri cokelat ini dibangun I Gusti Ayu Agung Inda Trimafo Yudha bersama suaminya, Tobias Garrit, melalui PT Bali Coklat pada 2010. Mereka memproduksi cokelat konsumsi, yang bahan bakunya dihasilkan dari kebun-kebun kakao di Bali.
”Saya bersama suami mendirikan usaha Pod Chocolate, yang saat ini menjadi Junglegold, karena melihat potensi Bali sangat besar di sektor pariwisata dan perhotelan, terutama terkait kulinernya,” kata Gung Inda, sapaan I Gusti Ayu Agung Inda Trimafo Yudha, menuturkan perihal berdirinya Junglegold Bali, Selasa (13/11/2023).
Bagi Gung Inda, bisnis di sektor pariwisata bukan hal baru lantaran ia sudah lebih 20 tahun berkecimpung di bisnis tersebut. Bahkan, Gung Inda adalah Ketua DPD Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) Bali.
Baca juga : Subak Tak Sekadar Warisan Budaya
Industri pengolahan kakao, yang dibangun Gung Inda dan Tobias Garrit, selama 13 tahun membuahkan hasil manis. Cokelat konsumsi produksi PT Bali Coklat bejenama Junglegold Bali itu memperoleh apresiasi positif dan penghargaan dalam sejumlah pameran perdagangan cokelat baik dalam negeri maupun luar negeri, di antaranya dalam pameran cokelat internasional Salon du Chocolat di Paris, Perancis, awal November 2023.
Junglegold Bali dikenal sebagai produk cokelat alami dan nabati premium dari Bali.
Penghargaan internasional terhadap produk olahan hasil panen dari tanah di Bali juga berulang kali diraih minuman anggur produksi Hatten Wines, produsen minuman anggur yang berasal dari Bali.
Penghargaan terbaru, yakni wine Chenin Blanc Limited Edition dari Hatten Wines, itu sudah memperoleh penghargaan berupa medali perak di ajang Austrian Wine Challenge (AWC) Vienna 2023 dan Medali Emas di International Wine and Spirit Competition (WSC) 2023.
Minuman anggur dari Hatten Wines itu menggunakan bahan baku buah anggur yang dipanen dari kebun anggur di tanah Bali, tepatnya dari kawasan Bali utara. Daratan di Bali utara, yang cenderung kering, ternyata cocok ditanami tanaman anggur.
”Lahan di Bali utara tidak kalah menghasilkan meskipun dataran kering,” kata I Komang Yeni Iramahayani (36), karyawan Hatten Wines, yang juga winemaker di Hatten Wines.
Ditemui saat perayaan panen anggur di kebun anggur Hatten Wines di Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Kamis (2/11/2023), Yeni menerangkan, tanah di Indonesia, termasuk di Bali, memiliki kelebihan dibandingkan tanah di daratan Eropa karena pengaruh musim.
Lahan di Bali utara tidak kalah menghasilkan meskipun dataran kering.
Di luar negeri, menurut Yeni, panen anggur dilaksanakan satu kali dalam setahun, yakni pada saat musim kering. Sementara di Bali, ujar Yeni, panen anggur dapat dilaksanakan dua kali dalam setahun.
”Untuk menjaga kualitas hasil panen, kami hanya memanen anggur saat awal musim kering mulai pertengahan Juli sampai November,” kata Yeni. Keuntungan budi daya anggur di kebun sendiri, menurut Yeni, yakni dapat mengatur produksi tanaman untuk dipanen.
”Kami dapat menjaga tingkat rasa buah, termasuk kadar tanin buah anggur, dengan perawatan mulai menanam dan pemeliharaannya,” ujar Yeni.
Dukung pariwisata
Produk-produk olahan yang dihasilkan dari kebun-kebun di Bali itu turut mendukung keberadaan Bali sebagai destinasi wisata buat wisatawan dalam negeri ataupun luar negeri. Selain kakao dan anggur, hasil perkebunan dari Bali yang juga sudah mendapat pengakuan atas kualitasnya, antara lain, kopi arabika, kopi robusta, dan mete. Ketiga komoditas tersebut, yakni kopi arabika Kintamani, kopi robusta Pupuan, dan mete Kubu, sudah mengantongi sertifikat Indikasi Geografis (IG).
Mengenai penjualan wine Bali, manajer sebuah supermarket di kawasan wisata Lovina, Desa Kalibukbuk, Buleleng, Made Suargita, mengatakan, wine produksi dari Bali sudah lama dijual di supermarket ataupun pusat perbelanjaan. Suargita menyatakan wine lokal mampu bersaing dengan wine impor.
”Penikmat wine memang cenderung fanatik ke merek tertentu. Namun, wine lokal juga bagus pemasarannya di supermarket kami,” ujar Suargita di Gerokgak, Buleleng, Kamis (2/11/2023).
Baca juga : Mengembalikan Masa Keemasan Anggur Bali
Keandalan produk pertanian Bali diakui Ketua Paiketan (Perkumpulan) Perumda Pangan Bali, yang juga Direktur Utama Perumda Dharma Santika Kabupaten Tabanan, I Kompyang Gede Pasek Weda.
Kompyang Gede mengungkapkan, hasil pertanian dan peternakan dari petani ataupun peternak di Bali sudah digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri pariwisata, baik hotel maupun restoran, di Bali.
”Dimulai tahun 2021, diawali kerja sama dengan grup Marriott International, penyerapan hasil pertanian dan peternakan lokal utamanya untuk hotel semakin berkembang,” kata Kompyang Gede di Badung.
Sedikitnya 52 hotel, utamanya hotel berbintang lima, di Bali, sudah rutin mendapatkan pasokan beras, telur, dan daging ayam dari hasil pertanian dan peternakan di Bali.
Penyerapan produk lokal Bali itu, menurut Kompyang Gede, juga bentuk komitmen dari implementasi Pergub Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali.
Untuk menjaga kualitas, kontinuitas, kapasitas, dan keterjangkauan, menurut Kompyang Gede, hasil pertanian dan peternakan itu dipasok melalui perusahaan umum daerah (perumda) di Bali.
Bagi I Made Rai, pekerja di perkebunan kakao yang dikelola PT Cau Coklat Internasional di Dusun Cau, Desa Tua Petiga, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, budi daya kakao dari hulu sampai hilir hingga menjadi produk komersial berupa cokelat konsumsi memberikan kesempatan kerja untuk dirinya dan warga setempat.
Rai sedang memeriksa pohon-pohon kakao ketika kami berjumpa di Desa Cau, Marga, Senin (13/11/2023). Selain merawat pohon kakao, Rai juga bertugas mengawasi proses fermentasi dan pengeringan biji kakao di Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Cau Chocolates Bali di Marga, Tabanan.
Cokelat konsumsi buatan PT Cau Coklat Internasional dikenal dengan merek CAU Chocolates. Industri cokelat itu didirikan tahun 2015 oleh I Wayan Alit Arta Wiguna, yang berlatar belakang penyuluh pertanian. Perihal itu diterangkan Manajer Divisi Kebun PT Cau Coklat Internasional I Made Budiana dalam pertemuan kami di pabrik cokelat CAU Chocolates, Senin (13/11/2023).
”Pak Alit ingin membuat produk olahan yang dihasilkan dari lahan di Bali,” kata Budiana (56).
Budiana, yang juga berlatar belakang penyuluh pertanian dan berdomisili di Marga, Tabanan, tertarik bergabung dengan sejawatnya, Wayan Alit. Menurut Budiana, mereka mengawali usaha di perdagangan beras, lalu ternak, dan akhirnya berkonsentrasi di produksi cokelat.
”Pilihan kami ke cokelat karena kami melihat konsumsi cokelat masih rendah, padahal cokelat merupakan makanan global yang banyak diminati,” ujar Budiana.
Keunggulan cokelat yang diproduksi lokal, menurut Budiana, adalah bahan bakunya dapat diawasi dan dijamin kualitasnya. CAU Chocolates juga diproduksi menjadi cokelat organik premium yang sudah memperoleh sertifikasi organik INOFICE.
Budiana menambahkan, melalui usaha CAU Chocolates dan P4S, mereka ikut membina petani-petani kakao di Bali agar membudidayakan kakao secara baik dan benar agar menghasilkan biji kakao berkualitas prima.
Budiana menambahkan, mereka juga mengenalkan konsumsi cokelat melalui usaha restoran yang berlokasi di area pabrik CAU Chocolates di Marga, Tabanan. Menurut Budiana, langkah-langkah itu juga bentuk edukasi untuk mengonsumsi cokelat, bukan permen cokelat, karena cokelat mengandung nutrisi, vitamin, dan antioksidan. Mengonsumsi cokelat produk lokal, ujar Budiana, juga bentuk apresiasi terhadap petani lokal dan hasil dari tanah Bali.
Tak salah jika Bali disebut sebagai ”Pulau Dewata” karena apa pun yang dihasilkan dari tanahnya rasanya nikmat seperti makanan surga.