Pemeriksaan Dugaan Korupsi Kepala Desa di Jateng Ditunda Setelah Pemilu
Pemeriksaan kasus dugaan korupsi bantuan keuangan provinsi di Jateng ditunda hingga setelah pemilu. Tindak korupsi diduga dilakukan sejumlah kepala desa dari tiga wilayah, yakni Karanganyar, Wonogiri, dan Klaten.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI, NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kepolisian Daerah Jawa Tengah menerima aduan soal dugaan korupsi pemanfaatan dana bantuan keuangan provinsi yang melibatkan para kepala desa, di tiga kabupaten, yakni Karanganyar, Wonogiri, dan Klaten. Menurut rencana, pemeriksaan terhadap para kepala desa akan dilakukan mulai pekan ini. Namun, aparat kepolisian menundanya hingga setelah pemilu.
”Sementara ini, (pemeriksaan terhadap kepala desa) ditunda. (Rencananya) dijadwalkan ulang karena di satu sisi ini sedang pemilu, nanti (kami) dinilai tidak profesional dan tidak netral. Jadi, kami upayakan untuk dijadwalkan ulang,” kata Kepala Bidang Humas Polda Jateng Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto, di Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (28/11/2023).
Satake mengaku belum bisa memastikan waktu pemeriksaan. Kendati demikian, ia menyebut, kemungkinan pemeriksaaan itu akan dilaksanakan setelah pemilu.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng Komisaris Besar Dwi Subagio menuturkan, pihaknya bakal mengungkap kebenaran dugaan kasus korupsi tersebut demi menjaga integritas pemerintah daerah, terutama dalam pengelolaan dana desa. Upaya itu juga diharapkan bisa mencegah praktik korupsi yang merugikan masyarakat.
”Kami tegaskan kegiatan (pemeriksaan) dimulai sejak April 2023 dan tidak ada kaitannya dengan masalah pemilu. Kami berupaya membantu dan mendukung program yang dikeluarkan provinsi dan kabupaten bahkan kepala desa. Kami berupaya pembangunan ini bisa berjalan sesuai spesifikasi,” ujar Dwi.
Sementara ini, ditunda. Dijadwalkan ulang karena di satu sisi ini sedang pemilu, nanti dinilai tidak profesional dan tidak netral.
Dwi menuturkan, penanganan kasus itu bermula dari aduan masyarakat pada 12 April 2023. Materi aduan itu meliputi kualitas pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, pekerjaan dikerjakan oleh penyedia atau pihak ketiga, hingga pemotongan dana bantuan keuangan provinsi yang diterima pada desa tahun anggaran 2020-2022.
Sebagai upaya tindak lanjut, Dwi menyatakan, telah mengecek lokasi pekerjaan di desa-desa yang terdapat pada tiga kabupaten tersebut. Mereka juga sudah mengumpulkan beberapa dokumen serta klarifikasi kepada pihak pelaksana.
Hingga Selasa, aparat kepolisian telah memeriksa 13 orang terkait kasus tersebut. Orang-orang yang diperiksa terdiri dari beberapa kepala desa, tim pengelola kegiatan, dan pihak ketiga yang terlibat dalam program dana bantuan itu.
Adapun bantuan keuangan provinsi digunakan untuk membantu pemerintahan desa. Bidang yang disasar, antara lain, pembangunan, pemerintahan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Tujuan pemberian bantuan guna mempercepat pembangunan desa dan perekonomian desa.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Wonogiri Antonius Purnama Adi mengaku, September lalu, pihaknya sempat didatangi jajaran petugas dari Polda Jateng sehubungan persoalan tersebut. Ketika itu, aparat kepolisian sekadar meminta izin guna melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) terkait kasus itu.
”Permintaan keterangannya langsung ke desa. Ke dinas hanya mampir dan minta izin untuk masuk desa buat pulbaket. Saya persilakan saja begitu. Hasilnya apa kami juga tidak diinformasikan karena masih pulbaket sifatnya,” kata Antonius.
Selama ini, jelas Antonius, belum pernah ada persoalan perihal pemanfaatan bantuan keuangan tersebut. Dari tahun ke tahun, menurut dia, laporan pertanggungjawaban juga selalu terkirim 100 persen ke provinsi. Pembinaan pun sudah kerap dilakukan perihal perencanaan hingga pembuatan laporan mengenai penggunaan bantuan itu.
Secara terpisah, Bupati Klaten Sri Mulyani mengaku tidak tahu-menahu soal kasus dugaan korupsi tersebut. Ia menyebut belum pernah mendapatkan pemberitahuan tentang rencana pemeriksaan kepala desa di wilayahnya. Pihaknya mengharapkan agar yang terjadi sesungguhnya sekadar kekeliruan pelaporan administrasi.
”Harapan saya, kasus ini bukan menjadi sebuah kasus serius atau penyimpangan anggaran desa. Harapan saya ini hanya salah administrasi atau kurangnya SPJ (surat pertanggungjawaban) dari bantuan keuangan itu,” kata Mulyani.