Kejuaraan Dunia Sepeda Gunung Melintas di Tanah Dayak
Sekali lagi, kejuaraan dunia balap sepeda gunung digelar di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Lintasan penuh rintangan jadi daya tarik pebalap sepeda dari 60 negara yang ikut ke tanah Dayak di Kalimantan Tengah.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
Gaia Tormena (21), atlet sepeda gunung asal Italia, tiba di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, pada Jumat (10/11/2023) siang. Gaia yang menempuh perjalanan selama lebih kurang 13 jam dari negaranya ke Jakarta, lalu melanjutkan ke Palangkaraya, tampak letih.
Ia kaget tiba-tiba orang banyak menyambutnya, terdapat setidaknya lima balian, pemuka agama Kaharingan, di dalam bandara yang melemparinya dengan beras kuning, lalu mengoleskan minyak ke tangannya. Ia tersenyum, menurut dia itu hal aneh.
”Aku diberi tahu, itu adalah beras dan aku didoakan supaya selamat,” kata Gaia sambil mengangkat bahu saat ditemui Kompas, di Palangkaraya, Minggu (12/11/2023).
Tampung tawar, tradisi yang didapat oleh Gaia Tormena, merupakan ritual adat Dayak dan kepercayaan Kaharingan sebagai ucapan syukur. ”Aku coba percaya saja, lalu berterima kasih,” kata Gaia.
Bagi Gaia itu hal unik yang didapatkan selama ia hidup dan berkunjung ke sejumlah negara selama balapan sepeda gunung. Namun, ia lebih terkejut lagi karena saat latihan mencoba untuk berkeliling Kota Palangkaraya, ia dikawal oleh mobil patwal (patroli pengawalan) dari Polda Kalteng.
”Saya merasa bak selebritas,” ujarnya.
Hal serupa dirasakan oleh atlet perempuan ataupun laki-laki dari 60 negara peserta kejuaraan dunia balap sepeda gunung Union Cycliste Internationale (UCI) Eliminator World Championship 2023, kejuaraan dunia balap sepeda gunung yang digelar setahun sekali.
Sebelumnya, Kota Palangkaraya juga ditunjuk sebagai tuan rumah kejuaraan serupa oleh penyelenggara yang sama. Bedanya, saat itu merupakan kompetisi berseri untuk mengumpulkan poin.
Balap sepeda gunung dunia itu dimulai dari kategori putri. Peserta yang balapan di sirkuit arena Stadion Tuah Pahoe Kota Palangkaraya itu diikuti 25 peserta kategori putri atau elite women.
Gaia yang merupakan juara bertahan di kejuaraan itu ditantang oleh pebalap lain, salah satunya Dara Latifa, atlet sepeda Indonesia yang merupakan peraih medali emas SEA Games Kamboja 2023. Gadis berhijab hitam itu sepanjang pertandingan menempel pada Gaia. Keduanya lolos sampai di final.
Gaia hampir jatuh di tikungan tajam berbatu di lintasan sepanjang mencapai 520 meter. Satu dari 11 tikungan itu merupakan yang paling tajam dan berbahaya. Panitia bahkan mengumpulkan tim medis di tikungan itu dan menempelkan matras pada salah satu tiang kayu di sisi lintasan.
Dara melaju dengan cepat, tetapi saat di tanjakan terakhir tak mampu mengejar Gaia. Gaia pun menjadi juara untuk yang kedua kali di kejuaraan tersebut.
Saat ditemui wartawan seusai pemberian hadiah, Gaia mengingat kembali upacara adat di bandara. Menurut dia, hal unik itu bisa dipercaya sebagai pembawa keberuntungan di tanah Dayak.
”Aku hampir terjatuh, tapi selamat,” kata Gaia.
Keberuntungan juga berpihak ke Indonesia. Dara yang tidak pernah membayangkan bakal naik podium karena lawan yang begitu berat bisa mengangkat medali dan piala di urutan kedua.
”Target saya hanya masuk final, tapi ternyata bisa juara. Ini bonus dan keberuntungan yang diberikan Allah untuk saya,” ujar Dara.
Di kategori elite men, juara bertahan sepeda gunung (MTB) UCI asal Jerman, Simon Gegenheimer, harus mengakui kehebatan Perrin Ganier (32), pebalap asal Perancis. Di tikungan tempat Gaia hampir terjatuh, Simon Gegenheimer tak mampu mengontrol sepedanya. Ia pun terjatuh di putaran pertama hingga luka di sekujur tangan kiri dan kaki kirinya.
Selain Simon, di putaran kedua Sondre Rokke, pebalap sepeda gunung asal Norwegia, juga terjatuh. Bahkan, ban belakang sepedanya bengkok, ban dalam keluar, dan jari-jari sepedanya tak keruan.
Perrin Ganier mengungkapkan, baru kali pertama ia balapan di lintasan yang begitu berbahaya dan kota yang begitu panas. Ia mengaku ingin balapan dengan telanjang saking panasnya. ”Saya begitu bahagia bisa menang di kejuaraan kali ini. Ini yang saya tunggu-tunggu,” ujarnya.
”Saya berharap ke depan akan berjumpa dengan trek-trek menantang seperti ini,” kata Ganier.
Antusiasme masyarakat luar biasa. Ini bisa menjadi magnet untuk wisata dan usaha di Kalteng, khususnya Palangkaraya. (Edi Pratowo)
Asa pengusaha kecil
Kejuaraan dunia balap sepeda gunung itu tak hanya mendatangkan berkah bagi para pemenang, tetapi juga bagi masyarakat Kalteng. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sengaja menggabungkan kejuaraan dunia itu dengan Jambore UMKM di mana hampir 9.500 pengusaha mikro, kecil, dan menengah ikut serta meramaikan kejuaraan dunia balap sepeda.
Di Stadion Tuah Pahoe yang dipadati puluhan ribu orang itu, berbagai jajanan dan kriya rotan hadir dari 14 kabupaten dan kota. Bagi para pengusaha, kesempatan ini amat penting untuk unjuk gigi karya-karya kreatif mereka.
”Ini kesempatan emas. Kami pengusaha kecil di daerah yang jauh menunggu acara-acara seperti ini,” kata Fauzan Fariz (40), pengusaha penjual kerajinan purun.
Fauzan mengungkapkan, ia berhasil menjual setidaknya 10 tas purun, 2 tikar purun, dan 50 kotak sedotan purun. ”Banyak bule yang suka sama sedotan purun, katanya lebih baik dari plastik,” katanya.
Wakil Gubernur Kalteng Edy Pratowo dalam sambutannya mengungkapkan, kejuaraan dunia balap sepeda gunung kota tersebut yang digabung dengan jambore UMKM tidak hanya untuk meramaikan kegiatan.
Balap sepeda ini, ujar Edy, diharapkan bisa menambah pendapatan daerah, khususnya pengusaha kecil. ”Antusiasme masyarakat luar biasa. Ini bisa jadi magnet untuk wisata dan usaha di Kalteng, khususnya Palangkaraya,” kata Rahmat.
Berbagai kisah unik dan penuh asa hadir dari lintasan di Kota Palangkaraya. Kini semua mata mulai melirik lagi Kota Palangkaraya, ibu kota Provinsi Kalteng, yang selalu membawa warna dengan tradisi dan keindahan alamnya.