Korban Jiwa Kasus Polisi Tembak Nelayan Bertambah, Polda Sultra Dituntut Transparan
Korban meninggal dari kasus penembakan nelayan oleh polisi di Konawe Selatan, Sultra, bertambah pada Minggu (26/11/2023) petang. Polisi didesak transparan atas kasus yang telah merenggut dua nyawa ini.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Setelah menjalani perawatan selama dua hari, seorang nelayan korban penembakan polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, meninggal. Hal ini menambah jumlah korban tewas menjadi dua orang. Polda Sultra dituntut transparan dan menghukum pelaku dalam kasus ini seberat-beratnya.
Putra (17), nelayan asal Laonti, Konawe Selatan, yang menjadi korban penembakan polisi, meninggal di RS Bhayangkara Kendari, pada Minggu (26/11/2023) petang. Ia sebelumnya dirawat selama dua hari untuk perawatan luka tembak. Ia juga telah menjalani operasi pengangkatan proyektil yang bersarang di pinggul kiri.
”Tadi jelang petang, anak kami atas nama Putra yang merupakan korban penembakan mengembuskan napas terakhir. Ia adalah korban kedua yang meninggal dari kasus penembakan nelayan di Laonti, Konawe Selatan,” kata Herman Pambarako, perwakilan keluarga korban, Minggu malam.
Kejadian ini, Herman melanjutkan, merupakan duka besar yang dialami masyarakat Laonti. Sebab, tidak seharusnya polisi mengambil langkah untuk menghilangkan nyawa masyarakat. Terlebih lagi, mereka hanya nelayan yang berusaha mencari ikan.
Selain itu, peristiwa penembakan terhadap nelayan juga menimbulkan banyak kejanggalan, mulai dari kronologi kejadian hingga proses penyidikan yang sudah berlangsung. Sebab, salah satu korban meninggal juga memiliki luka sabetan senjata tajam. Tidak hanya itu, informasi yang dihimpun, pelaku berjumlah tiga orang.
”Karena itu, kami minta agar polisi transparan dan terbuka. Kami harapkan ada tim pencari fakta yang independen untuk mengungkap kasus ini, dan pelaku dihukum seberat-beratnya,” katanya.
Empat nelayan asal Desa Cempedak, Laonti, Konawe Selatan, ditembak aparat pada Jumat (24/11/2023) dini hari. Mereka adalah Maco (39), Putra (17), Ilham (17) alias Allu, dan Juswa alias Ucok (23), yang masing-masing mengalami satu tembakan di badan. Maco diketahui meninggal setelah terkena tembakan di dada dan sejumlah luka sayatan senjata tajam.
Rustam (50), ayah Putra, mengatakan, anaknya memang meminta izin untuk melaut pada dini hari tersebut. Bersama tiga kerabatnya, mereka lalu memakai satu sampan untuk mencari ikan ke tengah laut. Hal ini merupakan rutinitas anaknya tersebut, seperti warga Pulau Cempedak lainnya.
”Tiba-tiba kami dengar suara letusan seperti senjata. Ada empat kali. Kami lalu segera ke tepi pantai. Tidak lama, anak kami datang dan luka tembak di bagian pantat,” tutur Rustam saat ditemui di RS Santa Anna Kendari.
Selain anaknya, ia melanjutkan, dua orang lainnya juga mengalami luka tembak. Informasi sang anak, mereka ditembak petugas. Akan tetapi, para korban belum memberikan informasi lengkap terkait kejadian tersebut.
Mereka segera membawa ketiganya untuk mendapatkan pertolongan. Namun, seorang korban, yaitu Maco, ditemukan mengambang di pantai beberapa jam setelahnya dalam kondisi meninggal.
Sebelumnya, Direktur Polairud Polda Sultra Komisaris Besar Faisal Florentinus Napitupulu menjelaskan, pada Kamis malam, pihaknya mendapatkan laporan akan adanya kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah Laonti, Konawe Selatan. Tim lalu diturunkan untuk melakukan pengecekan dan pemantauan.
”Jadi, laporan dari anggota, ada dugaan para korban yang tertembak ini adalah pelaku pengeboman ikan. Saat tim turun ke lokasi, mereka melakukan perlawanan sampai ada tembakan. Kami juga telah mengamankan barang bukti berupa bom ikan dan sebuah sampan,” katanya.
Sejauh ini, tambah Faisal, pihaknya masih melakukan pengumpulan informasi. Anggota polisi yang bertugas juga sedang dalam penyelidikan Propam Polda Sultra. Hal itu untuk mengetahui kronologi kejadian hingga prosedur yang dijalankan. ”Kalau mereka melanggar, pasti akan diberi sanksi,” tambah Faisal.
Dihubungi terpisah, Kabid Propam Polda Sultra Komisaris Besar Mochammad Saleh mengungkapkan, pihaknya telah menahan satu orang petugas yang berpatroli malam itu, yaitu Brigadir Kepala A. Satu senjata serbu dengan magazen berisi tiga butir peluru juga disita.
”Bripka A menjalani patsus selama 30 hari dalam rangka pemeriksaan,” ujarnya.