Salah Tangkap dan Penganiayaan oleh Polisi di Sukabumi Jangan Terjadi Lagi
Benal ditangkap dan dianiaya polisi di Sukabumi setelah diduga mencuri di minimarket. Polisi yang diduga menganiaya diperiksa dan terancam sanksi disiplin.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
Salah tangkap oleh polisi terjadi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Benal, warga Mandrajaya, Kecamatan Ciemas, ditangkap, babak belur dianiaya, sebelum kemudian dilepaskan. Dia dipaksa mengaku mencuri di salah satu satu minimarket.
Selasa (7/11/2023) sekitar pukul 03.00, Benal (35) sudah tidak bisa menahan kantuk saat tiba di kawasan Bojong Kopo, Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan. Perjalanan lima jam dari Banten hingga Simpenan menguras tenaganya. Apalagi, jalanannya penuh kelokan tajam dengan kontur naik turun.
Rumah dia, sebenarnya tidak jauh lagi. Hanya sekitar 1,5 jam lagi. Namun, Benal cemas. Apabila melanjutkan perjalanan, hanya akan mengundang bahaya. Apalagi, di dalam mobil sewaan itu ada istri dan dua anaknya. Mereka baru saja melakukan kegiatan keluarga di Banten.
Oleh karena itu, saat tiba di dekat sebuah minimarket, Benal menghentikan kendaraannya. Jarum jam menunjukkan sekitar pukul 03.00. Setelah memarkirkan mobilnya, ia tertidur.
Tidak ada yang aneh saat ia membuka mata sejam kemudian. Dia dan keluarganya lalu melanjutkan perjalanan dan tiba di rumah, berjarak sekitar 200 kilometer dari Bandung, ibu kota Jabar, 1,5 jam kemudian.
Siang harinya, Benal bahkan masih mengumpulkan hasil kebun warga. Dia dan istrinya memiliki usaha berjualan palawija dan cabai rawit.
Hingga akhirnya petaka itu datang pada Kamis (9/11/2023), sekitar pukul 23.00. Setelah mengantar cabai ke salah satu pelanggannya di Bojong Kopo, dia disergap personil Reserse dan Kriminal Polres Sukabumi di Kampung Citangkil, Desa Mandrajaya.
”Mereka mengikat tangan saya dengan plakban. Saya lalu dibawa ke Polsek Ciemas,” kata Benal.
Dipaksa mengaku menjadi pencuri di minimarket Bojong Kopo, tempatnya beristirahat, pemeriksaan yang dialami Benal dilakukan di luar prosedur.
Kepala Benal dipukul. Pahanya diinjak. Bara rokok mampir di punggungnya. Pelakunya diduga empat polisi.
Ironisnya, setelah seharian di kantor polisi, Benal yang babak belur dilepas pada Jumat (10/11/2023) malam. Istrinya punya alibi. Mereka bersama-sama beristirahat di dekat minimarket yang kecurian.
Kasus ini lantas mudah ramai di media sosial dan didengar Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Akhmad Wiyagus. Dari Bandung, dia menerjunkan tim Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jabar ke Sukabumi. Empat polisi yang diduga menganiaya diperiksa.
Seiring itu, Benal melaporkan masalah ini ke Propam Polres Sukabumi. Namun, ia kemudian mencabut laporannya.
Benal mengaku terharu dengan permohonan maaf yang disampaikan langsung Kepala Polres Sukabumi Ajun Komisaris Besar Maruly Pardede di rumahnya pada Senin (13/11/2023).
“Mungkin masalah ini sudah menjadi takdir saya,“ ucap Benal.
Aparat kepolisian harus berhati-hati dalam bertugas. Hal ini menyangkut perampasan hak seseorang. Tak boleh ada kesalahan dalam proses penegakan hukum
Akan tetapi, Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Ibrahim Tompo menegaskan, pemeriksaan empat polisi yang diduga menganiaya Benal tetap dilanjutkan. Semuanya terancam sanksi disiplin.
“Kami akan mengevaluasi kinerja anggota demi perbaikan mekanisme layanan bagi masyarakat,“ tegasnya.
Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, Andri Hidayana, juga kerabat korban, menyesalkan salah tangkap hingga penganiayaan yang dialami Benal. Polisi, kata dia, harusnya menggunakan cara humanis dalam menegakkan hukum.
“Ia (Benal) tak hanya luka fisik, tetapi juga psikis. Kami berharap kasus ini menjadi evaluasi bagi pihak kepolisian lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya di tengah masyarakat,“ harap Andri.
Dua bukti
Pengamat hukum dari Universitas Padjadjaran, Nella Sumika, berpendapat, aparat yang terlibat dalam penangkapan Benal diduga tidak cermat menjalankan tugasnya. Seharusnya, kata Nella, aparat punya dua alat bukti terkait keterlibatan seseorang dalam kasus hukum.
Ia menilai sanksi disiplin ataupun kode etik tidak cukup mencegah kasus salah tangkap terulang kembali. Diperlukan pelatihan prosedur penegakan hukum secara rutin dan sesuai hak asasi manusia.
“Aparat kepolisian harus berhati-hati dalam bertugas. Hal ini menyangkut perampasan hak seseorang. Tak boleh ada kesalahan dalam proses penegakan hukum,“ kata Nella.
Perlakuan yang dialami Benal sudah seharusnya tidak boleh terulang lagi. Apabila bersabar dan menjalankan prosedur yang benar, penegak hukum tidak perlu menggunakan kekerasan saat hendak menuntaskan kejahatan.