Antam Klaim Terapkan Pertambangan yang Baik di Maluku Utara
PT Antam mengaku memahami pentingnya pengelolaan lingkungan di sekitar wilayah operasi tambang, termasuk di Maluku Utara, sehingga secara aktif bersinergi dengan para pemangku kepentingan.
Oleh
ANTONIUS PONCO ANGGORO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Aneka Tambang atau Antam mengklaim telah menerapkan praktik pertambangan yang baik dan sesuai dengan regulasi dalam operasi Unit Bisnis Pertambangan Nikel Maluku Utara. Pengelolaan lingkungan di sekitar wilayah operasi tambang juga diklaim telah sesuai standar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Corporate Secretary Division Head PT Antam Syarif Faisal Alkadrie menyampaikan hal tersebut melalui keterangan tertulis, Selasa (14/11/2023), sebagai klarifikasi atas pemberitaan berjudul ”Perairan Halmahera Tercemar Logam Berat” dan ”Ikan Sekarang ’Su’ Lari Jauh Tergusur Tambang” di harian Kompas dan Kompas.id pada 7 November lalu.
Dalam pemberitaan disebutkan, hasil uji air laut di Teluk Buli, Halmahera Timur, dekat dengan wilayah operasional tambang UBP Nikel Maluku Utara, mengindikasikan perairan telah tercemar logam berat. Kandungan krom heksavalen (Cr), nikel (Ni), dan tembaga (Cu) melebihi ambang baku mutu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021.
Indikasi pencemaran juga dirasakan oleh nelayan karena mereka harus melaut lebih jauh. Tak hanya itu, indikasi pencemaran juga terlihat dari warna air laut yang keruh di areal dekat lokasi beroperasinya tambang.
Lebih lanjut, menurut Syarif, selain regulasi yang berlaku bagi praktik pertambangan, Antam juga memiliki kebijakan lingkungan Antam Green Standard (AGS) sebagai pedoman pengelolaan lingkungan Antam. Kebijakan ini untuk memberikan arahan, meningkatkan kinerja lingkungan yang efektif dan efisien untuk menjaga kelestarian lingkungan, serta terciptanya standardisasi dan konsistensi penerapan pengelolaan lingkungan di seluruh unit bisnis, unit proyek pengembangan, dan entitas anak perusahaan.
Terkait pengelolaan lingkungan di Maluku Utara, Antam melalui Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Nikel Maluku Utara terus berupaya meningkatkan efisiensi air dan penurunan beban pencemar air dalam proses produksi bijih nikel. Pada 2022, UBP Nikel Maluku Utara menginisiasi program aplikasi geotekstil dalam penurunan beban pencemaran air limpasan tambang, yakni aplikasi reduksi nilai padatan tersuspensi (TSS) dengan menggunakan geotekstil.
Geotekstil merupakan material lembaran yang dibuat dari bahan tekstil polymeric bersifat lolos air, yang dapat berbentuk bahan niranyam, rajutan, atau anyaman yang digunakan dalam kontak dengan tanak/batu dan/atau material geoteknik.
Selama ini, kata Syarif, air limpasan tambang dialirkan langsung menuju kolam sedimentasi untuk dilakukan pemantauan secara berkala terhadap parameter TSS, pH, dan debit. ”Kehadiran geotekstil yang dipasang pada kolam sedimentasi berhasil secara signifikan mereduksi nilai padatan tersuspensi sebesar 98 persen, menurunkan kandungan TSS pada air limpasan sebesar 101,6 ton TSS pada 2022,” katanya.
Tidak hanya itu, penggunaan geotekstil memiliki berbagai manfaat, di antaranya sebagai penyaring efektif material padat, menstabilkan pH air, membantu mengurangi gangguan kontaminasi pada pengukuran debit air, sebagai pemisah dan pelindung tanah timbunan, serta sebagai pendukung struktur dan pencegah pencemaran air.
Selain itu, sejak 2022, UBP Nikel Maluku Utara juga melakukan inovasi perlindungan keanekaragaman hayati. Melalui program Si Cepat, kualitas keberhasilan reklamasi ditingkatkan dengan efisiensi penanaman cover crop melalui penggunaan metode lajur.
Program ini merupakan pengembangan dari kegiatan penanaman reklamasi dengan menggunakan skema metode lajur sebagai metode penanaman cover crop. Metode lajur berhasil meningkatkan efisiensi waktu kerja penanaman hingga mengurangi persentase areal yang belum ditanami cover crop sebesar 80 persen. Hal ini juga tecermin dari capaian reklamasi UBP Nikel Maluku Utara hingga Oktober 2023 seluas 12,75 hektar atau 103 persen dari target capaian Oktober 2023 seluas 12,33 hektar.
Antam UBP Nikel Maluku Utara juga berfokus dalam upaya perlindungan keanekaragaman hayati lainnya melalui program pemantauan konservasi biota laut, konservasi biota terestrial, konservasi burung gosong maluku serta program suaka paruh bengkok. UBP Nikel Maluku Utara mendukung pelaksanaan program rehabilitasi satwa khusus melalui suaka alam suaka paruh bengkok yang bertujuan untuk mengurangi eksploitasi ilegal dan mendukung pelestarian satwa terancam punah. Hingga tahun 2022, terdapat 10 jenis burung paruh bengkok endemik yang direhabilitasi dan 36 burung yang dilepasliarkan ke alam.
”Diharapkan program suaka paruh bengkok mampu menjadi media informasi dan edukasi masyarakat untuk terus melestarikan dan mempertahankan satwa yang ada,” tutur Syarif.
Standar pengelolaan lingkungan
Pengelolaan lingkungan yang dilakukan Antam juga ditegaskan Syarif telah sesuai dengan standar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ini tecermin dari capaian peningkatan Proper Biru pada 2022 atas kinerja tahun 2021-2022. Pengelolaan lingkungan yang dilakukan telah ada yang melebihi kepatuhan (beyond compliance), yakni dengan melaksanakan sistem pengelolaan lingkungan dan memanfaatkan sumber daya secara efisien serta melaksanakan tanggung jawab sosial dengan baik.
”Antam menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan di sekitar wilayah operasi perusahaan sehingga secara aktif bersinergi dengan pemangku kepentingan untuk melakukan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan,” tambahnya.
Secara terpisah, Ketua Program Studi Magister Ilmu Kelautan Program Pascasarjana Universitas Khairun, Ternate, Muhammad Aris meragukan Antam melalui UBP Nikel Maluku Utara telah menerapkan praktik-praktik pertambangan yang baik serta menjaga lingkungan di sekitar area tambang dari ancaman pencemaran. Pekan lalu, Aris ke Teluk Buli dan menjumpai indikasi pencemaran masih terlihat di sejumlah titik di teluk atau sama saat ia menjumpai indikasi itu, awal September lalu.
Yang disayangkan, dari komunikasi Aris dengan warga setempat di pesisir Teluk Buli, Kecamatan Maba, Halmahera Timur, utamanya nelayan, belum terlihat respons dari pihak Antam. Belum ada respons pula dari pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat untuk mengecek indikasi pencemaran yang terjadi.
”Masyarakat malah mengeluh sudah melaporkan kondisi pencemaran itu berulang kali, tetapi tidak ada respons dari perusahaan ataupun pemerintah,” ujarnya.
Ia pun mendesak perusahaan dan pemerintah turun melakukan pengecekan ke lokasi. Tak hanya itu, pengecekan diminta melibatkan pihak independen, seperti akademisi, agar hasilnya bisa dipercaya masyarakat.
Ia juga mendorong agar ke depan dibentuk satuan tugas independen yang diisi orang-orang independen seperti akademisi dan elemen masyarakat sipil untuk memantau aktivitas pertambangan. Satuan tugas ini penting karena ia tak memercayai hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh perusahaan atau pemerintah. Sebab, kerap kali hasil pemeriksaan mereka tak sesuai realitas.