Pilkada Serentak di Sumsel Dapat Komitmen Anggaran dari Semua Kabupaten/Kota
Pilkada serentak di Sumsel dipastikan mendapatkan komitmen anggaran dari 17 kabupaten/kota di Sumsel. Itu untuk memenuhi kebutuhan pilkada serentak di Sumsel yang mencapai Rp 1,4 triliun.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemilihan kepala daerah serentak di Sumatera Selatan dipastikan mendapatkan komitmen anggaran dari 17 atau semua kabupaten/kota. Adapun kebutuhan anggaran pilkada serentak di Sumsel mencapai Rp 1,4 triliun, termasuk untuk anggaran pilkada tingkat provinsi sebesar Rp 234 miliar.
Pejabat Gubernur Sumatera Selatan Agus Fatoni berterima kasih kepada semua wali kota/bupati di Sumsel yang telah berkomitmen mengalokasikan 40 persen anggaran pilkada serentak. Itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Murni dan APBD Perubahan tahun ini.
Sebagian lagi berasal dari pergeseran anggaran melalui Perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang APBD yang bersumber dari dana Belanja Tidak Terduga (BTT) dan Anggaran Belanja Tambahan (ABT). Itu bisa digunakan untuk keperluan darurat dan mendesak, antara lain kriterianya untuk pelaksanaan pilkada serentak yang dijadwalkan pada 27 November 2024.
Anggaran itu dialokasikan dalam dua tahap, yakni 40 persen di tahun 2023 dan 60 persen di tahun 2024. ”Awalnya banyak bupati/wali kota yang bertanya-tanya kenapa anggarannya dialokasikan tahun ini. Kan tahapannya belum dimulai, anggarannya untuk apa, nanti kalau ada sisa bagaimana di tahun 2024, nanti tidak terpakai, dan sebagainya. Tapi, setelah kita berikan penjelasan, semuanya sudah paham sehingga Penandatanganan NPHD bisa dilaksanakan hari ini,” ujar Agus.
Dalam konferensi pers, Agus menekankan, Penandatanganan NPHD sangat penting untuk memastikan ketersediaan anggaran dalam pilkada serentak di Sumsel tahun depan. Merujuk aturan konstitusi, sumber anggaran pilkada berasal dari APBD.
Oleh karena itu, pilkada provinsi menjadi tanggung jawab APBD provinsi dan pilkada kabupaten/kota menjadi tanggung jawab APBD kabupaten/kota. Ada pula dukungan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Nilai anggaran
Seusai Penandatanganan NPHD, anggaran itu akan ditransfer ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) masing-masing dari tingkat kabupaten/kota hingga provinsi. Total kebutuhan anggaran pilkada serentak di Sumsel mencapai Rp 1,4 triliun, dengan rincian sekitar Rp 416 miliar di tahun 2023 dan sekitar Rp 637 miliar di tahun 2024 untuk Hibah Kumulatif KPU se-Sumsel.
Sisanya, sekitar Rp 137 miliar di tahun 2023 dan sekitar Rp 215 miliar di tahun 2024, untuk Hibah Kumulatif Bawaslu se-Sumsel. ”Besarannya untuk setiap daerah berbeda-beda, yah, menyesuaikan kondisi daerah masing-masing,” kata Agus yang menjabat Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri.
Ketua KPU Pusat Hasyim Asy’ari menambahkan, anggaran yang mencapai Rp 1,4 triliun itu sudah termasuk Rp 234 miliar untuk pilkada tingkat provinsi di Sumsel. Anggaran itu dibagi sekitar Rp 93 miliar untuk tahun 2023 dan sekitar Rp 140 miliar untuk tahun 2024.
”KPU pusat tidak mengelola langsung anggaran tersebut. Tapi, dalam undang-undang, KPU pusat menjadi penanggung jawab akhir pelaksanaan pilkada/pemilu sehingga semua biaya yang digunakan dan apa pun yang terjadi menjadi tanggung jawab KPU pusat. Jadi, secara internal, penggunaan anggaran itu akan diawasi secara ketat,” ujar Hasyim.
Hasyim menyampaikan, anggaran tahun ini akan digunakan untuk sejumlah rangkaian pilkada tingkat kabupaten/kota ataupun provinsi. Serangkaian kegiatan itu, antara lain, ialah penetapan daftar calon tetap, pengumuman daftar calon tetap, pengundian nomor urut, dan pencetakan surat suara yang telah dimulai bertahap sejak akhir Oktober 2023.
”Jadi, daerah pemilihan di seluruh Indonesia untuk pilkada/pemilu totalnya 2.749 daerah pemilihan dengan nama calon berbeda-beda. Maka itu, KPU menyiapkan desain surat suara juga sebanyak 2.749 desain surat suara, termasuk untuk di Sumsel yang dilakukan di 17 kabupaten/kota,” ujarnya.
Aturan tegas
Ketua Bawaslu Sumsel Kurniawan menuturkan, sejak penetapan daftar pemilih tetap (DPT) hingga kampanye mulai 28 November 2023, sosialisasi masih dibolehkan. Sebaliknya, kampanye belum bisa dilakukan sebelum waktunya. Kalau ada yang berkampanye lebih awal, itu namanya mencuri start dan ada sanksinya.
”Bagi pelanggar aturan jadwal kampanye, kita akan beri sanksi pidana. Tapi, sejauh ini belum ada laporan mengenai pelanggaran tersebut. Belum ada yang melaporkan kepada kami tentang temuan pihak yang melakukan kampanye di luar jadwal,” kata Kurniawan.
Menurut Kurniawan, kendala utama saat ini adalah ada partai politik ataupun calon anggota legislatif yang terkadang tidak memberi tahu kalau mereka melakukan sosialisasi di internal partainya. Itu memang dibolehkan, tetapi harusnya tetap di bawah pengawasan Bawaslu.
”Kami sudah imbau kepada partai politik untuk memberitahukan apa pun bentuk kegiatan yang mereka lakukan. Kalau tidak ada pemberitahuan, kami tidak bisa mengawasi kegiatan tersebut. Takutnya, ada sosialisasi yang mengarah pada kampanye,” ucap Kurniawan.