Rawan Dikorupsi, Pengawasan pada Penggunaan Dana Desa Harus Diperkuat
Optimalisasi peran Badan Permusyawaratan Desa atau BPD dinilai dapat menjadi solusi menghindari penyelewengan dana desa. Karena itu, tugas pengawasan BPD harus diperkuat.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Aktivitas warga di Kampung Pelelangan, Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (16/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Ratusan triliun rupiah yang digelontorkan pemerintah untuk dana desa belum diimbangi dengan pengawasan dalam penggunaannya. Penyelewengan dana itu terjadi di sejumlah desa. Tak kurang dari Rp 433,8 miliar dana desa dikorupsi selama periode 2015-2021. Sebanyak 729 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Acara itu turut dihadiri kalangan pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang tergabung dalam Abpednas, Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri Eko Prasetyanto Purnomo, perwakilan dari Dewan Ketahanan Nasional, dan perwakilan dari sejumlah organisasi pemerintahan desa.
Bambang menyebutkan, kasus korupsi dana desa meningkat sembilan kali lipat selama periode 2015-2021. Dengan mengutip data Indonesia Corruption Watch (ICW), dia menyebutkan bahwa korupsi dana desa pada 2015 sebanyak 21 kasus, kemudian meningkat jadi 154 kasus pada 2021.
Terkait dengan korupsi dana desa ini, sebelumnya ICW merilis bahwa dana desa yang digelontorkan pemerintah selama 2015-2021 mencapai Rp 400,1 triliun. Selama periode itu terjadi 592 kasus korupsi di tingkat desa dengan 729 tersangka. Akibat praktik korupsi itu, kerugian negara mencapai Rp 433,8 miliar.
Bambang menyampaikan, besarnya alokasi dana setiap desa membuat anggaran rentan penyelewengan. Padahal, dana desa itu seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan pembangunan daerah setempat.
”Kehadiran dana lebih dari Rp 1 miliar per desa harus diiringi peningkatan roda ekonomi masyarakat. Program pembangunan perlu berdampak nyata dan dirasakan masyarakat desa,” ujarnya.
Bambang kemudian menyebutkan pula data korupsi dana desa yang dicatat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, KPK mencatat, selama 2015-2022 ada 601 kasus korupsi dana desa dengan jumlah tersangka mencapai 686. Hal ini, kata Bambang, membuat penyelewengan pengelolaan keuangan desa masuk dalam daftar tiga teratas kasus korupsi di Indonesia.
Selain itu, Bambang juga mengutip survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 yang menyebut perilaku koruptif masyarakat desa berindeks 3,83. Nilai itu menempatkan perilaku korupsi masyarakat desa lebih besar ketimbang warga perkotaan.
Hanya 5 persen desa swasembada, 25 persen desa swakarya, dan sisanya masih swadaya. Kalau semua perangkat desa kompak, percepatan pembangunan dan kemajuan desa akan tercipta.
”Karena itu, penting bagi BPD untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam pengawasan penggunaan alokasi dana desa,” ujar Bambang yang juga selaku Ketua Dewan Pembina Abpednas.
Seorang tersangka korupsi dana desa diperiksa oleh Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Aceh, Selasa (23/2/2021). Dana desa rawan dikorupsi karena tata keloa yang tidak transparan dan moralitas aparatur masih rendah.
Optimalkan peran BPD
Salah satu upaya yang dapat dilakukan, lanjut Bambang, adalah mengoptimalkan peran BPD dalam menjalankan pengawasan alokasi dana desa. Ini karena dana desa diberikan untuk mempercepat pembangunan desa, bukan dimanfaatkan segelintir pihak.
Merespons arahan dari Bambang, segenap anggota Abpednas yang hadir lantas mengucapkan ”siap”. Hingga kini, Abpednas telah tersebar di 26 provinsi Indonesia dan disebut jumlahnya akan terus bertambah.
Mengoptimalkan peran BPD dalam menjalankan pengawasan alokasi dana desa.
Seusai pelantikan, Ketua DPP Abpednas Indra Utama memastikan semua jajaran BPD untuk melaksanakan arahan dari Ketua MPR itu. Dia merujuk data BPS bahwa ada 83.794 desa di Indonesia. Setiap desa memiliki 5 hingga 9 orang anggota BPD. ”(Arahan Bambang) ini sudah menjadi tugas pokok BPD. Hari ini kami akan merangkul asosiasi yang menyangkut desa lainnya untuk bekerja sama mengawasi pelaksanaan alokasi dana desa,” ucap Indra.
Indra pun akan mengarahkan semua jajarannya untuk berkoordinasi dengan kepala desa setempat. Dia mengakui, masih banyak yang harus ditingkatkan. Karena itu, fungsi-fungsi BPD dalam pengawasan akan diperkuat.
Hadir sebagai perwakilan Menteri Dalam Negeri, Eko Prasetyanto Purnomo pun mengajak para anggota Abpednas untuk mewujudkan desa yang mandiri, adil, dan sejahtera. Hal itu mengingat masih banyak tantangan pembangunan desa ke depan.
”Hanya 5 persen desa swasembada, 25 persen desa swakarya, dan sisanya masih swadaya. Kalau semua perangkat desa kompak, percepatan pembangunan dan kemajuan desa akan tercipta,” ujar Eko.
Swasembada, swakarya, dan swadaya merupakan tingkatan klasifikasi perkembangan desa. Desa swasembada merupakan desa yang masyarakatnya mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam serta potensinya. Desa swakarya adalah masa desa swadaya menuju desa swasembada, sedangkan desa swadaya adalah desa yang memiliki potensi tertentu, tetapi belum dikelola dengan baik.